Menanti Pantura Lancar
Oleh: M Riza Pahlevi
Selama kurang lebih tiga bulan, jalur Pantura Brebes dilanda kemacetan. Kemacetan yang luar biasa, karena kemacetan itu terjadi hampir sepanjang hari, baik dari arah barat maupun dari arah timur. Kemacetan juga terjadi di jalur alternatif, atau jalur tengah. Kecamaten itu bukan karena ada demo maupun adanya aksi massa yang besar di Pantura. Tapi karena ada perbaikan jalan dan jembatan. Lha, kok?
Jalan berlubang dan jembatan yang sudah tua, memang harus diperbaiki secepatnya. Sebelumnya semuanya hancur dan menimbulkan korban jiwa yang banyak. Hingga akhirnya pemerintah pun mengambil kebijakan untuk memperbaiki jalan dan jembatan yang rusak tersebut. Jangka waktu perbaikan itu pun dipatok selama 3-4 bulan, sesuai dengan kontrak yang dibuat rekanan dan pemerintah.
Pekerjaan yang baik dan sesuai dengan bestek, adalah harapan setiap warga yang telah membayar pajak dengan taat. Karena proyek-proyek pembangunan itu dibiayai dari pajak yang dibayar rakyat. Sehingga proyek yang berbiaya mahal itu pun bisa bertahan selama puluhan tahun, bukan hanya satu atau dua tahun lalu rusak lagi. Kemudian dibangun lagi dengan biaya yang mahal, tambal sulam. Rakyat yang harus bayar pajak, hanya bisa mengeluh, kenapa jalan cepat rusak.
Dalam pembangunan jalan dan jembatan di Kabupaten Brebes, mudah-mudahan saja pemborong proyeknya bekerja sesuai dengan isi kontrak dan sesuai dengan bestek. Sehingga kualitasnya bagus dan bertahan cukup lama. Namun ada satu hal yang paling diinginkan, yakni cepat rampung!
Yah, cepat rampung. Karena selama selama tiga bulan ini, warga dilanda stress yang luar biasa, kemacetan sepanjang hari. Korban kecelakaan akibat kemacetan itu pun cukup banyak, baik yang tewas di lokasi kejadian maupun yang luka-luka. Namun sepertinya, entah sengaja atau pura-pura, tidak pernah mau mengerti apa yang diinginkan masayarakat, cepat rampung!
Alasan material jembatan yang datang terlambat, selalu menjadi alasan. Pekerjaan yang mestinya bisa dipercepat, dengan bekerja lembur dan memperbanyak pekerja, tidak direspon. Sejumlah anggota Dewan pun berteriak masalah ini, namun tetap saja tidak digubris. Bupati, kapolres dan sejumlah pejabat di Kabupaten Brebes pun juga mengeluh, termasuk Wakil Menteri PU yang sempat melakukan inspeksi mendadak di jalur Pantura Brebes. Semua masalahnya hanya satu, macet.
Kini, setelah tiga bulan berjalan, apakah pemborong yang tak pernah menampakkan batang hidungnya di lokasi ini akan menepati janjinya, membuat jalur Pantura lancar lagi? Ataukah akan membuat alasan lagi, bahwa kontrak belum selesai dan sebagainya? Akan membuat rakyat gembira dan senang, hilang dari rasa stress tiap hari ataukah akan membuat rakyat kembali marah.
Bukan hanya 10 atau 11 orang saja yang datang ke lokasi jembatan untuk melakukan aksi keprihatinan, tapi mungkin bisa 1000 atau 1001 warga yang akan datang. Atau akan mengundang ratusan bus atau truk untuk parkir di lokasi jembatan, untuk memperlihatkan betapa akibat kemacetan itu kerugian yang dialami warga sangat luar biasa banyak. Atau warga akan mengumpulkan ribuan koin, untuk membuat jembatan yang baru dengan waktu yang lebih cepat? Sebagai bentuk aksi keprihatinan pemborong yang tak tak punya hati nurani.
Menjelang akhir bulan ini, akhir Juli, adalah batas yang dijanjikan pihak pemborong dengan pengguna anggaran, dalam hal ini Bina Marga. Apakah janjinya tepat atau meleset, ribuan bahkan jutaan warga Brebes dan sekitarnya, tengah menantikannya. Bukan apa-apa, tetapi warga ingin agar semuanya bisa menjadi tenang kembali, menjadi normal kembali. Kita tunggu saja besok, apakah 1 Agustus perbaikan itu akan selesai dan Pantura kembali lancar. (*)
Selama kurang lebih tiga bulan, jalur Pantura Brebes dilanda kemacetan. Kemacetan yang luar biasa, karena kemacetan itu terjadi hampir sepanjang hari, baik dari arah barat maupun dari arah timur. Kemacetan juga terjadi di jalur alternatif, atau jalur tengah. Kecamaten itu bukan karena ada demo maupun adanya aksi massa yang besar di Pantura. Tapi karena ada perbaikan jalan dan jembatan. Lha, kok?
