Menjelang 2012

Oleh: M Riza Pahlevi

Film Kiamat 2012 sempat menghebohkan jagad perfilman dunia, termasuk di Indonesia. Film itu menceritakan akhir dari dunia, yang saat ini memang sudah tua. Di mana ide cerita diambil dari penghitungan tahun Suku Maya di Amerika, yang pada tahun 2012 memang berakhir dan akan diganti dengan tahun yang baru.
Rupanya, di Indonesia film Kiamat 2012 ini ditanggapi secara berlebihan. Karena film ini dianggap sebagai kepercayaan, bahwa pada tahun 2012 akan ada kiamat. Pro dan kontra film ini pun bergema. Banyak yang menyebut film itu menyesatkan. Karena tidak ada seorang pun tahu, kapan dunia ini akan kiamat. Bagi umat Islam, dunia akan kiamat menjadi kepercayaan, namun tidak dapat dipastikan kapan itu terjadi. Toh, kiamat pada 2012 hanya sekedar film.
Lantas apa hubungannya dengan Kabupaten Brebes pada 2012? Apakah di Brebes akan ada kiamat tersendiri? Atau adakah yang lain. Kalau kiamat, analisisnya tentu sama dengan yang di atas. Tetapi jika mengacu pada jadwal atau agenda politik yang sudah tersusun di Kabupaten Brebes, bahwa pada tahun 2012 akan ada pemilihan kepala daerah (pilkada), dalam hal ini adalah pemilihan bupati dan wakil bupati untuk periode 2012-2017.
Tentunya akan banyak calon yang bersaing untuk bisa menjadi bupati dan wakil bupati yang akan datang. Namun di sini tidak akan dibicarakan, siapa calon atau pun kandidat bupati dan wakil bupatinya. Bahwa pada pilkada 2012 nanti, KPU Kabupaten Brebes telah mengusulkan anggaran lebih dari Rp 20 miliar. Anggaran yang sangat besar, dan jika digunakan untuk pembangunan, tentunya akan lebih bermanfaat bagi masyarakat. Seperti sarana infrastruktur jalan, yang sebagian besar dikeluhkan masyarakat. Belum lagi anggaran untuk pembangunan gedung-gdeung sekolah, yang masih banyak yang tidak layak huni. Kemudian aspirasi-aspirasi lainnya dari masyarakat, seperti saluran irigasi dan program-program pemberdayaan masyarakat, khususnya untuk pengentasan kemiskinan.
Angka Rp 20 miliar itu memang sangat besar. Makanya, ada wacana untuk kembali melakukan pemilihan kepala daerah itu diplih oleh anggota DPRD saja. Lebih murah dan resiko politiknya juga tidak parah. Namun hal ini mendapat tentangan dari sejumlah pihak. Selain baru belajar demokrasi secara langsung, juga masih banyak hal yang harus disempurnakan selama proses demokrasi langsung itu berjalan. Untuk pilkada yang dipilih oleh DPRD, sepertinya lebih merujuk ke daerah provinsi atau gubernur. Di mana gubernur lebih banyak memposisikan disi sebagai perwakilan pemerintah pusat. Sehingga cukup dipilih oleh DPRD atau bahkan ditunjuk langsung oleh presiden. Sementara di daerah kabupaten/kota, tetap dijalankan pemilihan langsung oleh rakyat.
Dalam pilkada nanti, pengusungnya adalah partai politik, yang minimal memperoleh 15 persen kursi di DPRD atau 15 persen suara hasil pemilu 2009. Kalau belum memenuhi syarat, partai-partai itu bisa melakukan koalisi untuk mengusung calon bupati dan wakil bupati. Sementara bagi calon independen, harus mendapatkan dukungan minimal 3 persen dari hak pilih yang ada di Kabupaten Brebes.
Meski diusung oleh partai politik, namun dengan sistem pemilihan langsung, khususnya dalam pilkada di Kabupaten Brebes yang akan datang, figur seseorang akan mempengaruhi pilihan masyarakat. Karena yang dipilih bukan partainya, tetapi figur yang diusung partai tersebut. Kedua hal itu, partai pengusung dan figur akan sangat menentukan siapa yang akan dipilih oleh masyarakat untuk memimpin Brebes lima tahun ke depan. Tentunya, selain figur calon bupatinya, figur calon wakil bupatinya juga sangat berperan penting. Apakah akan menambah perolehan suara atau justru akan menjadi penghambat atau penurun perolehan suara.
Berdasarkan hasil pemilu 2009 lalu di Kabuaten Brebes, PDIP berhasil menjadi pemenang pemilu dengan 13 kursi atau 26 persen. Kemudian PKB dan Partai Golkar masing-masing dengan 7 kursi atau 14 persen. Sementara Partai Demokrat dengan 6 kursi atau 12 persen. PKS mendapat 5 kursi atau 10 persen dan PAN 4 kursi atau 8 persen. Kemudian PPP juga 4 kursi atau 8 persen. Sedangakn Gerindra 2 kursi atau 4 persen dan Hanura serta PDK masing-masing 1 kursi atau 2 persen.
Dari persentase perolehan kursi tersebut, hanya PDIP yang memenuhi syarat untuk mengusung calon bupati dan wakil bupati sendiri. Sementara partai lainnya, untuk mengusung calon bupati dan wakil bupati harus berkoalisi dengan partai lainnya. Siapa berkoalisi dengan siapa, tegrantung lobi dan kesepakatan partai masing-masing beserta calon yang akan maju.
Jadi menjelang 2012 akan ada pilkada, bukan kiamat. Siapa yang bakal maju sebagai kandidat bupati dan wakil bupati, tunggu saja pada 2012 nanti. (*)

Komentar

Postingan Populer