Ala.. MA..k
Mahkamah Agung membebaskan terdakwa kasus korupsi dengan alasan nilai korupsi yang dilakukan sangat kecil, hanya Rp 5 juta. Terdakwa melakukan korupsi ADD dan telah divonis di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi selama satu tahun. Namun setelah kasasi di MA, terdakwa hanya dikenai hukuman percoban, alias tidak menjalani hukuman penjara.
Keputusan ini tentu menghenyak sejumlah pihak, termasuk dari Komisi Yudisial, yang bertugas mengawasi para hakim tersebut. KY mengaku menghormati keputusan itu, namun keputusan itu jelas sangat mengecewakan masyarakat. Apalagi saat ini sedang gencar-gencarnya perang terhadap para pelaku korupsi. Tentu saja, rasa keadilan masyarakat akan terusik dengan keputusan tersebut.
terusik, karena seorang pencuri ayam saja, bisa dihukum bertahun-tahun. Sementara seorang koruptor, yang telah memakan harta rakyat, dibiarkan bebas begitu saja. Dengan alasan uang yang diembat dari hasil korupsi hanya sedikit. Sedikit untuk ukuran para hakim yang mulai itu mungkin. Tetapi bagi rakyat, Rp 5 juta itu sangat besar, apalagi bagi seorang pencuri ayam yang kepepet untuk menafkahi keluarganya.
Berapa sih harga seekor ayam? Mungkin tak lebih dari Rp 100 ribu. Namun di mata masyarakat, maling adalah maling, harus dihukum. Bahkan kalau ketahuan dan ketangkap tangan, pasti babak belur dulu sebelum diserahkan ke aparat hukum. Kalau dibandingkan dengan uang Rp 5 juta, jelas sangat jauh.
Uang Rp 5 juta itu, mungkin bisa untuk membuka peternakan ayam hingga ratusan ekor. Namun jika ada satu ekor ayam yang hilang dicuri, pasti pemiliknya akan mencari, siapa pelakunya. Dicari dan ditangkap, dan diserahkan kepada aparat penegak hukum. Tujuannya agar pelaku pencurian itu kapaok, tidak melakukan perbuatan melanggar hukum tersebut, apalagi yang lebih besar lagi.
Dengan melihat keputusan MA, tentu seolah-seolah MA mengajak para pelaku koruptor, jangan korupsi yang kecil, yang besar saja sekalian, biar bisa dihukum. Atau juga bisa diartikan, bhawa MA mengajak para pejabat untuk melakukan korupsi, asal jangan melebihi Rp 5 juta. Kalau di atas Rp 5 juta, bisa dijerat oleh hukum. Pintar-pintarlah melakukan korupsi yang nilainya di bawah Rp 5 juta. Pokoknya kalau ketahuan, supaya angka yang muncul itu tidak lebih dari Rp 5 juta.
Atau juga bisa disiasati oleh seluruh pejabat dan stafnya, untuk melakukan korupsi bersama-sama, asal diatur tidak boleh melebihi Rp 5 juta. Kalau sudah begitu, semua pejabat, termasuk stafnya, pasti akan berlomba-lomba untuk melakukan korupsi.
Tetapi kalau untuk menebus keputusan tersebut, Rp 5 juta jelas tidak ada apa-apanya. Dari pada repot-repot mengkaji tindakan korupsi yang hanya Rp 5 juta, lebih baik langsung saja dibebaskan. Toh itu uang negara, bukan uang pribadi. Jadi, silakan saja korupsi, asal jangan lebih dari Rp 5 juta tersebut.
Untuk tataran desa, uang sebesar Rp 5 juta sangatlah besar. Jumlah ADD yang diterima saja, kadang hanya Rp 20 juta saja untuk satu tahun. Kalau dikorupsi Rp 5 juta, tinggal 15 juta. Kalau mau digunakan untuk membangun, hanya bisa untuk membangun satu kegiatan kecil saja. Bahkan mungkin tidak cukup sama sekali untuk membanun satu proyek sekali pun.
