Menjadi Pahlawan
10 November baru saja berlalu, yang selalu diperingati
sebagai Hari Pahlawan. Momen itu diambil dari salah satu perang di Surabaya,
yakni dalam upaya mempertahankan kemerdekaan RI. Sungguh momen yang sangat
heroik untuk dikenang, di mana ribuan rakyat bersatu pada melawan Belanda yang
mencoba menjajah kembali bangsa Indonesia.
Momen heroik itu, hingga sekarang tetap dikenang. Salah
satunya adalah dengan memperingatinya sebagai Hari Pahlawan. Ini menunjukkan
bahwa seorang pahlawan itu sangat berarti bagi sebuah bangsa. Tanpa pahlawan,
bangsa yang beragam dari suku bangsa ini tak akan merdeka.
Menjadi pahlawan, tentu bukan cita-cita mereka kala itu.
Namun semangat untuk mendirikan bangsa yang berdiri merdeka dan sederajat
dengan bangsa lain adalah cita-cita yang utama. Mereka tak ingin dihormati dan
diperingati sebagai pahlawan, tapi yang lebih penting adalah semangat dan
cintanya kepada bangsa. Semangat inilah yang mungkin diinginkan paa pendiri
bangsa itu untuk generasi sekarang, bukan untuk menjadi pahlawan.
Namun yang sekarang sering terjadi justru banyak orang
yang mencoba menjadi pahlawan. Ingin dianggap sebagai orang yang paling
berjasa, yang paling menentukan atas peristiwa tertentu maupun pembangunan
tertentu. Mereka berlomba-lomba untuk menyampaikan kabar itu kepada semua
orang. Bahwa sayalah pahlawan itu. Meski banyak orang yang tidak menggubrisnya,
namun impian menjadi pahlawan itu sangat besar dalam dirinya. Sehingga dalam
setiap kesempatan atau pun forum tertentu, selalu disampaikan prestasinya
tersebut sebagai pahlawan.
Pahlawan kesiangan, begitu istilah bagi orang yang
mencita-citakan diri sebagai pahlawan. Pahlawan yang wajib dikenang, pahlawan
yang harus dihormati, pahlawan yang harus diakui. Pahlawan sejati, tidak
memerlukan itu semua. Orang mau menganggap sebagai pahlawan atau tidak, itu
tidak penting bagi mereka phlawan sejati. Yang terpenting adalah semangat yang
masih berkobar, sama seperti saat berperang melawan penjajah.
Menjadi pahlawan, atau tepatnya meneruskan cita-cita para
pahlawan saat ini bukan berarti menciptakan musuh untuk berperang. Tapi lebih
penting ini adalah berperang melawan orang-orang yang menganggap dirinya
pahlawan itu. Berhasil mendapatkan anggaran pembangunan yang besar, kemudian
dikorupsi, tapi tetap mengaku sebagai pahlawan. Itu yang harus diperangi.
Para pelaku korupsi, kolusi dan nepotisme saat ini adalah
musuh yang wajib diperangi. Perang melawan mereka sama dengan perang melawan
penjajah. Dengan semangat kepahlawanan yang ditunjukkan para pahlawan bangsa,
kita yang hidup di generasi sekarang ini, masih bisa berjuang dan menjadi
pahlawan. Tentunya bukan bermaksud untuk disebaut dan diakui sebagai pahlawan.
tetapi yang lebih penting adalah semangat kepahlawanan untuk memerangi koupsi,
kolusi dan nepotisme.
Sekarang ini,yang menyebabkan kebodohan, kemiskinan dan
keterbelakangan bukan karena penjajah dari luar. Tetapi justru penjajahan itu
berasal dari dalam negeri sendiri, yakni mereka para pelaku korupsi, kolusi dan
nepotisme. Mereka yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, menjadikan
negara ini tetap bodoh, bertambah miskin dan tidak pernah maju. Melawan mereka,
sama dengan menjadi pahlawan. (*)
Komentar
Posting Komentar