Menjadi Bijak

Oleh: M Riza Pahlevi

Menjadi bijak, sepertinya cukup sulit di negeri ini. Betapa tidak, ketika memutuskan suatu kebijakan, pasti akan mendapatkan komentar dan juga kritikan. Apalagi terkait dengan sejumlah persoalan yang ada selama ini, akan menjadi sandungan bagi para pemimpin bangsa, termasuk pemerintah daerah. Apa pun yang dilakukan, pasti akan menuai komentar, baik yang positif maupun yang negatif.
Beberapa masalah yang terjadi di Indonesia, mulai dari masalah bencana tsunami di Mentawai, meletusnya Gunung Merapi di Jogjakarta, kasus Gayus jalan-jalan ke Bali, dan terakhir masalah Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang disiksa di Timur Tengah. Itu semua membutuhkan sebuah keputusan yang bijak dalam menanganinya. Betapa tidak, sejumlah persoalan tersebut selalu menghiasi media masa saat ini. Apa pun yang dilakukan untuk mengatasi itu, pasti akan menuai pro dan kontra.
Negara Indonesia yang memiliki jumlah penduduk 234 juta pada tahun 2010 ini, merupakan penduduk terpadat keempat di dunia, menyusul setelah Amerika Serikat, India dan Cina (nomor 1). Tentunya beragam masalah yang terkumpul. Termasuk di Kabupaten Brebes, yang juga memiliki jumlah penduduk terbesar di jawa Tengah, namun memiliki tingkat IPM dan IPG pada tingkat 35 diantara 35 kabupaten/kota. Tentu ini menjadi persoalan tersendiri bagi pemerintah daerah.
Yang dikhawatirkan, pemerintah terkecoh dengan penanganan masalah per kasus ke kasus, bukan penanganan secara sistemis. Kita saksikan saja AS yang dipimpin Obama yang pernah sekolah di Menteng ini, Obama tetap santai saja walau dalam negerinya dilanda ribuan masalah. Artinya, ragam masalah itu langsung ditangani secara profesional. Semuanya harus ditangani secara profesional dan menyeluruh, jangan sepotong-potong.
Sejumlah persoalan yang muncul, harus disikapi serius. Seperti masalah bencana meletusnya Gunung Merapi yang menyebabkan banyak korban jiwa. Banyak warga tidak paham, sehingga larangan menjauh dari letusan Merapi mereka abaikan, padahal kalau saja pemerintah menyosialisasikan jauh-jauh hari pada penduduk di lereng gunung bagaimana cara menghindari bencana, mungkin jumlah korban tidak sebanyak ini.
Dalam kasus Gayus Tambunan yang pelesiran ke Bali dan menginap di hotel dengan harga Rp 5 juta per malam, padahal Gayus penghuni penjara Brimob, masalah ini adalah fenomena umum, sejumlah pengusaha besar yang ditahan, juga pernah menonton balapan. Artinya mental petugas penjaga penjara, baik polisi ataupun petugas lapas sudah kian parahnya. Nah, saat ada kejadian seperti ini, semua baru sibuk mengkritik moral, kejujuran dan disiplin petugas, namun kalau masalah Gayus ini sudah tidak menarik lagi, maka semuanya jadi lupa.
Kita harap, negeri ini diurusi oleh orang-orang yang profesional. Tidak cepat lupa dengan masalah yang pernah menerpanya. Atau lembaga pendidikan kita belum bisa menghasilkan polisi, politisi, petugas lapas, jaksa, hakim dan aparat lainnya yang bermental jujur dan disiplin. Agaknya semua kita harus koreksi diri.
Dari sejumlah contoh persoalan tersebut, mestinya kita bisa belajar lebih banyak lagi. Bahwa segala kebijakan atau pun keputusan yang diambil, akan menimbulkan efek. Apalagi jika kebijakan yang diambil itu berbau kontroversi atau hanya menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Tentunya masyarakat akan melihat dan menilai, apa yang sebenarnya terjadi.
Bukan hanya mengatasi masalah bencana saja, namun juga dalam mengatasi hal-hal lain yang terkait dengan kebijakan pemerintah, maupun kebijakan yang terkait dengan nasib masyarakat. Tanpa memiliki rasa bijak, seperti akan sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat lagi. Ini yang harus dipikirkan, khususnya oleh para pemimpin dalam mengambil kebijakan.
Menjadi bijak, memang tidak gampang. Tidak segampang saat mengambil kebijakan. Apalagi kebijakan itu tidak bijak. Jangan mencoba menjadi bijak, tanpa kebijakan yang bijak. Menjadi bijak, tentunya membutuhkan proses yang panjang dan tentunya juga tidak mudah. Namun untuk menjadi bijak, sangat didambakan orang banyak. (*)

Komentar

Postingan Populer