Kalau sudah begini, langkah-langkah yang dilakukan masyarakat, termasuk masyarakat desa untuk memberantas korupsi hanya akan sia-sia saja. Karena langkah itu hanya cukp diputus bebas saja oleh para hakim MA tersebut. Ala MA...k!! (*)
Keputusan ini tentu menghenyak sejumlah pihak, termasuk dari Komisi Yudisial, yang bertugas mengawasi para hakim tersebut. KY mengaku menghormati keputusan itu, namun keputusan itu jelas sangat mengecewakan masyarakat. Apalagi saat ini sedang gencar-gencarnya perang terhadap para pelaku korupsi. Tentu saja, rasa keadilan masyarakat akan terusik dengan keputusan tersebut.
terusik, karena seorang pencuri ayam saja, bisa dihukum bertahun-tahun. Sementara seorang koruptor, yang telah memakan harta rakyat, dibiarkan bebas begitu saja. Dengan alasan uang yang diembat dari hasil korupsi hanya sedikit. Sedikit untuk ukuran para hakim yang mulai itu mungkin. Tetapi bagi rakyat, Rp 5 juta itu sangat besar, apalagi bagi seorang pencuri ayam yang kepepet untuk menafkahi keluarganya.
Berapa sih harga seekor ayam? Mungkin tak lebih dari Rp 100 ribu. Namun di mata masyarakat, maling adalah maling, harus dihukum. Bahkan kalau ketahuan dan ketangkap tangan, pasti babak belur dulu sebelum diserahkan ke aparat hukum. Kalau dibandingkan dengan uang Rp 5 juta, jelas sangat jauh.
Uang Rp 5 juta itu, mungkin bisa untuk membuka peternakan ayam hingga ratusan ekor. Namun jika ada satu ekor ayam yang hilang dicuri, pasti pemiliknya akan mencari, siapa pelakunya. Dicari dan ditangkap, dan diserahkan kepada aparat penegak hukum. Tujuannya agar pelaku pencurian itu kapaok, tidak melakukan perbuatan melanggar hukum tersebut, apalagi yang lebih besar lagi.
Dengan melihat keputusan MA, tentu seolah-seolah MA mengajak para pelaku koruptor, jangan korupsi yang kecil, yang besar saja sekalian, biar bisa dihukum. Atau juga bisa diartikan, bhawa MA mengajak para pejabat untuk melakukan korupsi, asal jangan melebihi Rp 5 juta. Kalau di atas Rp 5 juta, bisa dijerat oleh hukum. Pintar-pintarlah melakukan korupsi yang nilainya di bawah Rp 5 juta. Pokoknya kalau ketahuan, supaya angka yang muncul itu tidak lebih dari Rp 5 juta.
Atau juga bisa disiasati oleh seluruh pejabat dan stafnya, untuk melakukan korupsi bersama-sama, asal diatur tidak boleh melebihi Rp 5 juta. Kalau sudah begitu, semua pejabat, termasuk stafnya, pasti akan berlomba-lomba untuk melakukan korupsi.
Tetapi kalau untuk menebus keputusan tersebut, Rp 5 juta jelas tidak ada apa-apanya. Dari pada repot-repot mengkaji tindakan korupsi yang hanya Rp 5 juta, lebih baik langsung saja dibebaskan. Toh itu uang negara, bukan uang pribadi. Jadi, silakan saja korupsi, asal jangan lebih dari Rp 5 juta tersebut.
Untuk tataran desa, uang sebesar Rp 5 juta sangatlah besar. Jumlah ADD yang diterima saja, kadang hanya Rp 20 juta saja untuk satu tahun. Kalau dikorupsi Rp 5 juta, tinggal 15 juta. Kalau mau digunakan untuk membangun, hanya bisa untuk membangun satu kegiatan kecil saja. Bahkan mungkin tidak cukup sama sekali untuk membanun satu proyek sekali pun.
Kalau sudah begini, langkah-langkah yang dilakukan masyarakat, termasuk masyarakat desa untuk memberantas korupsi hanya akan sia-sia saja. Karena langkah itu hanya cukp diputus bebas saja oleh para hakim MA tersebut. Ala MA...k!! (*)
Komentar
Posting Komentar