Koalisi Politik

Dalam gelaran pemilihan kepala daerah (Pilkada), sering kali kita mendengar istilah koalisi politik. Di mana hal itu kadang menjadi syarat yang diwajibkan undang-undang. Seperti untuk bisa mengusung calon bupati dan wakil bupati, partai politik yang ada harus memenuhi syarat minimal 15 persen kursi atau suara di DPRD. Jika kurang dari 15 persen, maka partai politik itu harus melakukan koalisi.
Koalisi menurut Wikipedia adalah persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, di mana dalam kerja samanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Koalisi bisa juga merujuk pada sekelompok orang/warga negara yang bergabung karena tujuan yang sama. Koalisi dalam ekonomi merujuk pada sebuah gabungan dari perusahaan satu dengan lainnya yang menciptakan hubungan saling menguntungkan.
Dari kepentingan yang berbeda-beda di masing-masing elemen itu, selanjutnya disatukan dalam bentuk koalisi. Koalisi ini memang lebih banyak dalam bidang politik dan pemerintahan. Seperti contohnya dalam pemilihan presiden, pemilihan gubernur dan juga pemilihan bupati/walikota. Kebanyak partai-partai politik itu melakukan koalisi, yang tujuannya jelas untuk mencapai kemenangan.
Menjadi menarik, karena koalisi tidak selamanya mampu bertahan. Karena memang koalisi kadang hanya demi salah satu kepentingan dan satu tujuan saja. Ketika tujuan itu sudah tercapai, koalisi bisa bubar. Itu sering kali terjadi dalam dunia politik. Sehingga muncul istilah di dalam dunia politik, bahwa tidak ada kawan atau lawan abadi, yang abadi hanyalah kepentingan.
Koalisi yang sudah dibangun, bukan menjadi jaminan bahwa tujuan yang dicita-citakan itu akan terwujud semua. Karena koalisi yang terjadi pun bisa mendapat persaingan dari koalisi lain, yang juga bercita-cita untuk memenangkan koalisi yang dibangunnya pula. Dalam hal ini, siapa yang memiliki dukungan koalisi yang paling kuat, memiliki kans untuk memenangkan persiangan. Namun koalisi lain juga punya strategi, meski tahu akan kalah, namun bagaimana agar koalisi lainnya tidak bisa menikmati kemenangan yang ada di depan mata.
Di sini, selain koalisi politik, juga ada strategi politik yang dimainkan. Masing-masing harus jeli dalam melangkah untuk koalisi. Meski kadang kemenangan sudah di depan mata, namun bisa berbalik menjadi kekalahan jika tidak jeli. Sekali lagi, di sini dibutuhkan kejelian dalam membaca peta politik. Dan tentunya juga diperlukan kelihaian dalam bermain politik. Ada seni dalam berpolitik, sehingga orang yang melihatnya bisa menikmati dan menarik untuk ditonton.
Yang jelas, koalisi politik ini menjadi sangat penting dalam upaya untuk memenangkan persiangan politik. Tidak hanya pada saat mengusung kepala daerah saja, tetapi juga dalam pengambilan kebijakan yang ada. Sehingga dalam persaingan atau pun pertarungan politik, banyak hal yang bisa dinikmati. Strategi apa saja yang akan ditampilkan dan melihat bagaimana hasilnya.
Bagi mereka yang tidak suka politik, mungkin politik itu dianggap kotor, menghalalkan segala cara untuk memenangkan pertarungan tersebut. Politik itu kejam, siapa yang menghalangi harus disingkirkan. Itu pandangan politik yang hanya dilihat dari satu sisi saja, sisi negatif yang ada dalam politik. Padahal orang yang tidak suka politik, itu merupakan bagian dari sikap politik itu sendiri.
Berpolitik tanpa berkoalisi, mungkin bisa dilakukan jika dia sudah memiliki suara paling besar dan mayoritas. Seperti yang terjadi pada saat Orde Baru dulu. Golkar yang menguasai pemerintahan, tidak perlu melakukan koalisi untuk mencapai tujuannya. Karena partai lain yang ada, boleh dikatakan hanya pendamping saja, tanpa bisa memberikan perlawanan untuk menghasilkan kebijakan tertentu yang menjadi tujuannya. (*)

Komentar

Postingan Populer