Memilih Pemimpin
Sebuah organisasi, baik pemerintah maupun swasta pasti membutuhkan pemimpin atau ketua. Figur pemimpin ini sangat penting demi berjalannya sebuah organisasi. Namun sering kali figur pemimpin ini menjadi rebutan. Menjadi rebutan karena menjadi seorang pemimpin itu dianggap menjadi prestasi yang membanggakan. Selain itu, menjadi seorang pemimpin organisasi, juga menjadi batu loncatan untuk menjadi pemimpin yang lebih tinggi lagi. Bahkan menjadi cita-cita sebagian orang yang memiliki ambisi menjadi seorang pemimpin.
Padahal di sisi lain, jabatan seorang pemimpin itu sangat berat. Selain harus bisa memimpin anggota-anggotanya, juga mampu menjalankan roda organisasinya dengan baik sesuai dengan visi dan misinya. Belum lagi harus mampu mempertanggungjawabkan apa yang telah dijalankan maupun yang akan dijalankan organisasi. Termasuk juga hubungannya dengan organisasi lain dan masyarakat sekitarnya.
Lantas bagaimana dengan anggota organisasi yang bersangkutan atau masyarakat yang berhak memilih? Tentunya mereka harus bisa memilih pemimpin yang terbaik. Kriteria terbaik ini sangat banyak, mulai dari kemampuan olah pikirnya, kemampuan manajemen, kemampuan komunikasi, track record kehidupan sehari-harinya dan juga catatan perbuatannya dan lainnya.
Tidak mudah memang untuk mencari pemimpin yang ideal tersebut. Namun yang pasti, organisasi itu harus dipimpin oleh seseorang atau sekelompok orang. Karena sulitnya mencari pemimpin yang ideal tersebut, kadang masyarakat berada pada pilihan yang sulit. Sehingga ada ungkapan harus memilih yang terbaik dari yang terjelek. Kondisi itu menunjukkan bahwa dari sekian figur yang dimunculkan, masing-masing memiliki cela atau kekurangan yang tak bisa disembunyikan. Begitu sulitnya mencari figur pemimpin saat ini.
Kondisi ini, sulitnya mencari figur pemimpin itu terjadi hampir di semua organisasi, termasuk organisasi pemerintah. Bahkan kadang dengan terpaksa atau memang dipaksa, sebuh organisasi ahrus dipimpin oleh orang-orang dengan SDM yang rendah. Mereka yang memiliki kemampuan lebih dan layak menjadi pemimpin, kadang harus puas melihat dari luar organisasinya itu hancur, tanpa dia tidak bisa berbuat apa-apa. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka kemungkin organisasi itu akan hancur secara berlahan-lahan.
Karenanya organisasi-organisasi yang ada, baik organisasi pemerintah maupun swasta, harus belajar dari organisasi yang hancur akibat kesalahan memilih seorang pemimpin. Jangan sampai kesalahan itu terjadi pada organisasinya, yang juga bisa berakibat fatal pada mandeknya organisasi atau bahkan hancur dan tak lagi eksis.
Seperti halnya Gerakan Pemuda Ansor, yang saat ini tengah menggelar Kongres di Surabaya. Salah satu agendanya adalah memilih ketua yang baru. Sejumlah kadindat telah bermunculan, untuk menjadi orang nomor satu di organisasi yang menjadi badan otonom Nahdlatul Ulama.
Ansor sebagai salah satu organisasi pemuda, mempunyai peran yang sangat besar, khususnya bagi Nahdliyin. Karena dari situlah nantinya kader-kader Ansor yang akan menggantikan kepemimpinan di NU itu sendiri. Meskipun tidak melulu pengurus NU berasal dari GP Ansor, yang merupakan badan otonomnya. Betapa peran pentingnya Ansor ini, terlihat dari kehadiran Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono dalam pembukaan Kongres yang dipusatkan di Asrama Haji Sukolilo Surabaya.
Lantas seperti apa figur yang hendak dipilih para utusan GP Ansor dari seluruh Indonesia untuk menggantikan Saefulloh Yusuf, yang sudah dua periode menduduki jabatan itu? Tentunya masing-masing Pengurus Cabang dan Pengurus Wilayah GP Ansor sendiri yang akan menentukannya. Termasuk dari Kabupaten Brebes, yang memberangkatkan dua buah bus untuk meramaikan pembukaan Kongres GP Ansor di Surabaya. Mereka yang berhak memilih ini mempunyai tugas berat dalam memilih pemimpin organisasinya itu.
