Bangsa Bermental Tempe

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang bermental tempe. Istilah itu sering diungkapkan jika Indonesia, selalu kalah atau lebih rendah dari negara lain dalam setap perlombaan atau pertandingan antar negara. Bermental tempe itu dianggap sebagai bangsa yang lemah, tidak mampu mengimbangi negara lain yang lebih hebat. Tempe dianggap sebagai makanan kampung, murahan, tidak bergizi dan stereotif negatif lainnya.
Entah siapa yang memulai menyebut bangsa Indonesia itu bermental tempe. Tapi yang jelas, tempe merupakan makanan khas Indonesia, yang harganya murah dan banyak mengandung gizi, protein nabati. Selain itu, tempe juga merupakan makanan yang sehat, tak mengandung kolesterol yang menyebabkan penyakit jantung dan stroke. Tempe, juga selalu ada dalam setiap hidangan. Tidak seperti daging, yang kebanyakan dikonsumsi oleh bangsa-bangsa Eropa dan Amerika, yang dianggap lebih maju daripada Indonesia. Mungkin istilah bangsa bermental tempe ini berasal dari situ.
Sampai-sampai, orang Indonesia yang bepergian ke luar negeri, selalu mencari menu Indonesia, yang ada menu tempenya. Bahkan jamaah haji asal Indonesia, pasti mencari tempe saat berada di Makah maupun Madinah. Itu menunjukkan bahwa tempe tidak bisa dilepaskan dari kuliner orang Indonesia, di mana pun dan kapan pun. Kalau merujuk pada fakta ini, memang tidak salah jika ada ungkapan bahwa bangsa Indonesia itu memang bermental tempe. Karena tidak bisa dilepaskan dari menu tempe setiap harinya.
Kalau mengacu pada nilai kandungan gizi yang ada di dalam tempe, maka sebenarnya tempe tidak kalah dengan kandungan gizi yang ada di dalam daging. Bahkan, tempe lebih sehat dan lebih aman untuk dikonsumsi oleh semua umur, karena tidak ada pantangan bagi orang untuk makan tempe. Tidak seperti daging, yang banyak menjadi pantangan bagi banyak orang, khususnya yang sudah diidentifikasi mengidap kolesterol tinggi. Jadi, kalau ada yang mengungkapkan bahwa bangsa Indonesia, bangsa yang bermental tempe, jangan marah. Malah harus bangga, karena tempe yang menjadi makanan khas Indonesia itu sudah mendunia. Sampai-sampai Malaysia saja mau mengklaimnya sebagai makanan asli negaranya.
Saat ini, harga kedelai, sebagai bahan pembuat tempe melonjak tajam. Lantaran saat ini, kedelai sebagian besar masih diimpor dari luar. Upaya pemerintah untuk swasembada kedelai, hingga saat ini belum berhasil. Akibatnya saat ini, harga kedelai di pasaran mengalami kenaikan yang signifikan. Sehingga berimbas pada perajin tempe, yang kesulitan untuk menentukan harga jual tempe kepada pelanggannya. Kalau selama ini satu iris potong tempe, yang biasanya di bawah Rp 500, sekarang sudah lebih dari Rp 1000. Bahkan di Jakarta, sudah ada boikot dari perajin tempe untuk memproduksinya. Dikarenakan harga kedelainya yang terus mengalami kenaikan.
Kalau sudah begini, tempe bukan lagi barang yang berharga murah. Label tempe sebagai makanan murah, harus diubah. Bahkan di Jakarta saja, sepotong tempe harganya sudah sama dengan sepotong daging ayam. Coba bayangkan?! Padahal tempe selama ini adalah makanan yang selalu dihidangkan, khususnya bagi warga yang kurang mampu. Tidak ada daging, tempe tetap menjadi menu utama setiap kali makan, baik pagi, siang, maupun malam.
Lantas kalau begini, bagaimana dengan nasib orang-orang kecil, yang setiap hari bergelut dengan tempe? Apakah mereka masih mampu membeli tempe? Atau terpaksa makan tanpa lauk sama sekali, cukup terasi dan garam saja. Kalau sudah begini, rakyat hanya bisa menagih janji pemerintah. Kapan Indonesia bisa swasembada kedelai, hingga tempe pun tetap menjadi makanan yang murah dan menjadi hidangan utama bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
Maka, sekarang ini, jika anda mengumpat atas kekalahan Indonesia oleh negara lain, bahwa Indonesia adalah bangsa bermental tempe, tidak usah kecil hati. Tapi justru harus berbesar hati. Bahwa bangsa Indonesia memang benar-benar bangsa yang bermental tempe. (*)

Komentar

Postingan Populer