Puasa Jadi Loyo?

Oleh: M Riza Pahlevi

Hari ini puasa memasuki hari kelima. Bagi yang berniat puasa karena keimanan kepada Tuhan, perjalanan puasa itu tak terasa. Bahkan mungkin terlalu cepat, karena banyak yang belum bisa diperbuat untuk kebaikan selama Ramadan. Namun di sisi lain, banyak pula yang merasakan begitu lama. Sehingga aktivitas pun menjadi terganggu.
Tak dipungkiri, berpuasa selama Ramadan memang cukup berat. Selain harus menahan rasa lapar dan haus, juga harus bisa menahan hawa nafsu, yang justru lebih berat menghadapinya. Kadang, dengan berlasan tersebut, banyak yang enggan untuk keluar dari rumah. Enak-enakan di dalam rumah saja, tidur atau cukup menonton televisi. Kan ada hadist yang menyatakan, bahwa tidur selama puasa itu berpahala. Mungkin itu yang jadi alasan bagi sebagian orang malas keluar rumah untuk beraktivitas.
Bagi seorang pegawai negeri sipil, maka kewajiban untuk melayani masayarakat adalah tugas yang harus dikerjakan. Meski dalam kondisi berpuasa, di mana tenaga dan kondisi badan yang cukup lemah. Namun bukan berarti kewajiban itu ditinggalkan dengan alasan puasa, karena badan jadi loyo.
Begitu pula dengan anggota legislatif, yang setiap saat harus menampung aspirasi konstituennya di gedung DPRD. Mereka harus siap sedia di gedung rakyat itu, baik untuk mengikuti agenda sidang internal komisi maupun agenda fraksi. Namun kenyataannya, pada awal-awal Ramadan ini banyak anggota legislatif yang mungkin lebih memilih di rumah. Dari pada harus aktif masuk kantor di gedung Dewan, sementara agenda tidak jelas.
Khusnudzon saja, mungkin mereka menemui konstituennya di rumah sendiri. Toh, mereka juga kan mewakili daerah pemilihannya. Jadi lebih dekat ke rumah daripada harus jauh-jauh datang ke gedung Dewan. Sehingga gedung dewan pun terlihat sepi dari aktivitas anggota legislatif yang terhormat itu. Bahkan agenda resmi seperti rapat paripurna, yang harus dijalankan sesuai dengan quorum pun kadang nyaris tak terpenuhi. Sejumlah pimpinan fraksi kadang sampai harus menelpon koleganya untuk datang ke gedung dewan untuk mengikuti paripurna, agar paripurna bisa memenuhi quorum. Karena jika tidak quorum, rapat paripurna itu bisa batal digelar.
Kalau sudah begitu, yang rugi siapa? Rakyat pasti jelas rugi, begitu juga dengan pemerintah. Karena seharusnya hari itu bisa diambil keputusan, tapi gagal karena tak memenuhi kuorum. Sehingga harus dijadwal lagi di waktu yang lain, yang juga bisa gagal kembali jika quorum. Kalau alasan sedang puasa yang dijadikan dasar, entah yang yang ngomong itu berpuasa atau tidak tidak, jelas tidak memahami hakekat berpuasa yang sesungguhnya. Atau hanya jadi alasan saja untuk tidak mau masuk ke kantor, atau memang yang bersangkutan itu memang malas.
Berpuasa memang membut badan secara fisik sedikit lemah, loyo dan sebagianya. Namun sekali lagi, jika niat awal berpuasa karena keimanan kepada Allah, maka tidak ada alasan karena berpuasa menajdikan kewajiban pekerjaan sehari-harinya menjadi lemah dan loyo. Justru dengan berpuasa, seharusnya kinerjanya meningkat. Karena selama berpuasa, segala kegiatan yang didasari dengan niat ibadah yang ikhlas, maka akan mendapat ganjaran berlipat dari Tuhan. Termasuk di sini adalah pekerjaan sehari-hari, baik bagi seorang pegawai, anggota legislatif, pedagang, maupun pekerjaan lainnya.
Ketika tidur selama berpuasa itu berpahala, maka logikanya ketika bekerja yang menajdi kewajibannya, baik kepada lembaga yang menaunginya maupun demi keluarga, maka akan mendapat pahala lebih banyak lagi. Jadi, tidak ada alasan yang menajdikan puasa itu sebagai halangan untuk bekerja. Seorang tukang becak saja, di tengah cuaca yang panas, yang memiliki keimanan yang kuat, tetap berpuasa sambil menggenjot becak. Meski tidak semaksimal saat tidak berpuasa. Namun bagi yang percaya bahwa Ramadan adalah bulan yang penuh berkah, maka hasil yang didapat pun akan berlipat. Jadi, tetap bersemangat selama puasa. (*)

Komentar

Postingan Populer