Lagi-Lagi Kekerasan
Belum lepas kekerasan di Mesuji yang baru diekspose beberapa waktu lalu, giliran kekerasan terjadi di Bima, Nusa Tenggara Barat. Dua orang dikabarkan tewas dan lainnya luka-luka. Kekerasan ini terjadi saat ratusan masyarakat setempat melakukan aksi demonstrasi menolak izin pertambangan yang dilakukan bupati. Masyarakat yang menolak itu, sempat menduduki sejumlah tempat, termasuk pelabuhan. Aksi itulah yang melatarbelakangi aparat keamanan membubarkan paksa demo masyarakat tersebut.
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pun menganggap bahwa perilaku aparat itu mencermin perilaku bermental centeng pemodal. Yakni hanya berpihak kepada pemilik modal saja. Padahal mereka, masyarakat yang berdemonstrasi, yang seharusnya mendapatkan pengamanan. Aparat keamanan jangan terjebak pada apa yang diinginkan masyarakat atas kebijakan pemerintahnya.
Kedua peristiswa ini, Mesuji dan Bima, memang tidak saling terkait. Lokasinya pun berjarak sangat jauh. Namun peristiswa itu boleh dikatakan hampir sama, di mana bentrok yang melibatkan masyarakat dengan aparat keamanan kembali terjadi. Dan sekali lagi, kekerasan dipastikan mewarnai aksi bentrok tersebut. Dan salah satu akibatnya adalah adanya korban, khususnya dari masyarakat. Kalau sampai terjadi bentrok antara masyarakat dengan aparat keamanan, sebenarnya siapa yang salah?
Kalau mau membandingkan, tugas aparat keamanan justru seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat. Apalagi jika aksi masyarakat itu dilakukan untuk kepentingan mereka sendiri, bukan untuk kepentingan pribadi dan individu tertentu. Namun demikian, masyarakat yang terlibat aksi itu juga harus sadar, bahwa aksi yang mereka lakukan bukan untuk merusak apalagi membuat anarki.
Terjadi kekerasan, yang pasti karena kedua pihak saling ngotot dan merasa benar. Namun yang pasti, aksi kekerasan itu jelas sangat disesalkan. Sehingga tak heran, jika aparat keamanan pun dikecam oleh Kontras, yang merupakan lembaga yang menyoroti masalah kekerasan. Dan dalam kasus ini, masyarakat adalah korban kekerasan dari aparat keamanan.
Aparat yang membubarkan paksa aksi masyarakat itu, berdalih bahwa aksi mereka menganggu kepentingan umum dengan memblokade pelabuhan dan telah merusak sejumlah fasilitas pemerintah dan fasilitas umum. Sebanyak 47 orang juga sudah ditangkap sebagai tersangka kerusuhan dari efek aksi demonstrasi masyarakat tersebut. Sementara mereka, masyarakat melakukan aksi itu sebagai bentuk ekspresi penolakan atas kebijakan pemerintah setempat, yang dianggap justru akan merugikan masyarakat, yakni kerusakan lingkungan atas izin penambangan di daerah tersebut.
Kalau dua-duanya, alasan aparat keamanan demi ketertiban umu, sementara masyarakat demi kepentingan umum, yang artinya demi dan untuk masyarakat itu sendiri, kenapa harus terjadi aksi kekerasan. Sungguh kontra produktif alasan masing-masing pihak itu, sementara akibat alasan yang sama itu, justru terjadi aksi kekerasan. Kalau semuanya demi satu kepentingan yang sama, kenapa mesti terjadi kekerasan. Yang pasti, masing-masing pihak terjebak kepada ego masing-masing. Semuanya gotot melakukan langkah yang benar, yang semuanya beralasan bagi masyarakat umum, sementara akibat aksi kekerasan itu, rakyat pula yang jadi kroban.
Kekerasan, siapa pun bisa melakukannya dan juga bisa disebabkan hal yang sepele. Bukan hanya aparat keamanan saja yang bisa melakukan kekerasan, masyarakat itu sendiri juga bisa melakukannya. Masing-masing memang memiliki ego, namun harus ditempatkan pada posisi yang semestinya. Pemerintah, dalam hal ini kepala daerah juga harus bisa memposisikan diri sebagai kepanjangan tangan masyarakat. Begitu pula dengan wakil rakyatnya, juga harus bisa memfasilitasi rakyatnya. Sehingga tidak sampai terjadi aksi kekerasan, yang justru menjadi korban adalah rakyat itu sendiri.
