Kembali Bangkit
Oleh: M Riza Pahlevi
Hari ini, 20 Mei 2011 diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional ke 103. Diperingatinya 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional ini dilatarbelakangi oleh berdirinya organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908. Berdirinya organisasi ini, menjadi cikal bakal semangat untuk bangkit. Meski saat itu negeri ini masih dalam cengkeraman penjajah.
Kini, setelah 103 tahun, apakah kita akan bangkit? Bangkit dari keterpurukan, bangkit dari ketakberdayaan, bangkit untuk berdiri dan berlari mengejar ketertinggalan. Semangat untuk bangkit ini, menjadi titik awal kita yang ingin maju. Kita harus terus bergerak ke depan, maju tanpa menoleh ke belakang. Namun bukan berarti melupakan sejarah di masa lalu. Semua itu tergantung dari semangat kita masing-masing, apakah mau bangkit atau tidak.
Berkaca dari peringatan Kebangkitan Nasional, yang dicetuskan 103 tahun yang lalu, semestinya kita bisa lebih cepat dan bersemangat untuk bangkit. Perbedaan situasi dan kondisi negara, seharusnya menjadi lecutan tersendiri bagi kita yang sekarang hidup di zaman kemerdekaan. Kita harus bisa bangkit, bangkit dan bangkit lagi.
Lantas apa yang akan kita bangkitkan? Kemerdekaan sudah diraih, kebebasan sudah diberikan, tak ada lagi yang menghalangi kita untuk berusaha dan berjuang. Kebangkitan yang kita harapkan adalah kebangkitan dari keterpurukan. Indonesia yang dilanda krisis pada 1998, yang menjadi awal dari reformasi, hingga kini belum menuai hasil yang maksimal. Indonesia dianggap amsih terpuruk sejak masa reformasi itu bergulir. Masih banyak yang harus dibangkitkan dari keterpurukan tersebut. Katanya, sejak krisis 1998 itu, kita mengalami krisis multi dimensi. Mulai dari krisis moral, krisis kepemimpinan, krisis ekonomi, dan krisis-krisis lainnya.
Setelah sekian tahun berusaha dan berupaya, banyak halangan dan rintangan yang menghadangnya. Mulai dari sistem politik yang belum stabil, hingga munculnya gerakan rindu Orde Baru, yang dianggap lebih baik dari masa sekarang. Sungguh sebuah tantangan yang sangat berat, karena apa yang dilakukan sekarang, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, ternyata belum banyak berhasil. Itu diakui atau tidak, banyak yang belum berhasil.
Apakah kita bisa bangkit dari keterpurukan itu? Hanya diri kita sendiri yang bisa menjawabnya. Namun mau tak mau, kita dipaksa untuk bangkit agar bisa lepas dari keterpurukan itu. Tidak usah muluk-muluk untuk bisa bangkit, mulailah dari diri sendiri. Semangat kita yang kendor, harapan kita yang masih jauh di awang-awang, nyali kita yang lemah, sudah saatnya untuk dibangkitkan.
Semangat untuk mengubah diri agar bisa lebih baik, mulai dari ekonomi, perilaku hingga hubungan sosial kemasyarakatan. Harapan kita yang masih jauh di awang-awang, sudah saatnya dibumikan, direalistiskan dengan kemampuan, sehingga semangat untuk mencapainya akan muncul lagi. Begitu pula dengan nyali kita yang lemah, sudah saatnya diperkuat untuk bangkit. Kuatkan nyali, kuat jiwa raga untuk bangkit.
Setelah kita sendiri berhasil bangkit, barulah kita ajak teman, sahabat, saudara dan lingkungan sekitar kita untuk bangkit. Setelah dari lingkungan bisa bangkit, tentunya secara keseluruhan juga bakal bangkit, termasuk seluruh bangsa. Tidak alasan untuk tidak bangkit, tidak ada alasan untuk membangkitkan diri sendiri. Tidak perlu meratapi masa lalu yang telah lewat, tidak perlu ada penyesalan. Justru dengan semangat untuk bangkit inilah, masa depan yang lebih baik itu akan diperoleh.
Jadi, momen Hari Kebangkitan Nasional ke 103 ini, hendaknya menjadi pengingat bagi setiap diri kita untuk bangkit. Momen ini adalah momen yang harus kita tekankan, bukan hanya sekedar peringatan dengan upacara atau pun ziarah ke makam pahlawan, tetapi lebih dari itu. Mampu menjadi cambuk agar kita bangkit. Lupakan masa lalu yang kelam, temukan masa depan yang lebih baik. Tidak perlu lah polemik, bahwa masa lalu itu lebih baik dari sekarang. Tetapi bagaimana masa yang akan datang itu lebih baik dari yang sekarang. Ayo bangkit! (*)
Hari ini, 20 Mei 2011 diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional ke 103. Diperingatinya 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional ini dilatarbelakangi oleh berdirinya organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908. Berdirinya organisasi ini, menjadi cikal bakal semangat untuk bangkit. Meski saat itu negeri ini masih dalam cengkeraman penjajah.
