Pancasila Sakti

Ketika masih SD, sering kita diminta oleh guru untuk menghafal sila-sila Pancasila. Lima sila itu tentu tak hanya dihafalkan saja, tapi bagaimana sila-sila itu bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila ini melandasi bahwa kehidupan rakyat Indonesia ini harus selalu dijiwai dengan Ketuhanan. Apa pun agamanya, pasti punya Tuhan sebagai sesembahan. Karena dari Tuhan, umat manusia mendapatkan ajaran kehidupan yang baik. Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, mengajarkan kepada kita, bahwa sebagai manusia ahrus bisa adil dan beradab di antara sesama. Ini bisa dilakukan, jika sila pertama dari Pancasila ini berhasil dilakukan dengan baik. Sila ketiga, Persatuan Indonesia, menjadi dasar bagi terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang dilandasi dengan semangat Ketuhanan dan kemanusiaan. Lantas sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat permusyawaratan/perwakilan menjabarkan bahwa NKRI yang dibentuk berdasarkan semangat Ketuhanan dan kemanusiaan itu, harus ditujukan untuk rakyat yang dipimpin oleh para pemimpin yang memiliki hikmah dan juga selalu melakukan musyawarah dalam setiap pengambilan keputusan. Dengan kata lain, sistem demokrasi ini melandasi sistem politik yang terjadi di Indonesia, yakni dengan ditentukkannya sistem permusyawaratan dan perwakilan. Kemudian sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahwa seluruh rakyat berhak mendapatkan keadilan dari negara, bukan hanya adil dari segi pemberlakuaan hak-haknya, juga adil dalam perilaku sosial. Pengertian lima sila yang ada dalam Pancasila ini terangkum secara ringkas dalam butir-butir Pancasila yang berjumlah 36, yang melingkupi lima sila tersebut. Pancasila yang digagas para pendiri bangsa ini, sudah bersifat final. Final, karena selain sudah menjadi kesepakan para pendiri bangsa, juga bisa diterima semua pihak. Seperti diketahui, Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau ini, memiliki adat istiadat dan budaya yang berbeda-beda, termasuk dalam perbedaan agama. Keberagaman tersebut telah terwadahi semua dalam Pancasila, melalui 36 butir yang ada. Ketika ada upaya kelompok tertentu yang menginginkan mengubah Pancasila dari dasar negara, mereka berarti telah keluar dari NKRI. Keluar dari kesepakatan bersama sebagai sebuah bangsa yang beragam. Mereka yang mencoba menggantinya dengan kekerasan maupun dengan pemberontakan, adalah musuh negara dan musuh seluruh rakyat Indonesia yang setia terhadap Pancasila. Begitu pula dengan mereka, yang tak mampu mengamalkan sila-sila dari Pancasila ini dengan benar. Bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan berarti dipaksakan dalam satu agama tertentu, tetapi menjadi hak setiap warga untuk beragama yang berketuhanan. Mereka yang suka dengan kekerasan, tak memilki peri kemanusiaan dan tak beradab, apalagi adil. Dan sebagai sebuah bangsa, maka Persatuan Indonesia ini menjadi segala-galanya, NKRI adalah harga mati. Begitu pula dengan keadilan sosial, yang harus diperjuangkan seluruh elemen negara. Sehingga cita-cita sebagai bangsa, untuk sejahtera, aman dan makmur bisa terwujud. Dalam beberapa peristiwa sejarah, sering kali ada upaya untuk melawan atau pun memutus dari pada sila-sila yang ada di Pancasila. Seperti kasus Gerakan 30 September, yang dianggap sebagai momen yang membahayakan bagi keberlangsungan dan keutuhan Pancasila sebagai dasar negara. Sehingga 1 Oktober, tanggal di mana gerakan yang dianggap mau mengubah dasar negara itu pun diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Bahwa Pancasila itu sakti, bukan hanya pada saat itu saja. Tapi bagaimana agar Pancasila itu sakti sepanjang zaman. Maka menjadi kunci keberhasilannya adalah menjalankan amalan-amalan yang dikandung dalam diri Pancasila itu. Jika para pemimpin dan pejabat yang ada, tidak mengamalkan isi dari Pancasila, tak mustahil Pancasila ini tak lagi sakti. Pancasila hanya akan jadi gambar yang digantung di dinding, yang hanya menjdi hiasan ruangan saja. Yang membuat Pancasila sakti, adalah kita, warga Negara Indonesia. (*)

Komentar

Postingan Populer