Berharap Bukan Tebang Pilih
Oleh: M Riza Pahlevi
Penegakan hukum di Indonesia hingga kini terus dilakukan, khususnya dalam peungkapan kasus-kasus korupsi. Baik di tingkat pusat, yang dipelopori Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun di daerah, yang dipelopori Kejaksaan maupun Polri. Dari sekian kasus yang dilaporkan masyarakat maupun temuan petugas sendiri berhasil diungkap, dan pelakunya pun berhasil dimasukkan ke dalam sel. Namun harus diakui, masih banyak pula kasus-kasus lain yang masih ngambang dan tak jelas nasibnya.
Upaya mengungkap kasus-kasus korupsi tersebut memang tidak gampang. Selain pelakunya yang menjalankan aksinya dengan sangat rapi, juga semangat dari sebagian penegak hukum yang kadang loyo. Sehingga peran serta elemen masyarakat untuk mengungkap kasus-kasus korupsi sangat diperlukan. Paling tidak memberikan semangat kepada para penegak hukum, untuk serius dan tanggap dalam setiap upaya pengungkapan kasus korupsi.
Para penegak hukum tidak perlu dihujat, tapi diberi motivasi agar pengungkapan kasus-kasus korupsi itu menjadi prioritas dan tidak pandang bulu. Siapa pun yang terlibat kasus korupsi, harus dibabat habis, tidak tebang pilih, apalagi pilih-pilih. Selama ini, beberapa kasus korupsi di daerah, kebanyakan hanya sebatas kepala desa saja, yang melakukan korupsi APBD, yang kerugiannya hanya puluhan juta hingga seratusan juta saja. Namun kasus-kasus korupsi yang merugikan negara hingga miliaran rupiah, masih banyak yang ngendong dan tak tersentuh. Boro-boro untuk menangkap pelakunya, untuk menanyakan kasusnya saja kadang tak diperoleh informasi yang jelas.
Bukan menyepelekan kasus kecil seperti yang dialami para kades, tetapi upaya penegakkan hukum itu memang tidak boleh tebang pilih. Siapa pun dia, entah presiden, menteri, gubernur, dan bupati, kalau dia bersalah melakukan korupsi, ya harus disikat. Sejarah mencatan, seorang presiden saja, yang baru diduga terlibat dalam suatu kasus hukum, bisa dijatuhkan. Meskipun hingga kini kasus yang dituduhkan itu belum pernah terbukti. Sementara kasus lain, yang hampir sama, yang disertai dengan bukti-bukti, bahkan ada yang sudah dijatuhkan pidana, namun tidak sampai menyentuh kepada aktor intelektualnya. Hal itu terjadi karena ada faktor kekuatan politik yang bermain di belakangnya.
Kondisi ini tentu saja bagi masyarakat awam, bahwa upaya penegakan hukum masih bersifat tebang pilih. Dipilih yang paling menguntungkan dan tidak mengandung resiko, serta sebagai salah satu bukti bahwa hukum di Indonesia masih berjalan. Meski hanya berjalan di tempat, kalau tidak mau mengatakannya jalan mundur.
Para penegak hukum, jika tidak ingin dikatakan sebagai lembaga yang hanya menjadi sarang mafia hukum, hendaknya mampu menunjukkan dengan langkah-langkah dan tindakan yang tegas. Siapa pun yang diduga melakukan tindakan melawan hukum, yakni korupsi, harus diadili. Keadilan untuk masyarakat adalah pengadilan bagi para koruptor, dengan hukuman yang setimpal. Bahkan kalau perlu, hukuman yang diberikan kepada para koruptor adalah hukuman mati, seperti yang sudah dilakukan di China.