Kini, setelah 103 tahun, apakah kita akan bangkit? Bangkit dari keterpurukan, bangkit dari ketakberdayaan, bangkit untuk berdiri dan berlari mengejar ketertinggalan. Semangat untuk bangkit ini, menjadi titik awal kita yang ingin maju. Kita harus terus bergerak ke depan, maju tanpa menoleh ke belakang. Namun bukan berarti melupakan sejarah di masa lalu. Semua itu tergantung dari semangat kita masing-masing, apakah mau bangkit atau tidak.
Berkaca dari peringatan Kebangkitan Nasional, yang dicetuskan 103 tahun yang lalu, semestinya kita bisa lebih cepat dan bersemangat untuk bangkit. Perbedaan situasi dan kondisi negara, seharusnya menjadi lecutan tersendiri bagi kita yang sekarang hidup di zaman kemerdekaan. Kita harus bisa bangkit, bangkit dan bangkit lagi.
Lantas apa yang akan kita bangkitkan? Kemerdekaan sudah diraih, kebebasan sudah diberikan, tak ada lagi yang menghalangi kita untuk berusaha dan berjuang. Kebangkitan yang kita harapkan adalah kebangkitan dari keterpurukan. Indonesia yang dilanda krisis pada 1998, yang menjadi awal dari reformasi, hingga kini belum menuai hasil yang maksimal. Indonesia dianggap amsih terpuruk sejak masa reformasi itu bergulir. Masih banyak yang harus dibangkitkan dari keterpurukan tersebut. Katanya, sejak krisis 1998 itu, kita mengalami krisis multi dimensi. Mulai dari krisis moral, krisis kepemimpinan, krisis ekonomi, dan krisis-krisis lainnya.
Setelah sekian tahun berusaha dan berupaya, banyak halangan dan rintangan yang menghadangnya. Mulai dari sistem politik yang belum stabil, hingga munculnya gerakan rindu Orde Baru, yang dianggap lebih baik dari masa sekarang. Sungguh sebuah tantangan yang sangat berat, karena apa yang dilakukan sekarang, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, ternyata belum banyak berhasil. Itu diakui atau tidak, banyak yang belum berhasil.
Apakah kita bisa bangkit dari keterpurukan itu? Hanya diri kita sendiri yang bisa menjawabnya. Namun mau tak mau, kita dipaksa untuk bangkit agar bisa lepas dari keterpurukan itu. Tidak usah muluk-muluk untuk bisa bangkit, mulailah dari diri sendiri. Semangat kita yang kendor, harapan kita yang masih jauh di awang-awang, nyali kita yang lemah, sudah saatnya untuk dibangkitkan.
Semangat untuk mengubah diri agar bisa lebih baik, mulai dari ekonomi, perilaku hingga hubungan sosial kemasyarakatan. Harapan kita yang masih jauh di awang-awang, sudah saatnya dibumikan, direalistiskan dengan kemampuan, sehingga semangat untuk mencapainya akan muncul lagi. Begitu pula dengan nyali kita yang lemah, sudah saatnya diperkuat untuk bangkit. Kuatkan nyali, kuat jiwa raga untuk bangkit.
Setelah kita sendiri berhasil bangkit, barulah kita ajak teman, sahabat, saudara dan lingkungan sekitar kita untuk bangkit. Setelah dari lingkungan bisa bangkit, tentunya secara keseluruhan juga bakal bangkit, termasuk seluruh bangsa. Tidak alasan untuk tidak bangkit, tidak ada alasan untuk membangkitkan diri sendiri. Tidak perlu meratapi masa lalu yang telah lewat, tidak perlu ada penyesalan. Justru dengan semangat untuk bangkit inilah, masa depan yang lebih baik itu akan diperoleh.
Jadi, momen Hari Kebangkitan Nasional ke 103 ini, hendaknya menjadi pengingat bagi setiap diri kita untuk bangkit. Momen ini adalah momen yang harus kita tekankan, bukan hanya sekedar peringatan dengan upacara atau pun ziarah ke makam pahlawan, tetapi lebih dari itu. Mampu menjadi cambuk agar kita bangkit. Lupakan masa lalu yang kelam, temukan masa depan yang lebih baik. Tidak perlu lah polemik, bahwa masa lalu itu lebih baik dari sekarang. Tetapi bagaimana masa yang akan datang itu lebih baik dari yang sekarang. Ayo bangkit! (*)
Komentar
Posting Komentar