Jalan berlubang dan jembatan yang sudah tua, memang harus diperbaiki secepatnya. Sebelumnya semuanya hancur dan menimbulkan korban jiwa yang banyak. Hingga akhirnya pemerintah pun mengambil kebijakan untuk memperbaiki jalan dan jembatan yang rusak tersebut. Jangka waktu perbaikan itu pun dipatok selama 3-4 bulan, sesuai dengan kontrak yang dibuat rekanan dan pemerintah.
Pekerjaan yang baik dan sesuai dengan bestek, adalah harapan setiap warga yang telah membayar pajak dengan taat. Karena proyek-proyek pembangunan itu dibiayai dari pajak yang dibayar rakyat. Sehingga proyek yang berbiaya mahal itu pun bisa bertahan selama puluhan tahun, bukan hanya satu atau dua tahun lalu rusak lagi. Kemudian dibangun lagi dengan biaya yang mahal, tambal sulam. Rakyat yang harus bayar pajak, hanya bisa mengeluh, kenapa jalan cepat rusak.
Dalam pembangunan jalan dan jembatan di Kabupaten Brebes, mudah-mudahan saja pemborong proyeknya bekerja sesuai dengan isi kontrak dan sesuai dengan bestek. Sehingga kualitasnya bagus dan bertahan cukup lama. Namun ada satu hal yang paling diinginkan, yakni cepat rampung!
Yah, cepat rampung. Karena selama selama tiga bulan ini, warga dilanda stress yang luar biasa, kemacetan sepanjang hari. Korban kecelakaan akibat kemacetan itu pun cukup banyak, baik yang tewas di lokasi kejadian maupun yang luka-luka. Namun sepertinya, entah sengaja atau pura-pura, tidak pernah mau mengerti apa yang diinginkan masayarakat, cepat rampung!
Alasan material jembatan yang datang terlambat, selalu menjadi alasan. Pekerjaan yang mestinya bisa dipercepat, dengan bekerja lembur dan memperbanyak pekerja, tidak direspon. Sejumlah anggota Dewan pun berteriak masalah ini, namun tetap saja tidak digubris. Bupati, kapolres dan sejumlah pejabat di Kabupaten Brebes pun juga mengeluh, termasuk Wakil Menteri PU yang sempat melakukan inspeksi mendadak di jalur Pantura Brebes. Semua masalahnya hanya satu, macet.
Kini, setelah tiga bulan berjalan, apakah pemborong yang tak pernah menampakkan batang hidungnya di lokasi ini akan menepati janjinya, membuat jalur Pantura lancar lagi? Ataukah akan membuat alasan lagi, bahwa kontrak belum selesai dan sebagainya? Akan membuat rakyat gembira dan senang, hilang dari rasa stress tiap hari ataukah akan membuat rakyat kembali marah.
Bukan hanya 10 atau 11 orang saja yang datang ke lokasi jembatan untuk melakukan aksi keprihatinan, tapi mungkin bisa 1000 atau 1001 warga yang akan datang. Atau akan mengundang ratusan bus atau truk untuk parkir di lokasi jembatan, untuk memperlihatkan betapa akibat kemacetan itu kerugian yang dialami warga sangat luar biasa banyak. Atau warga akan mengumpulkan ribuan koin, untuk membuat jembatan yang baru dengan waktu yang lebih cepat? Sebagai bentuk aksi keprihatinan pemborong yang tak tak punya hati nurani.
Menjelang akhir bulan ini, akhir Juli, adalah batas yang dijanjikan pihak pemborong dengan pengguna anggaran, dalam hal ini Bina Marga. Apakah janjinya tepat atau meleset, ribuan bahkan jutaan warga Brebes dan sekitarnya, tengah menantikannya. Bukan apa-apa, tetapi warga ingin agar semuanya bisa menjadi tenang kembali, menjadi normal kembali. Kita tunggu saja besok, apakah 1 Agustus perbaikan itu akan selesai dan Pantura kembali lancar. (*)
Komentar
Posting Komentar