Jangan sampai masyarakat hilang kepercayaannya kepada lembaga penegak hukum. Apalagi sekarang ini sedang menajdi sorotan, khususnya terkait dengan kasus-kasus besar yang banyak melibatkan pejabat tinggi yang korup. Seperti kasus Gayus Tambunan, serta sejumlah skandal hukum lainnya yang belum terungkap tuntas. Hal ini yang seharusnya menjadi kaca, khususnya bagi aparat penegak hukum di daerah. Indikasi bahwa masyarakat mulai kehilangan kepercayaan, segala sesuatu yang berkaitan dengan korupsi, berujung pada laporan ke KPK. Padahal hal itu bisa atau cukup di kepolisian maupun kejaksaan di daerah.
Keberadaan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi mahasiswa, serta elemen masyarakat lainnya yang menyuarakan anti korupsi, harus dilihat sebagai upaya memotivasi aparat hukum dalam mengungkap kasus-kasus korupsi. Bukan sebagai pencipta ketidaktertiban di masyarakat, apalagi dituduh sebagai perusuh dan biang kerok keamanan. Aktivis-aktivis itu, mungkin bagi para pelaku korupsi adalah musuh yang sangat membahayakan. bahkan dalam beberapa kasus, aktivis anti korupsi sering menjadi korban kekerasan, bahkan pembunuhan. Namun itu hendaknya tidak mengendurkan semangat untuk terus memberantas korupsi.
Keberhasilan pengungkapan kasus-kasus korupsi oleh penegak hukum yang selama ini ada, di satu sisi merupakan keberhasilan bagi aparat penegak hukum. Namun di sisi lain merupakan keprihatian tersendiri, karena hal itu menunjukkan banyaknya perilaku korup, baik yang dilakukan pejabat maupun mitra pemerintah. Prihatin, karena mereka yang kadang tidak disangka melakukan korupsi, ternyata ditangkap aparat penegak hukum. Prihatin, karena mereka yang tidak tahu-menahu dengan proses hukum, akhirnya menjadi tersangka hingga akhirnya menjadi terpidana. Namun sekali lagi, kita berharap jangan lagi ada korupsi. Namun jika ada indikasi korupsi, maka tugas dan kewajiban kita untuk membantu mengungkapnya. Dan aparat penegak hukum, agar tidak melakukan tebang pilih. (*)
Penegakan hukum di Indonesia hingga kini terus dilakukan, khususnya dalam peungkapan kasus-kasus korupsi. Baik di tingkat pusat, yang dipelopori Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun di daerah, yang dipelopori Kejaksaan maupun Polri. Dari sekian kasus yang dilaporkan masyarakat maupun temuan petugas sendiri berhasil diungkap, dan pelakunya pun berhasil dimasukkan ke dalam sel. Namun harus diakui, masih banyak pula kasus-kasus lain yang masih ngambang dan tak jelas nasibnya.
Upaya mengungkap kasus-kasus korupsi tersebut memang tidak gampang. Selain pelakunya yang menjalankan aksinya dengan sangat rapi, juga semangat dari sebagian penegak hukum yang kadang loyo. Sehingga peran serta elemen masyarakat untuk mengungkap kasus-kasus korupsi sangat diperlukan. Paling tidak memberikan semangat kepada para penegak hukum, untuk serius dan tanggap dalam setiap upaya pengungkapan kasus korupsi.
Para penegak hukum tidak perlu dihujat, tapi diberi motivasi agar pengungkapan kasus-kasus korupsi itu menjadi prioritas dan tidak pandang bulu. Siapa pun yang terlibat kasus korupsi, harus dibabat habis, tidak tebang pilih, apalagi pilih-pilih. Selama ini, beberapa kasus korupsi di daerah, kebanyakan hanya sebatas kepala desa saja, yang melakukan korupsi APBD, yang kerugiannya hanya puluhan juta hingga seratusan juta saja. Namun kasus-kasus korupsi yang merugikan negara hingga miliaran rupiah, masih banyak yang ngendong dan tak tersentuh. Boro-boro untuk menangkap pelakunya, untuk menanyakan kasusnya saja kadang tak diperoleh informasi yang jelas.
