Politik sebagai Seni

Oleh: M Riza Pahlevi

Selama ini mungkin muncul anggapan bahwa politik adalah kejam. Dalam politik tidak mengenal istilah kawan dan lawan, tidak ada teman dan musuh yang abadi, yang ada hanya kepentingan kekuasaan. Ketika ada kepentingan yang sama, maka menjadi kawan untuk bersama-sama mencapai tujuan. Namun ketika kepentingannya berbeda, yang tadinya kawan pun bisa menjadi musuh, siapa cepat dan pintar, dia yang mendapat kekuasaan itu.
Memang hal itu tidak salah, namun tidak sepenuhnya benar. Bahwa yang dimaksud kawan dan lawan tersebut bukan dalam arti hubungan antar sesama manusia secara keseluruhan. Namun kondisi itu berlaku saat terjadi hubungan antar sesama manusia sebagai makhluk politik, yang masing-masing mempunyai tujuan tersendiri untuk mencapai maksud yang diinginkannya.
Masing-masing individu atau kelompok yang memiliki kepentingan yang sama, tentunya memiliki strategi dan cara-cara tertentu untuk mencapai tujuannya tersebut. Dalam politik, strategi politik itu sangat penting dan menjadi bagian tersendiri dalam berpolitik. Bahwa ketika menjalankan suatu strategi, kemudian berubah haluan atau strategi, adalah sebuah permainan yang sangat luar biasa. Seseorang yang bisa memainkan strategi politik dengan apik, maka dia bisa menyebutnya sebagai seni berpolitik. Seni tidak hanya pada sesuatu yang bisa dilihat dan disaksikan, tapi juga bisa dirasakan dalam sebuah strategi politik yang sedang berlangsung maupun sudah berlangsung.
Mereka yang berhasil menang, mencapai tujuan yang diinginkan bersama, akan merasa senang. Senang menjalankan indahnya seni berpolitik. Mereka yang kalah, pasti akan merasa sakit akan kekalahannya, namun mereka tidak pernah berhenti setelah kalah tersebut. Justru akan mengatur strategi lain, bagaimana ke depan agar bisa menang dan mengalahkan musuhnya tersebut. Seni berpolitik yang telah disuguhkan menjadi evaluasi dan pembelajaran ke depan.
Hal inilah yang harus disadari oleh setiap orang, yang belajar ilmu politik maupun belajar berpolitik secara langsung. Bahwa musuh dalam politik, bukan berarti musuh seperti yang terjadi dalam peperangan. Di mana dalam peperangan, harus banyak membunuh untuk menang. Membunuh dalam politik, adalah membunuh atau pun menutup karir politik maupun citra politik lawan-lawannya. Membunuh dalam peperangan adalah perbuatan kejam, tetapi itu harus dilakukan agar tetap bertahan hidup dan menang. Dalam perang, prinsip utamanya adalah membunuh atau dibunuh. Begitu juga dengan di politik, hampir sama. Membunuh lawan-lawan politiknya atau mati terbunuh lebih dulu oleh lawan-lawan politiknya. Itulah kenapa politik disebut kejam. Karena politik adalah perang strategi, untuk mencapai kekuasaan yang diinginkan.
Kondisi ini bisa terjadi dalam setiap kehidupan masyarakat, di tingkat organisasi paling kecil pun politik yang dianggap kejam itu pasti ada dan itu semua membutuhkan strategi politik. Ada yang terbunuh dan ada yang membunuh. Bunuh-membunuh ini tentunya dalam pengertian membunuh kesempatan atau pun karir yang diperebutkan bersama. Bukan membunuh secara fisik, sehingga tak bernyawa. Namun jika itu terjadi, maka politik yang dimaksud pun sudah termasuk yang menghalalkan segala cara untuk mencapai kekuasaan.
Dalam pengertian ilmu politik yang ada, sepertinya yang paling banyak dicerna adalah dalam pengertian di mana politik adalah sebagai konflik untuk mencari atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting. Padahal pengertian politik tersebut yang paling utama adalah politik sebagai ilmu tentang tata pemerintahan dan negara . Dalam bidang itu, politik tujuan utamanya adalah mencapai kebaikan bersama.
Yang harus tetap dipegang seorang politisi dalam bermain politik, salah satunya adalah etika politik. Ini untuk menghindari terjadi peperangan fisik usai terjadi perang politik. Etika politik ini perlu digunakan, agar hasil-hasil yang diraih dalam peperangan politik bisa dipertanggungjawabkan secara moral. Seperti halnya dalam peperangan, seseorang yang menjadi tawanan harus tetap diperlakukan secara manusiawi, tidak boleh diperlakukan semena-mena, kekerasan bahkan dibunuh. Itu sudah menjadi salah satu klausul atau etika berperang. Di sinilah seninya berpolitik. (*)

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer