Kartini dan Sanggul
Setiap tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini. Kartini adalah salah satu tokoh perempuan Indonesia, yang dianggap berhasil mendobrak sistem patriakri di Indonesia. Dengan bukunya Habis Gelap Terbitlah Terang, telah banyak memberikan inspirasi kepada kaum perempuan Indonesia.
Dalam pelaksanaannya sekarang ini, Hari Kartini cenderung pada seremonial belaka. Ibu-ibu banyak yang berpakaian kebaya dengan sanggulnya di kepala. Begitu pula dengan kaum remaja putrinya, mulai dari anak-anak TK hingga SMA. Semuanya sama, memperingati Hari Kartini dengan seremonial belaka, kebaya dan sanggul. Budaya itu tidak pernah ketinggalan dalam setiap peringatan Hari Kartini, yang pada tahun ini peringatan yang ke-133.
Sehingga menjelang peringaan Hari Kartini, selalu saja salon-salon ramai diserbu kaum ibu dan remaja putri yang akan memperingati Hari Kartini. Begitu pula dengan persewaan sanggul maupun pakaian kebaya. Istri para pejabat pun tidak mau ketinggalan, mereka menggelar beragam kegiatan yang semuanya dilakukan kaum ibu. Mulai dari lomba memasak, merangkai bunga dan lainnya. Bahkan pemerintah sendiri, ada yang menggelar upacara bendera dengan petugasnya kaum perempuan semua.
Fenomena semacam ini tidak salah. Karena memang budaya Indonesia, dalam memperingati Hari Kartini masih sebatas pada penghormatan budaya seorang Kartini, sebagai sosok kaum perempuan. Belum pada cara pikir dan gerakan yang dilakukan Kartini saat itu. Sehingga seolah-olah dalam setiap peringatan Hari Kartini, pasti ada sanggul di belakangnya. Seolah-olah peringatan Hari Kartini sama dengan hari memakai sanggul.
Sebenarnya banyak hal yang bisa diambil dari peringatan Hari Kartini ini. Sikap perlawanan terhadap tananan yang membelenggu kaum perempuan, keinginannya untuk mendapat pendidikan yang layak, dan juga keterbukaannya terhadap apa yang dirasakan sebagai seorang perempuan. Beberapa hal itu bisa menjadi inspirasi kaum perempuan Indonesia saat ini.
Perlawanan bukan berarti melawan kodrat atau melawan kaum pria, tetapi perlawanan terhadap tatanan yang salah, tidak sesuai dengan kesetaraan gender atau pun pengekangan terhadap hak-hak kaum perempuan. Dalam bidang pendidikan, kaum perempuan juga mempunyai hak yang sama dengan kaum pria. Bahkan saat ini, banyak kaum perempuan yang memiliki prestasi yang luar biasa. Di sekolah-sekolah saja, banyak ketua Osis yang dijabat pelajar putri, termasuk ketua kelas. Nilai tertinggi ujian nasional, banyak diraih oleh pelajar putri juga.
Perempuan juga sudah bisa berkiprah di publik, mulai dari menjadi kepala desa, anggota DPRD hingga menjadi bupati, gubernur maupun presiden. Begitu pula dengan pekerjaan lain, yang bisa dilakukan kaum perempuan.
Kodrat perempuan sebagai orang yang melahirkan, menyusui anak-anaknya tidak bisa dilepaskan. Namun bagi kaum pria, yang menjadi suami perempuan tersebut juga bisa berkiprah di dalamnya. Mulai dari hal-hal sepele, seperti mencuci popoknya atau membuatkan susu dan sebagainya. Di sini, tentu kaum pria mengejawantahkan makna dari peringatan Hari Kartini.
Yang jelas, dengan peringatan Hari Kartini ke-133 ini, maknanya akan lebih berarti bagi kaum perempuan. Tidak hanya sekedar memakai sanggul dan kebaya saja, tetapi lebih dari itu. Yakni mampu menjadi perempuan sejati, dengan kemampuan yang dimiliki dan kekuatannya. Perempuan sejati adalah perempuan yang tetap pada kodratnya sebagai perempuan, tetapi juga mampu menjalani kehidupan secara berimbang di tengah-tengah kehidupan kaum pria.