Bukan menyepelekan kasus kecil seperti yang dialami para kades, tetapi upaya penegakkan hukum itu memang tidak boleh tebang pilih. Siapa pun dia, entah presiden, menteri, gubernur, dan bupati, kalau dia bersalah melakukan korupsi, ya harus disikat. Sejarah mencatan, seorang presiden saja, yang baru diduga terlibat dalam suatu kasus hukum, bisa dijatuhkan. Meskipun hingga kini kasus yang dituduhkan itu belum pernah terbukti. Sementara kasus lain, yang hampir sama, yang disertai dengan bukti-bukti, bahkan ada yang sudah dijatuhkan pidana, namun tidak sampai menyentuh kepada aktor intelektualnya. Hal itu terjadi karena ada faktor kekuatan politik yang bermain di belakangnya.
Kondisi ini tentu saja bagi masyarakat awam, bahwa upaya penegakan hukum masih bersifat tebang pilih. Dipilih yang paling menguntungkan dan tidak mengandung resiko, serta sebagai salah satu bukti bahwa hukum di Indonesia masih berjalan. Meski hanya berjalan di tempat, kalau tidak mau mengatakannya jalan mundur.
Para penegak hukum, jika tidak ingin dikatakan sebagai lembaga yang hanya menjadi sarang mafia hukum, hendaknya mampu menunjukkan dengan langkah-langkah dan tindakan yang tegas. Siapa pun yang diduga melakukan tindakan melawan hukum, yakni korupsi, harus diadili. Keadilan untuk masyarakat adalah pengadilan bagi para koruptor, dengan hukuman yang setimpal. Bahkan kalau perlu, hukuman yang diberikan kepada para koruptor adalah hukuman mati, seperti yang sudah dilakukan di China.
Jangan sampai masyarakat hilang kepercayaannya kepada lembaga penegak hukum. Apalagi sekarang ini sedang menajdi sorotan, khususnya terkait dengan kasus-kasus besar yang banyak melibatkan pejabat tinggi yang korup. Seperti kasus Gayus Tambunan, serta sejumlah skandal hukum lainnya yang belum terungkap tuntas. Hal ini yang seharusnya menjadi kaca, khususnya bagi aparat penegak hukum di daerah. Indikasi bahwa masyarakat mulai kehilangan kepercayaan, segala sesuatu yang berkaitan dengan korupsi, berujung pada laporan ke KPK. Padahal hal itu bisa atau cukup di kepolisian maupun kejaksaan di daerah.
Keberadaan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi mahasiswa, serta elemen masyarakat lainnya yang menyuarakan anti korupsi, harus dilihat sebagai upaya memotivasi aparat hukum dalam mengungkap kasus-kasus korupsi. Bukan sebagai pencipta ketidaktertiban di masyarakat, apalagi dituduh sebagai perusuh dan biang kerok keamanan. Aktivis-aktivis itu, mungkin bagi para pelaku korupsi adalah musuh yang sangat membahayakan. bahkan dalam beberapa kasus, aktivis anti korupsi sering menjadi korban kekerasan, bahkan pembunuhan. Namun itu hendaknya tidak mengendurkan semangat untuk terus memberantas korupsi.
Keberhasilan pengungkapan kasus-kasus korupsi oleh penegak hukum yang selama ini ada, di satu sisi merupakan keberhasilan bagi aparat penegak hukum. Namun di sisi lain merupakan keprihatian tersendiri, karena hal itu menunjukkan banyaknya perilaku korup, baik yang dilakukan pejabat maupun mitra pemerintah. Prihatin, karena mereka yang kadang tidak disangka melakukan korupsi, ternyata ditangkap aparat penegak hukum. Prihatin, karena mereka yang tidak tahu-menahu dengan proses hukum, akhirnya menjadi tersangka hingga akhirnya menjadi terpidana. Namun sekali lagi, kita berharap jangan lagi ada korupsi. Namun jika ada indikasi korupsi, maka tugas dan kewajiban kita untuk membantu mengungkapnya. Dan aparat penegak hukum, agar tidak melakukan tebang pilih. (*)
Komentar
Posting Komentar