Kalah Menang Itu Biasa
Dalam pertandingan, manang kalah itu hal biasa. Apalagi jika itu sebuah pertandingan, yang harus muncul satu pemenang saja. Karena tidak mungkin memunculkan dua pemenang sekaligus untuk satu pertandingan. Begitu juga dengan sepak bola, menang kalah itu hal biasa. Tidak perlu emosi, apalagi mencaci. Karena bagaimana pun juga, sepak bola itu bundar.
Apalagi sepak bola merupakan olahrga favorit bagi masyarakat Indonesia, bukan hanya laki-laki saja, tapi juga kaum perempuan. Lihat saja, dalam setiap pertandingan Liga Indonesia, fanatisme penonton terhadap klub yang dibelanya sangat luar biasa. Sehingga ketika Timnas menjadi kebanggan Indonesia, maka sikap fanatisme itu juga hal yang biasa dan sudah seharunya menjadi penyemangat pasukan Timnas dalam setiap pertandingan.
Harus diakui, saat ini masyarakat sedang tergila-gila dengan Timnas Indonesia, yang dalam beberapa pertandingan terakhir mampu mengalahkan lawan-lawannya dalam Piala AFF 2010. Meski akhirnya dalam partai puncak leg 1 di Malaysia, Timnas harus kalah 3-0. Bagi yang lagi tergila-gila dengan Timnas, mungkin itu kekalahan yang menyakitkan. Betapa tidak, sebelumnya dalam babak penyisihan Indonesia berhasil memukul Malaysia dengan 5-1.
Lantas bagaimana dengan final leg 2, yang menurut jadwal digelar pada 29 Desember ini? Masihkah ada kesempatan Indonesia untuk memablas kekalahan dari Malaysia dan menjadi juara Piala AFF 2010? Memang cukup berat untuk bisa menang 4-0 jika ingin menjadi juara, meski itu di kandang sendiri, di Stadion Gelora Bung Karno. Tetapi paling tidak, Timnas Indonesia sudah mempunyai semangat untuk membalas kekalahan yang menyakitkan tersebut.
Karenanya, dalam pertandingan sepak bola ini, di saat semangat nasionalisme masyarakat memuncak untuk mendukung Timnas, jangan menjadi beban bagi mereka yang sedang bertanding. Memberikan semangat adalah keharusan, tetapi tidak dengan memberikan beban yang berlebihan. Juga tidak perlu mencaci dan memaki ketika gagal menanggung beban yang cukup berat, membawa nama Indonesia.
Semangat yang menggebu-gebu, tetapi ketika kalah menjadi lemah, bukan hal yang baik dalam pembelajaran nasionalisme. Namun semangat yang positif dan mengerti beban yang disandangnya, harus bisa dipahami para pendukung Timnas. Apalagi jika ini adalah langkah awal bagi dunia olah raga, bukan hanya sepaka bola. Di mana masyarakat bisa memberikan semangat dan motivasi kepada Timnas, bukan hanya sepak bola saja, agar bisa sejajar dengan negara-negara lain yang sudah lebih dulu maju di bidang oleh raga.
Dulu, mungkin Timnas sering menjadi cibiran, selalu kalah dan dan kalah. Seolah pengelola maupun manajemen Timnas tidak bisa mencari bibit-bibit unggul dari 200 juta lebih penduduk Indonesia. Namun sebenarnya, jika dikelao dan dimanajemen dengan lebih baik lagi, banyak potensi yang tercipta dan mampu membawa nama bangsa di tingkat internasional. Tidak meudah memang untuk menemukan hal-hal semacam itu, butuh proses dan waktu yang lama.
Kembali kepada pertandingan, menang dan kalah itu biasa. Yang tidak biasa adalah kalah sebelum bertanding. Kalah dengan tidak terhormat, seperti sepak bola gajah yang sempat mendera Timnas beberapa tahun lalu. Tentunya hal ini menjadi pembelajaran bagi seluruh insan sepak bola di tanah air, agar dalam setiap pertandingan tetap menggunakan fair play dan profesional. Sehingga ketika menang pun dengan rasa bangga, dan ketika kalah pun merasa terhormat. Sehingga ketika menyikapi suatu pertandingan, menang dan kalh itu menjadi hal yang biasa.