Itu di tubuh GP Ansor, yang merupakan organisasi kepemudaan, yang menjadi salah satu suplier kader-kader untuk organisasi-organisasi lain, termasuk organisasi pemerintahan. Mereka akan mengisi kepemimpinan di masa yang akan datang, yang memang paling tidak harus pernah berperan di organisasi kepemudaan.
Untuk GP Ansor, selamat memilih pemimpin baru, untuk kemajuan negeri. (*)
Padahal di sisi lain, jabatan seorang pemimpin itu sangat berat. Selain harus bisa memimpin anggota-anggotanya, juga mampu menjalankan roda organisasinya dengan baik sesuai dengan visi dan misinya. Belum lagi harus mampu mempertanggungjawabkan apa yang telah dijalankan maupun yang akan dijalankan organisasi. Termasuk juga hubungannya dengan organisasi lain dan masyarakat sekitarnya.
Lantas bagaimana dengan anggota organisasi yang bersangkutan atau masyarakat yang berhak memilih? Tentunya mereka harus bisa memilih pemimpin yang terbaik. Kriteria terbaik ini sangat banyak, mulai dari kemampuan olah pikirnya, kemampuan manajemen, kemampuan komunikasi, track record kehidupan sehari-harinya dan juga catatan perbuatannya dan lainnya.
Tidak mudah memang untuk mencari pemimpin yang ideal tersebut. Namun yang pasti, organisasi itu harus dipimpin oleh seseorang atau sekelompok orang. Karena sulitnya mencari pemimpin yang ideal tersebut, kadang masyarakat berada pada pilihan yang sulit. Sehingga ada ungkapan harus memilih yang terbaik dari yang terjelek. Kondisi itu menunjukkan bahwa dari sekian figur yang dimunculkan, masing-masing memiliki cela atau kekurangan yang tak bisa disembunyikan. Begitu sulitnya mencari figur pemimpin saat ini.
Kondisi ini, sulitnya mencari figur pemimpin itu terjadi hampir di semua organisasi, termasuk organisasi pemerintah. Bahkan kadang dengan terpaksa atau memang dipaksa, sebuh organisasi ahrus dipimpin oleh orang-orang dengan SDM yang rendah. Mereka yang memiliki kemampuan lebih dan layak menjadi pemimpin, kadang harus puas melihat dari luar organisasinya itu hancur, tanpa dia tidak bisa berbuat apa-apa. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka kemungkin organisasi itu akan hancur secara berlahan-lahan.
Karenanya organisasi-organisasi yang ada, baik organisasi pemerintah maupun swasta, harus belajar dari organisasi yang hancur akibat kesalahan memilih seorang pemimpin. Jangan sampai kesalahan itu terjadi pada organisasinya, yang juga bisa berakibat fatal pada mandeknya organisasi atau bahkan hancur dan tak lagi eksis.
Seperti halnya Gerakan Pemuda Ansor, yang saat ini tengah menggelar Kongres di Surabaya. Salah satu agendanya adalah memilih ketua yang baru. Sejumlah kadindat telah bermunculan, untuk menjadi orang nomor satu di organisasi yang menjadi badan otonom Nahdlatul Ulama.
Ansor sebagai salah satu organisasi pemuda, mempunyai peran yang sangat besar, khususnya bagi Nahdliyin. Karena dari situlah nantinya kader-kader Ansor yang akan menggantikan kepemimpinan di NU itu sendiri. Meskipun tidak melulu pengurus NU berasal dari GP Ansor, yang merupakan badan otonomnya. Betapa peran pentingnya Ansor ini, terlihat dari kehadiran Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono dalam pembukaan Kongres yang dipusatkan di Asrama Haji Sukolilo Surabaya.
Lantas seperti apa figur yang hendak dipilih para utusan GP Ansor dari seluruh Indonesia untuk menggantikan Saefulloh Yusuf, yang sudah dua periode menduduki jabatan itu? Tentunya masing-masing Pengurus Cabang dan Pengurus Wilayah GP Ansor sendiri yang akan menentukannya. Termasuk dari Kabupaten Brebes, yang memberangkatkan dua buah bus untuk meramaikan pembukaan Kongres GP Ansor di Surabaya. Mereka yang berhak memilih ini mempunyai tugas berat dalam memilih pemimpin organisasinya itu.
Itu di tubuh GP Ansor, yang merupakan organisasi kepemudaan, yang menjadi salah satu suplier kader-kader untuk organisasi-organisasi lain, termasuk organisasi pemerintahan. Mereka akan mengisi kepemimpinan di masa yang akan datang, yang memang paling tidak harus pernah berperan di organisasi kepemudaan.
Untuk GP Ansor, selamat memilih pemimpin baru, untuk kemajuan negeri. (*)
Komentar
Posting Komentar