Perjuangan untuk Cerdas
Oleh: M Riza Pahlevi
Yang namanya perjuangan, bukan hanya untuk memperebutkan kemerdekaan saja. Namun dalam mengisi kemerdekaan, juga diperlukan perjuangan. Termasuk para pelajar, yang harus mengisi perjuangan itu dengan belajar yang giat. Bagi sebagai pelajar, untuk berangkat sekolah saja kadang harus berjuang sangat berat. Belum lagi saat berjuang agar nilainya bisa maksimal.
Seperti yang dialami puluhan siswa di Bojonegoro, Jawa Timur. Dia harus berangkat pagi-pagi ke sekolah, dengan menyeberangi Sungai Bengawan Solo. Kalau ada jembatan mungkin tidak terlalu masalah, namun yang menjadi perjuangan berat karena tak ada jembatan, mereka harus menggunakan perahu penyeberangan. Itu dilakukan setiap hari, yang mana bahaya bisa saja mengancam setiap saat. Mengingat Sungai Bengawan Solo adalah sungai yang besar, di mana bahaya banjir bisa datang setiap saat. Musibah, bisa saja menimpa para pelajar itu, termasuk masyarakat yang lain.
Puluhan siswa di Bojonegoro itu kemarin terkena musibah, bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Mereka yang hendak berangkat mengikuti upacara peringatan Hardiknas, harus terhenti di tengah arus Sungai Bengawan Solo yang menyeretnya tersebut. Perahu penyeberangan yang hendak mengantar mereka, pecah setelah dihantam gelondongan kayu yang hanyut di tengah derasnya arus Sungai Bengawan Solo. Puluhan siswa dan masyarakat pun hilang terseret arus sungai tersebut. Sejumlah anggota SAR dan aparat telah menyisir sungai tersebut untuk mencari korban, baik yang selamat maupun tewas.
Peristiwa tersebut merupakan duka di tengah peringatan Hardiknas, yang diperingati setiap 2 Mei. Bagi saya, mereka yang tewas adalah pejuang-pejuang pendidikan. Mereka harus bersusah payah untuk mencapai sekolah dengan setiap hari menyeberangi Sungai Bengawan Solo. Saya yakin, kondisi itu tidak hanya ada di Bojonegoro saja, tetapi juga di daerah lain di Indonesia, termasuk di wilayah Tegal, Brebes dan sekitarnya. Masih banyak dari mereka, yang oleh pemerintah wajib mengikuti pendidikan dasar hingga 9 tahun itu, harus menempuh jarak yang jauh untuk memenuhi kewajiban tersebut. Ada yang harus menyeberangi sungai, dengan ancaman arus sungai yang setiap saat mengancam, ada yang harus berjalan kaki beberapa kilometer, ada juga yang harus beberapa kali naik angkutan umum. Itu adalah perjuangan, perjuangan untuk cerdas.
Makanya, bagi siswa-siswi yang memperoleh kemudahan untuk belajar, tidak kesulitan mencapai sekolah, maka nilai perjuangannya ada pada bagaimana dia memperoleh nilai yang lebih baik. Kalau saja mereka yang hidup di daerah terpencil, saran transportasi yang sulit, tanpa ada penerangan listrik, bisa memperoleh prestasi yang bagus, maka mereka yang serba mudah, sudah seharusnya memperoleh prestasi yang lebih bagus dan lebih baik.
Maka menjadi sebuah ironi pendidikan, ketika terjadi tawuran antar pelajar, tindakan-tindak asusila di sekolah, serta tindakan-tindakan yang tak terpuji yang dilakukan siswa. Mereka tidak pernah berkaca dan belajar dari teman-teman mereka, yang untuk mencapai lokasi sekolah saja susah. Mereka tak pernah berpikir, bahwa pemerintah sudah berupaya maksimal dalam memberikan fasilitas pendidikan.
Usaha pemerintah untuk memberikan fasilitas pendidikan, sudah maksimal. Meski harus diakui, di sana sini masih banyak kekurangannya. Bahkan di beberapa kasus, banyak terjadi musibah ambruknya gedung-gedung sekolah. Tentunya ini adalah tanggung jawab pemerintah, sebagai pengelola pendidikan negara. Ke depan, mungkin diharapkan tidak ada lagi sekolah yang ambruk dan menimbulkan korban jiwa. Namun ini juga membutuhkan jiwa dan semangat perjuangan dari para pengelola pendidikan itu sendiri, khususnya di Departemen Pendidikan maupun Dinas Pendidikan di daerah.