Yang yang tidak boleh dilupakan, atau justru yang harus diwaspadai adalah adanya pihak ketiga, yang dianggap sebagai biang keladi atas munculnya aksi kekerasan tersebut. Pemerintah maupun aparat keamanan harus bisa memposisikan diri di tengah-tengah masyarakat, bukan pada posisi pemilik modal tersebut. Meski pemerintah sendiri juga punya kepentingan, demi lancarnya perekonomian daerah. Namun sekali lagi, semuanya ahrus diberikan porsi yang seimbang. Sehingga tidak sampai terjadi kekerasan, yang justru semuanya menjadi korban. (*)
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pun menganggap bahwa perilaku aparat itu mencermin perilaku bermental centeng pemodal. Yakni hanya berpihak kepada pemilik modal saja. Padahal mereka, masyarakat yang berdemonstrasi, yang seharusnya mendapatkan pengamanan. Aparat keamanan jangan terjebak pada apa yang diinginkan masyarakat atas kebijakan pemerintahnya.
Kedua peristiswa ini, Mesuji dan Bima, memang tidak saling terkait. Lokasinya pun berjarak sangat jauh. Namun peristiswa itu boleh dikatakan hampir sama, di mana bentrok yang melibatkan masyarakat dengan aparat keamanan kembali terjadi. Dan sekali lagi, kekerasan dipastikan mewarnai aksi bentrok tersebut. Dan salah satu akibatnya adalah adanya korban, khususnya dari masyarakat. Kalau sampai terjadi bentrok antara masyarakat dengan aparat keamanan, sebenarnya siapa yang salah?
Kalau mau membandingkan, tugas aparat keamanan justru seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat. Apalagi jika aksi masyarakat itu dilakukan untuk kepentingan mereka sendiri, bukan untuk kepentingan pribadi dan individu tertentu. Namun demikian, masyarakat yang terlibat aksi itu juga harus sadar, bahwa aksi yang mereka lakukan bukan untuk merusak apalagi membuat anarki.
Terjadi kekerasan, yang pasti karena kedua pihak saling ngotot dan merasa benar. Namun yang pasti, aksi kekerasan itu jelas sangat disesalkan. Sehingga tak heran, jika aparat keamanan pun dikecam oleh Kontras, yang merupakan lembaga yang menyoroti masalah kekerasan. Dan dalam kasus ini, masyarakat adalah korban kekerasan dari aparat keamanan.
Aparat yang membubarkan paksa aksi masyarakat itu, berdalih bahwa aksi mereka menganggu kepentingan umum dengan memblokade pelabuhan dan telah merusak sejumlah fasilitas pemerintah dan fasilitas umum. Sebanyak 47 orang juga sudah ditangkap sebagai tersangka kerusuhan dari efek aksi demonstrasi masyarakat tersebut. Sementara mereka, masyarakat melakukan aksi itu sebagai bentuk ekspresi penolakan atas kebijakan pemerintah setempat, yang dianggap justru akan merugikan masyarakat, yakni kerusakan lingkungan atas izin penambangan di daerah tersebut.
Kalau dua-duanya, alasan aparat keamanan demi ketertiban umu, sementara masyarakat demi kepentingan umum, yang artinya demi dan untuk masyarakat itu sendiri, kenapa harus terjadi aksi kekerasan. Sungguh kontra produktif alasan masing-masing pihak itu, sementara akibat alasan yang sama itu, justru terjadi aksi kekerasan. Kalau semuanya demi satu kepentingan yang sama, kenapa mesti terjadi kekerasan. Yang pasti, masing-masing pihak terjebak kepada ego masing-masing. Semuanya gotot melakukan langkah yang benar, yang semuanya beralasan bagi masyarakat umum, sementara akibat aksi kekerasan itu, rakyat pula yang jadi kroban.
Kekerasan, siapa pun bisa melakukannya dan juga bisa disebabkan hal yang sepele. Bukan hanya aparat keamanan saja yang bisa melakukan kekerasan, masyarakat itu sendiri juga bisa melakukannya. Masing-masing memang memiliki ego, namun harus ditempatkan pada posisi yang semestinya. Pemerintah, dalam hal ini kepala daerah juga harus bisa memposisikan diri sebagai kepanjangan tangan masyarakat. Begitu pula dengan wakil rakyatnya, juga harus bisa memfasilitasi rakyatnya. Sehingga tidak sampai terjadi aksi kekerasan, yang justru menjadi korban adalah rakyat itu sendiri.
Yang yang tidak boleh dilupakan, atau justru yang harus diwaspadai adalah adanya pihak ketiga, yang dianggap sebagai biang keladi atas munculnya aksi kekerasan tersebut. Pemerintah maupun aparat keamanan harus bisa memposisikan diri di tengah-tengah masyarakat, bukan pada posisi pemilik modal tersebut. Meski pemerintah sendiri juga punya kepentingan, demi lancarnya perekonomian daerah. Namun sekali lagi, semuanya ahrus diberikan porsi yang seimbang. Sehingga tidak sampai terjadi kekerasan, yang justru semuanya menjadi korban. (*)
Komentar
Posting Komentar