Menggagas Wisata Baca

Oleh: M Riza Pahlevi

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional sejak tahun 2010 telah mengeluarkan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diperuntukan untuk pembangunan gedung perpustakaan di sekolah dasar. Langkah ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan minat baca di kalangan pelajar. Seperti diketahui, minat baca penduduk Indonesia saat ini masih 0,9 halaman perhari. Artinya, rata-rata penduduk Indonesia dalam satu hari hanya membaca 0,9 halaman saja.
Langkah yang dilakukan Kemendiknas tersebut patut mendapat apresiasi, karena pendidikan bukan hanya sekedar membangun gedung saja, tetapi lebih penting lagi adalah pembelajarannya, khususnya membaca. Dalam agama islam saja, perintah membaca menjadi perintah yang pertama yang diberikan kepada utusan-Nya, Muhammad. Sehingga tak heran, jika Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim digerakkan kembali untuk membaca.
Kini, setelah ada kebijakan pembangunan perpustakaan, tinggal menindaklanjutinya dengan menambah koleksi buku-buku bacaannya. Setiap sekolah berhak menentukan sendiri, mana saja buku yang akan dibeli, baik dari DAK maupun BOS. Karena sumber bacaan di tiap-tiap sekolah berbeda kebutuhannya, baik antar desa maupun di kota. Apa yang dibutuhkan perpusatakaan sekolah di desa, mungkin berbeda dengan perpustakaan sekolah di kota. Sehingga tidak bisa disamaratakan atau dipaksa membeli buku yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
Keberadaan perpustakaan memang sangat penting. Selain sebagai pengisi waktu senggang pelajar, perpustakaan dengan buku-bukunya merupakan jendela dunia, jendela untuk membuka cakrawala. Buku-buku yang dibutuhkan pembaca, bisa disajikan dengan maksimal. Tentunya, juga dengan sarana dan fasilitas yang memadai di dalam perpustakaan tersebut.
Dengan keberadaan perpustakaan yang banyak, dengan koleksi yang beragam, tentunya akan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat, khususnya pelajar. Di mana gerakan membaca akan semakin tumbuh dan berkembang, seiring dengan kebutuhan pelajar yang bersangkutan. Siswa tidak hanya terpaku pada salah satu perpustakaan saja, tapi juga bisa mengunjungi perpustakaan lain. Berwisata untuk membaca.
Wisata baca ini, walau masih sebatas gagasan, sangat mungkin diwujudkan. Di mana perpustakaan, yang menjadi pusat dan gudang ilmu mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada para pengunjungnya. Di mana para pengunjung, tidak hanya pelajar saja, tapi juga masyarakat umum akan kerasan dan betah di dalam perpustakaan. Sehingga suatu saat dia akan kembali datang untuk membaca lagi di perpustakaan tersebut.
Menggagas wisata baca ini, bisa diwujudkan dengan menjadikan perpustakaan di tingkat kabupaten atau kota, menjadi perpustakaan yang memadai. Di mana terdapat banyak koleksi, yang terbaru maupun terpopuler. menyajikan buku-buku yang langka, maupun buku yang paling banyak diburu.
Penyelenggara perpustakaan bisa memulai wisata abca ini dengan menggelar sejumlah even yang menarik, yang berkaitan dengan baca-membaca. Seperti lomba membaca atau membuat puisi, mengarang cerita pendek, membuat artikel ilmiah dan pelatihan-pelatihan penulisan. kegiatan-kegiatan ini tidak banyak membutuhkan dana, tetapi lebih banyak membutuhkan kreativitas penyelenggara perpustakaan.
Perpustakaan bukan depo arsip, yang hanya menyimpan buku dan dokumen-dokumen pemerintah saja. Tetapi perpustakaan menjadi lahan yang bisa mendatangkan kerinduan, mendatangkan imajinasi, kreativitas dan inovasi. Perpustakaan juga bukan museum, yang hanya menyimpan buku-buku kuno sebagai pajangan. Namun perpustakaan adalah tempat yang dinamis dan atraktif. Sehingga perpustakaan pun bisa menjadi tujuan wisata, wisata untuk membaca beragam ilmu, wawasan dan cakrawala dari seluruh pelosok dunia.
Berwisata, bukan hanya mengunjungi tempat-tempat wisata yang eksotik, juga bukan hanya menikmati aneka jajanan dan kuliner semata. Tetapi juga ada wisata baca, wisata untuk membuka cakrawala dunia. (*)

Komentar

Postingan Populer