Hidup dari Lingkungan
Oleh: M Riza Pahlevi
Menteri Lingkungan Hidup Prof Dr Gusti Muhammad Hatta MS Sabtu kemarin berkunjung ke Brebes. Kunjungan menteri itu dalam rangka penanaman 80 ribu mangrove di pesisir Kabupaten Brebes. Dari data di Kementerian Lingkungan Hidup, katanya ada 9,36 juta hektar hutan mangrove di Indonesia, sekitar 71 persennya rusak. Rinciannya, sekitar 4,51 juta hektar (48 persen) dalam kondisi rusak sedang, sedangkan 2,15 juta hektar lainnya (23 persen) rusak berat. Termasuk di Kabupaten Brebes, yang luas hutan mangrovenya mencapai 3.824 hektar. Sedangkan yang masih ada mencapai 1.042 hektar, sisanya rusak.
Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Betapa tidak, wilayah Pantura, khususnya di Kabupaten Brebes yang dikenal dengan tanah timbulnya, kini disibukkan dengan abrasi dan juga kerusakan hutan mangrovenya. Jarak antara pantai dengan tambak milik warga, sekarang ini tak ada pembatasnya sama sekali. Tidak ada lagi hutan mangrove, yang membatasi bibir pantai dengan tambak. Itu yang jelas terlihat, saat kita berlibur ke pantai. Bahkan di beberapa bagian, seperti di Kaliwlingi dan Sawojajar, jarak antara pantai dengan tambak sudah tak terlihat. Itu karena abrasi yang terjadi di daerah tersebut terus terjadi. Sudah sulit membedakan mana laut dan mana yang masih berupa tambak.
Sabuk hijau yang dulu digagas dengan peraturan daerah, tak berbekas sama sekali. Jarak minimal bibir pantai dengan tambak milik warga, yang seharusnya 200 meter, tak pernah ditemukan. Bahkan kabarnya, pantai-pantai yang banyak menghasilkan tanah timbul sudah dikapling dan diperjualbelikan oknum tertentu. Jika di beberapa tempat ada kapling tanah yang siap bangun, maka di kawasan Pantura ada kapling laut siap jadi tambak. Namun selama ini, tambak yang dulunya adalah laut yang dikapling, ada yang kembali terkena abrasi. Namun tidak sedikit tanah yang benar-benar tambak, sejak puluhan tahun lalu, juga hilang ditelan laut.
Kondisi itu tidak lepas dari perilaku masyarakat itu sendiri, yang masih belum sadar arti pentingnya lingkungan hidup. padahal mereka bisa hidup dari lingkungan yang aman. Lingkungan yang aman, adalah lingkungan yang memberikan kehidupan bagi semua, bukan hanya kepada manusianya saja, tapi juga bagi ekosistem sekitarnya. Dan salah satunya adalah membiarkan mangrove itu tumbuh subur. Yang terjadi sekarang ini, sebagian warga bukannya membiarkan atau menanam mangrove, tapi justru merusaknya. Sengaja atau tak sengaja, perilaku dengan menebang mangrove adalah perilaku yang merusak. Alasan ekonomi yang sering jadi alasan, jangan lagi jadi alasan.
Itu perilaku sebagian warga. Namun ada juga perilaku sejumlah perusahaan yang juga turut merusak hutan mangrove. Selain mencemari lingkungan, ada juga yang dengan sengaja merusak mangrove dengan alasan proyek pembangunan, seperti pelebaran atau pun normalisasi sungai. Di mana setelah proyek itu, mangrove yang dirusak, dibiarkan rusak, tanpa melakukan rehabilitasi. Dengan alasan proyek itu tidak menganggarkan rehabilitasi mangrove yang menghalangi proses normalisasi.
Selama ini, pemerintah dalam mengatasi abrasi melakukannya dengan instan. Yakni dengan membuat pemecah gelombang di beberapa titik. Namun langkah itu justru merusak di titik yang lain. Sama saja bohong. Sementara langkah nyata, berupa rehabilitasi mangrove dan membuat sabuk hijau di sepanjang pantai, sepertinya bukan prioritas pemerintah. Gerakan sabuk hijau, hanya sebatas di atas kertas.
Langkah yang dilakukan Menteri Lingkungan Hidup, dengan menanam 80 ribu bibit mangrove, hendaknya bukan hanya sebatas seremonial belaka. Jumlah yang ditanam hendaknya benar-benar mencapai 80 ribu, bukan 80 batang saja. Tidak seperti semboyan yang selama ini, tanam seribu pohon, padahal yang ditanam paling hanya 100 pohon. Itu pun tidak semuanya hidup.
