Berpikir Kritis, Bukan Apatis

Oleh: M Riza Pahlevi

Berpikir kritis merupakan aktivitas yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ini penting dilakukan agar kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini berlangsung dinamis dan transparansi bisa diwujudkan penyelenggara negara. Dalam hal ini, banyak hal yang perlu dikritisi sebagai langkah evaluasi dan pengawasan terhadap berbagai aspek, terlebih kebijakan pemerintah.
Berpkir kritis ini juga bukan asal kritik, apalagi hanya sebatas ngomong. Tetapi harus berdasarkan data dan bukti, dan harus ada solusi atas persoalan yang disikapi tersebut. Sehingga pemerintah sebagai pengambil kebijakan, dalam menentukan kebijakan di masa yang akan datang akan berpikir ulang. Tidak asal kebijakan, yang sering kali tidak bijak bagi masyarakat.
Ka­lau dipahami secara men­da­lam, setiap kritik yang disam­paikan bertujuan untuk mem­bangun, kalau tidak mem­ba­ngun berarti bukan kritik. Maka dari itu setiap kritikan yang dilontarkan, sekali lagi harus sesuai dengan fakta dan data yang ada, bukan rekayasa apalagi fitnah. Kritik mempunyai sifat kritis yang perlu dikembangkan supaya obyek yang dikritisi mengalami peningkatan dan dinamika yang signifikan.
Masyarakat sendiri juga harus dikritisi, terkait dengan perilaku masyarakat itu sendiri. Bagaimana masyarakat yang bersikap apatis, tidak peduli terhadap kondisi yang terjadi di lingkungannya. Sikap apatis ini, terkadang yang menjadikan pemerintah terkesan membiarkan pembangunan yang tidak berpihak kepada rakyat. Di mana seolah-olah masyarakat setuju dan sependapat dengan kebijakan yang diambil pemerintah. Padahal jika ditelusuri, bisa saja masyarakat dirugikan akibat kebijakan tersebut. Itulah pentingnya masyarakat untuk bersikap kritis, tidak apatis.
Untuk bisa berpikir kritis, dibutuhkan kejelian dan keseriusan. Bukan hanya sekedar basa-basi, atau hanya sekedar ingin dikatakan kritis oleh orang lain, pandai bicara dan tidak menerima apa yang disampaikan orang lain. Tetapi lebih dari itu, bagaimana memandang sesuatu itu berdasarkan beragam sisi, baik sisi positif maupun sisi negatifnya. Sehingga pandangannya itu komprehensif, berimbang dan menyeluruh, tidak bersifat pesimistis.
Berpikir kritis, selain membutuhkan kejelian dan keseriusan juga harus didasari dengan pengatahuan dan wawasan yang luas. Karena tanpa itu, yang muncul hanya pesimistis. Tetapi dengan berwawasan luas, maca muncul sikap skeptis, yang tidak percaya begitu saja dengan apa yang disampaikan orang lain. Termasuk apa yang menjadi tujuan kebijakan pemerintah. Dari sikap skeptis itulah muncul sikap kritis, yang bertujuan kritik membangun.
Berpikir kritis, janganlah ditakuti. Karena dari situ, akan muncul banyak pandangan dan alternatif solusi atas suatu masalah. Yang pada akhirnya justru akan menghasilkan kebaikan, baik bagi sendiri maupun orang lain dan masyarakat. Ketakutan akan pikiran kritis, menunjukkan bahwa yang bersangkutan memiliki pemikiran yang kerdil, anti kritik dan tidak transparan. Padahal syarat bagi seorang pemimpin, pejabat pemerintah harus berpikiran luas, tidak anti kritik dan transparan, serta menerima kritik dengan terbuka.
Kapan dan di mana pun, berpikir kritis sangat diperlukan. Berpikir kritis yang melahirkan sifat kritis harus terus dilestarikan de­ngan tujuan agar seluruh ak­tifitas yang berjalan dalam pe­ngawasan dan pemantauan gu­na meningkatkan etos kerja, ka­rena merasa diawasi dan dipantau. Juga bertujuan untuk saling mengingatkan dan mem­be­ri masukan dalam membina ma­sya­rakat guna tercapainya di­na­mika kehidupan.
Dengan berpikir kritis, tidak akan membuat pikiran jadi miris, apalagi pesimistis. Dengan berpikir kritis, juga jangan sampai menjadi pragmatis, apalagi apatis. Dengan berpikir kritis, bisa menjadi seorang aktivis. Berpikir kritis, jangan hanya di ruang kelas, yang tak terbatas. Berpikir kritis, harus di ruang publik, yang tak beralas dan tak terbatas. Ayo berpikir kritis, jangan apatis. (*)

Komentar

Postingan Populer