Dari Hari Kartini ini, akan muncul sosok-sosok yang berjiwa Kartini untuk membangun keluarga, lingkungannya dan juga negaranya. (*)
Dalam pelaksanaannya sekarang ini, Hari Kartini cenderung pada seremonial belaka. Ibu-ibu banyak yang berpakaian kebaya dengan sanggulnya di kepala. Begitu pula dengan kaum remaja putrinya, mulai dari anak-anak TK hingga SMA. Semuanya sama, memperingati Hari Kartini dengan seremonial belaka, kebaya dan sanggul. Budaya itu tidak pernah ketinggalan dalam setiap peringatan Hari Kartini, yang pada tahun ini peringatan yang ke-133.
Sehingga menjelang peringaan Hari Kartini, selalu saja salon-salon ramai diserbu kaum ibu dan remaja putri yang akan memperingati Hari Kartini. Begitu pula dengan persewaan sanggul maupun pakaian kebaya. Istri para pejabat pun tidak mau ketinggalan, mereka menggelar beragam kegiatan yang semuanya dilakukan kaum ibu. Mulai dari lomba memasak, merangkai bunga dan lainnya. Bahkan pemerintah sendiri, ada yang menggelar upacara bendera dengan petugasnya kaum perempuan semua.
Fenomena semacam ini tidak salah. Karena memang budaya Indonesia, dalam memperingati Hari Kartini masih sebatas pada penghormatan budaya seorang Kartini, sebagai sosok kaum perempuan. Belum pada cara pikir dan gerakan yang dilakukan Kartini saat itu. Sehingga seolah-olah dalam setiap peringatan Hari Kartini, pasti ada sanggul di belakangnya. Seolah-olah peringatan Hari Kartini sama dengan hari memakai sanggul.
Sebenarnya banyak hal yang bisa diambil dari peringatan Hari Kartini ini. Sikap perlawanan terhadap tananan yang membelenggu kaum perempuan, keinginannya untuk mendapat pendidikan yang layak, dan juga keterbukaannya terhadap apa yang dirasakan sebagai seorang perempuan. Beberapa hal itu bisa menjadi inspirasi kaum perempuan Indonesia saat ini.
Perlawanan bukan berarti melawan kodrat atau melawan kaum pria, tetapi perlawanan terhadap tatanan yang salah, tidak sesuai dengan kesetaraan gender atau pun pengekangan terhadap hak-hak kaum perempuan. Dalam bidang pendidikan, kaum perempuan juga mempunyai hak yang sama dengan kaum pria. Bahkan saat ini, banyak kaum perempuan yang memiliki prestasi yang luar biasa. Di sekolah-sekolah saja, banyak ketua Osis yang dijabat pelajar putri, termasuk ketua kelas. Nilai tertinggi ujian nasional, banyak diraih oleh pelajar putri juga.
Perempuan juga sudah bisa berkiprah di publik, mulai dari menjadi kepala desa, anggota DPRD hingga menjadi bupati, gubernur maupun presiden. Begitu pula dengan pekerjaan lain, yang bisa dilakukan kaum perempuan.
Kodrat perempuan sebagai orang yang melahirkan, menyusui anak-anaknya tidak bisa dilepaskan. Namun bagi kaum pria, yang menjadi suami perempuan tersebut juga bisa berkiprah di dalamnya. Mulai dari hal-hal sepele, seperti mencuci popoknya atau membuatkan susu dan sebagainya. Di sini, tentu kaum pria mengejawantahkan makna dari peringatan Hari Kartini.
Yang jelas, dengan peringatan Hari Kartini ke-133 ini, maknanya akan lebih berarti bagi kaum perempuan. Tidak hanya sekedar memakai sanggul dan kebaya saja, tetapi lebih dari itu. Yakni mampu menjadi perempuan sejati, dengan kemampuan yang dimiliki dan kekuatannya. Perempuan sejati adalah perempuan yang tetap pada kodratnya sebagai perempuan, tetapi juga mampu menjalani kehidupan secara berimbang di tengah-tengah kehidupan kaum pria.
Dari Hari Kartini ini, akan muncul sosok-sosok yang berjiwa Kartini untuk membangun keluarga, lingkungannya dan juga negaranya. (*)
Komentar
Posting Komentar