Kepala Daerah dan Janjinya

Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pasti ramai dengan janji-janji kampanye. Janji-janji kampanye yang diwujudkan dalam visi dan misinya itu, tercatat secara resmi dalam rapat paripurna DPRD yang juga disaksikan masyarakat. Visi dan misi itu semunya baik, dan bertujuan untuk membangun daerahnya agar lebih maju dan sejahtera. Semua calon kepala daerah wajib menyampaikan visi dan misinya tersebut atau istilah awam yang dikenal masyarakat adalah janji kampanye.
Biasanya, janji-janji kampanye sangat banyak. Tidak hanya yang tercantum dalam lembaran visi dan misi yang tertulis saja, tetapi juga yang tidak tertulis. Janji kampanye yang tidak tertulis inilah yang paling banyak. Sementara janji kampanye, yang tercantum dalam visi dan misi hanya bersifat global saja. Tidak terperinci, dan cenderung hanya menjadi persyaratan dalam pencalonan kepala daerah tersebut.
Sudah semestinya, jika rakyat pun menagih janji kepala daerah yang terpilih tersebut. Khususnya atas apa yang menjadi visi dan misinya saat kampanye dulu. Paling tidak, visi dan misinya itu diwujudkan dalam rencana pembangunan lima tahun mendatang. Seperti masa jabatan kepala daerah, yang hanya lima tahun dan dapat diperpanjang hingga lima tahun berikutnya. Itu pun kalau rakyat masih memilihnya kembali untuk menjadi kepala daerah.
Yang sering menjadi keluhan masyarakat, janji-janji kepala daerah saat masa kampanye itu begitu mudah untuk dilupakan. Bahkan saat ditagih pun, dengan kelihaiannya bisa dibantah dan menolak atas janjinya dulu. Kalau sudah begitu, apa yang harus dituntut kepala kepala daerah? Untuk menjalankan program pembangunan yang menjadi visi dan misinya saja tidak berhasil, bagaimana melaksanakan janji-janjinya dulu saat kampanye.
Bagi rakyat yang memperhatikan janji-janji calon kepala daerah, pasti tidak akan memilih lagi calon kepala daerah tersebut. Karena sudah merasa dibohongi dan tidak dianggap keberadaannya. Memang susah juga menagih janji kepala daerah, apalagi janji tersebut dengan janji kesejahteraan rakyatnya. Apalagi janji tersebut tidak tertulis dan hanya disampaikan di atas keramaian kampanye. Sehingga jarang ada yang memperhatikan dan mencatat apa yang disampaikan calon kepala daerah tersebut.
Kalau sudah begini, apakah perlu janji-janji seorang calaon kepala daerah direkam semua. Khususnya saat kampanye di hadapan rakyat banyak, maupun kelompok kecil masyarakat. Sehingga ketika sudah terpilih dan menjabat kepala daerah, bisa ditagih janjinya dengan bukti-bukti rekaman tersebut. Apalagi saat sekarang ini sudah semakin canggh alat komunikasi yang dimiliki masyarakat.
Sepertinya kalau sudah begini, akan semakin sulit saja kepala daerah untuk ngeles saat ditagih janjinya. Beragam cara dilakukan untuk menghindar tagihan janji tersebut, semisal keterbatasan anggaran, tidak mendapat dukungan dari legislatif, hingga nanti akan diusahakan tahun depan. Pokonya beragam cara dilakukan, agar janji yang dulu pernah diucapkan, yang tidak dilaksanakan, itu tidak ditagih olah rakyatnya.
Jangankan melaksanakan janji-janji yang diberikan kepada rakyat, untuk menjalankan visi dan misinya saja kadang lupa. Apa yang harus dibangun, apa yang harus dikerjakan, semuanya tidak tahu. Kalau sudah begitu, rakyat pasti marah dan menganggap bahwa kepala daerahnya telah berbohong. Janji-janjinya dulu saat kampanye, hanyalah omong kosong saja, tanpa perlu ada kewajiban melaksanakannya.
Jelang Pilkada, memang rakyat selalu disuguhi janji. Sementara untuk melaksanakan janji-janji itu, susahnya luar biasa. Apalagi jika dia terpilih karena politik uang, akan semakin sulit untuk melaksanakan janji-janjinya tersebut. (*)

Komentar

Postingan Populer