Kini, setelah ancaman kerusakan lingkungan di depan mata, kita hanya bisa berteriak dan minta bantuan pemerintah. Pemerintah diminta untuk tanggap. Itu menunjukkan bahwa kita hidup dari lingkungan. Lingkungan yang memberi kita kehidupan. Sudah saatnya juga, kita memberikan kehidupan pada lingkungan. (*)
Menteri Lingkungan Hidup Prof Dr Gusti Muhammad Hatta MS Sabtu kemarin berkunjung ke Brebes. Kunjungan menteri itu dalam rangka penanaman 80 ribu mangrove di pesisir Kabupaten Brebes. Dari data di Kementerian Lingkungan Hidup, katanya ada 9,36 juta hektar hutan mangrove di Indonesia, sekitar 71 persennya rusak. Rinciannya, sekitar 4,51 juta hektar (48 persen) dalam kondisi rusak sedang, sedangkan 2,15 juta hektar lainnya (23 persen) rusak berat. Termasuk di Kabupaten Brebes, yang luas hutan mangrovenya mencapai 3.824 hektar. Sedangkan yang masih ada mencapai 1.042 hektar, sisanya rusak.
Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Betapa tidak, wilayah Pantura, khususnya di Kabupaten Brebes yang dikenal dengan tanah timbulnya, kini disibukkan dengan abrasi dan juga kerusakan hutan mangrovenya. Jarak antara pantai dengan tambak milik warga, sekarang ini tak ada pembatasnya sama sekali. Tidak ada lagi hutan mangrove, yang membatasi bibir pantai dengan tambak. Itu yang jelas terlihat, saat kita berlibur ke pantai. Bahkan di beberapa bagian, seperti di Kaliwlingi dan Sawojajar, jarak antara pantai dengan tambak sudah tak terlihat. Itu karena abrasi yang terjadi di daerah tersebut terus terjadi. Sudah sulit membedakan mana laut dan mana yang masih berupa tambak.
Sabuk hijau yang dulu digagas dengan peraturan daerah, tak berbekas sama sekali. Jarak minimal bibir pantai dengan tambak milik warga, yang seharusnya 200 meter, tak pernah ditemukan. Bahkan kabarnya, pantai-pantai yang banyak menghasilkan tanah timbul sudah dikapling dan diperjualbelikan oknum tertentu. Jika di beberapa tempat ada kapling tanah yang siap bangun, maka di kawasan Pantura ada kapling laut siap jadi tambak. Namun selama ini, tambak yang dulunya adalah laut yang dikapling, ada yang kembali terkena abrasi. Namun tidak sedikit tanah yang benar-benar tambak, sejak puluhan tahun lalu, juga hilang ditelan laut.
Kondisi itu tidak lepas dari perilaku masyarakat itu sendiri, yang masih belum sadar arti pentingnya lingkungan hidup. padahal mereka bisa hidup dari lingkungan yang aman. Lingkungan yang aman, adalah lingkungan yang memberikan kehidupan bagi semua, bukan hanya kepada manusianya saja, tapi juga bagi ekosistem sekitarnya. Dan salah satunya adalah membiarkan mangrove itu tumbuh subur. Yang terjadi sekarang ini, sebagian warga bukannya membiarkan atau menanam mangrove, tapi justru merusaknya. Sengaja atau tak sengaja, perilaku dengan menebang mangrove adalah perilaku yang merusak. Alasan ekonomi yang sering jadi alasan, jangan lagi jadi alasan.
Itu perilaku sebagian warga. Namun ada juga perilaku sejumlah perusahaan yang juga turut merusak hutan mangrove. Selain mencemari lingkungan, ada juga yang dengan sengaja merusak mangrove dengan alasan proyek pembangunan, seperti pelebaran atau pun normalisasi sungai. Di mana setelah proyek itu, mangrove yang dirusak, dibiarkan rusak, tanpa melakukan rehabilitasi. Dengan alasan proyek itu tidak menganggarkan rehabilitasi mangrove yang menghalangi proses normalisasi.
Selama ini, pemerintah dalam mengatasi abrasi melakukannya dengan instan. Yakni dengan membuat pemecah gelombang di beberapa titik. Namun langkah itu justru merusak di titik yang lain. Sama saja bohong. Sementara langkah nyata, berupa rehabilitasi mangrove dan membuat sabuk hijau di sepanjang pantai, sepertinya bukan prioritas pemerintah. Gerakan sabuk hijau, hanya sebatas di atas kertas.
Langkah yang dilakukan Menteri Lingkungan Hidup, dengan menanam 80 ribu bibit mangrove, hendaknya bukan hanya sebatas seremonial belaka. Jumlah yang ditanam hendaknya benar-benar mencapai 80 ribu, bukan 80 batang saja. Tidak seperti semboyan yang selama ini, tanam seribu pohon, padahal yang ditanam paling hanya 100 pohon. Itu pun tidak semuanya hidup.
Kini, setelah ancaman kerusakan lingkungan di depan mata, kita hanya bisa berteriak dan minta bantuan pemerintah. Pemerintah diminta untuk tanggap. Itu menunjukkan bahwa kita hidup dari lingkungan. Lingkungan yang memberi kita kehidupan. Sudah saatnya juga, kita memberikan kehidupan pada lingkungan. (*)
Komentar
Posting Komentar