Semangat sejumlah elemen masyarakat yang turut serta dalam membangun lembaga pendidikan juga harus diacungi jempol. Mereka yang mempunyai niat baiknya dengan membantu di bidang pendidikan, tentunya demi kemajuan bangsa. Semangat perjuangan masyarakat itu, juga bagian dari perjuangan pendidikan, perjuangan untuk mencerdaskan bangsa. (*)
Yang namanya perjuangan, bukan hanya untuk memperebutkan kemerdekaan saja. Namun dalam mengisi kemerdekaan, juga diperlukan perjuangan. Termasuk para pelajar, yang harus mengisi perjuangan itu dengan belajar yang giat. Bagi sebagai pelajar, untuk berangkat sekolah saja kadang harus berjuang sangat berat. Belum lagi saat berjuang agar nilainya bisa maksimal.
Seperti yang dialami puluhan siswa di Bojonegoro, Jawa Timur. Dia harus berangkat pagi-pagi ke sekolah, dengan menyeberangi Sungai Bengawan Solo. Kalau ada jembatan mungkin tidak terlalu masalah, namun yang menjadi perjuangan berat karena tak ada jembatan, mereka harus menggunakan perahu penyeberangan. Itu dilakukan setiap hari, yang mana bahaya bisa saja mengancam setiap saat. Mengingat Sungai Bengawan Solo adalah sungai yang besar, di mana bahaya banjir bisa datang setiap saat. Musibah, bisa saja menimpa para pelajar itu, termasuk masyarakat yang lain.
Puluhan siswa di Bojonegoro itu kemarin terkena musibah, bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Mereka yang hendak berangkat mengikuti upacara peringatan Hardiknas, harus terhenti di tengah arus Sungai Bengawan Solo yang menyeretnya tersebut. Perahu penyeberangan yang hendak mengantar mereka, pecah setelah dihantam gelondongan kayu yang hanyut di tengah derasnya arus Sungai Bengawan Solo. Puluhan siswa dan masyarakat pun hilang terseret arus sungai tersebut. Sejumlah anggota SAR dan aparat telah menyisir sungai tersebut untuk mencari korban, baik yang selamat maupun tewas.
Peristiwa tersebut merupakan duka di tengah peringatan Hardiknas, yang diperingati setiap 2 Mei. Bagi saya, mereka yang tewas adalah pejuang-pejuang pendidikan. Mereka harus bersusah payah untuk mencapai sekolah dengan setiap hari menyeberangi Sungai Bengawan Solo. Saya yakin, kondisi itu tidak hanya ada di Bojonegoro saja, tetapi juga di daerah lain di Indonesia, termasuk di wilayah Tegal, Brebes dan sekitarnya. Masih banyak dari mereka, yang oleh pemerintah wajib mengikuti pendidikan dasar hingga 9 tahun itu, harus menempuh jarak yang jauh untuk memenuhi kewajiban tersebut. Ada yang harus menyeberangi sungai, dengan ancaman arus sungai yang setiap saat mengancam, ada yang harus berjalan kaki beberapa kilometer, ada juga yang harus beberapa kali naik angkutan umum. Itu adalah perjuangan, perjuangan untuk cerdas.
Makanya, bagi siswa-siswi yang memperoleh kemudahan untuk belajar, tidak kesulitan mencapai sekolah, maka nilai perjuangannya ada pada bagaimana dia memperoleh nilai yang lebih baik. Kalau saja mereka yang hidup di daerah terpencil, saran transportasi yang sulit, tanpa ada penerangan listrik, bisa memperoleh prestasi yang bagus, maka mereka yang serba mudah, sudah seharusnya memperoleh prestasi yang lebih bagus dan lebih baik.
Maka menjadi sebuah ironi pendidikan, ketika terjadi tawuran antar pelajar, tindakan-tindak asusila di sekolah, serta tindakan-tindakan yang tak terpuji yang dilakukan siswa. Mereka tidak pernah berkaca dan belajar dari teman-teman mereka, yang untuk mencapai lokasi sekolah saja susah. Mereka tak pernah berpikir, bahwa pemerintah sudah berupaya maksimal dalam memberikan fasilitas pendidikan.
Usaha pemerintah untuk memberikan fasilitas pendidikan, sudah maksimal. Meski harus diakui, di sana sini masih banyak kekurangannya. Bahkan di beberapa kasus, banyak terjadi musibah ambruknya gedung-gedung sekolah. Tentunya ini adalah tanggung jawab pemerintah, sebagai pengelola pendidikan negara. Ke depan, mungkin diharapkan tidak ada lagi sekolah yang ambruk dan menimbulkan korban jiwa. Namun ini juga membutuhkan jiwa dan semangat perjuangan dari para pengelola pendidikan itu sendiri, khususnya di Departemen Pendidikan maupun Dinas Pendidikan di daerah.
Semangat sejumlah elemen masyarakat yang turut serta dalam membangun lembaga pendidikan juga harus diacungi jempol. Mereka yang mempunyai niat baiknya dengan membantu di bidang pendidikan, tentunya demi kemajuan bangsa. Semangat perjuangan masyarakat itu, juga bagian dari perjuangan pendidikan, perjuangan untuk mencerdaskan bangsa. (*)
Komentar
Posting Komentar