Klaim Malaysia?

Negeri Jiran, Malaysia kembali bikin geger rakyat Indonesia. Hal itu terkait dengan memasukan Tarian Tor-tor dan alat musik Gondang 9 milik masyarakat Sumatera Utara ke dalam Seksyen 67 Akta Warisan Kebangsaan 2005. Sebelumnya, Malaysia juga menjadikan reog sebagai bagian dari seni dan budayanya. Sejumlah elemen masyarakat pun kembali kesal dengan langkah pemerintah Malaysia tersebut. Bahkan beberapa wakil rakyat pun merasa geram dan mengajak untuk melakukan ganyang Malaysia.
Apakah benar, bahwa Malaysia mengklaim budaya bangsa Indonesia itu sebagai budayanya? Alangkah bodohnya Malaysia jika mengklaim budaya negara lain sebagai budaya warisan yang dimiliki bangsanya. Namun kalau membaca keterangan yang disampaikan pejabat berwenang Malaysia, bahwa tarian dan alat musik asli Sumatera Utara itu dicatatkan sebagai bagian dari warisan budaya yang ada di Malaysia.
Bahwa banyak budaya yang masuk ke negara multi etnis tersebut, termasuk etnis-etnis dari Indonesia yang sudah hijrah puluhan, bahkan ratusan tahun di Malaysia. Tentunya etnis-etnis itu masuk ke Malaysia dengan membawa budayanya juga. Termasuk seni budaya yang sudah identik dengan seni budaya asli Indonesia. Malaysia melakukan langkah-langkah itu agar seni budaya yang dibawa penduduk perantauan dari berbagai entis dan suku bangsa itu tidak hilang begitu saja.
Malaysia berkepentingan, agar seni dan budaya yang dibawa penduduknya itu tidak hilang. Karenanya perlu dicatat dan diregristrasi, selanjutnya dikembangkan dan ditampilkan setiap saat dalam ajang resmi yang digelar pemerintah setempat. Dari situlah, muncul anggapan bahwa Malaysia mengklaim budaya Indonesia sebagai budaya. Dan inilah yang sering membuat sebagian rakyat Indonesia geram, karena seni dan budaya Indonesia diklaim milik Malaysia.
Kalau dianalisis secara logika, langkah yang dilakukan pemerintah Malaysia terhadap keberadaan seni dan budaya yang ada, justru seharunya menjadi pembelajaran bagi pemerintah Indonesia. Di mana seni dan buday asli Indonesia ini, perlu dicatat dan diregristrasi dari masing-masing daerah. Selanjutnya, menjadi data dan pusat kajian agar kesenian dan budaya itu tidak punah dan hilang begitu saja. Apa yang dilakukan pemerintah Malaysia, adalah dalam rangka mencatat dan mengembangkan seni dan tradisi yang ada.
Jika ini tidak dilakukan pemerintah Indonesia, dipastikan banyak kesenian dan budaya daerah yang hilang dan punah. Karena tidak ada yang memainkan dan meneruskannya
sebagai sebuah tradisi bangsa. Kalau sudah begitu, siapa yang disalahkan? Rakyat atau negaranya. Rakyat mungkin sudah banyak yang berubah seni dan budayanya, apalagi dengan kemajuan teknologi dan informasi. Seni tari tradisional yang dulu menjadi kebanggaan, sekarang sudah tergantikan dengan break dance atau modern dance. Permainan-permainan tradisional, sudah digantikan permainan komputer. Tidak ada yang mencatat dan mengajarkannya di sekolah-sekolah. Semuanya sudah hilang dari pembahasan di dalam negeri.
Yang justru muncul rasa marah, benci atas apa yang dilakukan pemerintah negera tetangga, Malaysia yang berusaha untuk mencatat dan mengembangkan tradisi yang dimiliki warga negaranya, meski itu hanya warga negara pendatang. Namun mereka diakui keberadaannya, dengan seni dan budayanya. Di Indonesia, apakah semua seni budaya anak bangsa itu diakui? Apalagi seni budaya yang berasal dari luar, apakah juga diakui? Tentunya ini harus menjadi koreksi bagi semua pihak, termasuk pemerintah sendiri.
Bahwa seni dan budaya itu wajib dipelihara dan kembangkan, serta diajarkan kepada generasi muda. Bagaimana generasi muda tahu di daerahnya memiliki kesenian tradisional, kalau semuanya tidak pernah tercatat dan diajarkan kembali kepada generasi muda. Generasi muda sekarang, mungkin hanya bisa bicara, dulu ada permainan seperti ini, ata kesenian seperti ini. Tapi tidak bisa memainkannya sendiri. (*)

Komentar

Postingan Populer