Ketika Timnas berhasil menang itu karena keberhasilan seluruh tim, mulai dari pemain, pelatih hingga official yang mendampingi, termasuk lembaga yang menaunginya, PSSI. Ketika kalah, hal itu pun bisa karena kegagalan seluruh tim, bukan hanya pemain, pelatih atau pun officialnya saja. tetapi paling tidak, dari kekalahan yang terjadi, akan menjadi bahan evaluasi. Bagaimana ke depan, agar bisa meraih kemanangan dengan cara yang baik dan profesional, bukan dengan kecurangan.
Memang dan kalah dalam pertandingan, sekali lagi hal biasa. Namun jangan sekali-kali masalah ini dibawa ke ranah politik, memanfaatkan fanatisme penonton dan suporter untuk kepentingan politik. Bukan simpati, tapi mungkin caci maki. Kini menghadapi final leg 2, sudah saatnya Timnas bisa bermain cantik dan memberikan kemenangan untuk Indonesia, syukur bisa menajdi juara AFF 2010. Jangan lagi mencaci, juga jangan euforia berlebihan ketika menjadi pemenang. Karena menang dan kalah itu biasa. (*)
Apalagi sepak bola merupakan olahrga favorit bagi masyarakat Indonesia, bukan hanya laki-laki saja, tapi juga kaum perempuan. Lihat saja, dalam setiap pertandingan Liga Indonesia, fanatisme penonton terhadap klub yang dibelanya sangat luar biasa. Sehingga ketika Timnas menjadi kebanggan Indonesia, maka sikap fanatisme itu juga hal yang biasa dan sudah seharunya menjadi penyemangat pasukan Timnas dalam setiap pertandingan.
Harus diakui, saat ini masyarakat sedang tergila-gila dengan Timnas Indonesia, yang dalam beberapa pertandingan terakhir mampu mengalahkan lawan-lawannya dalam Piala AFF 2010. Meski akhirnya dalam partai puncak leg 1 di Malaysia, Timnas harus kalah 3-0. Bagi yang lagi tergila-gila dengan Timnas, mungkin itu kekalahan yang menyakitkan. Betapa tidak, sebelumnya dalam babak penyisihan Indonesia berhasil memukul Malaysia dengan 5-1.
Lantas bagaimana dengan final leg 2, yang menurut jadwal digelar pada 29 Desember ini? Masihkah ada kesempatan Indonesia untuk memablas kekalahan dari Malaysia dan menjadi juara Piala AFF 2010? Memang cukup berat untuk bisa menang 4-0 jika ingin menjadi juara, meski itu di kandang sendiri, di Stadion Gelora Bung Karno. Tetapi paling tidak, Timnas Indonesia sudah mempunyai semangat untuk membalas kekalahan yang menyakitkan tersebut.
Karenanya, dalam pertandingan sepak bola ini, di saat semangat nasionalisme masyarakat memuncak untuk mendukung Timnas, jangan menjadi beban bagi mereka yang sedang bertanding. Memberikan semangat adalah keharusan, tetapi tidak dengan memberikan beban yang berlebihan. Juga tidak perlu mencaci dan memaki ketika gagal menanggung beban yang cukup berat, membawa nama Indonesia.
Semangat yang menggebu-gebu, tetapi ketika kalah menjadi lemah, bukan hal yang baik dalam pembelajaran nasionalisme. Namun semangat yang positif dan mengerti beban yang disandangnya, harus bisa dipahami para pendukung Timnas. Apalagi jika ini adalah langkah awal bagi dunia olah raga, bukan hanya sepaka bola. Di mana masyarakat bisa memberikan semangat dan motivasi kepada Timnas, bukan hanya sepak bola saja, agar bisa sejajar dengan negara-negara lain yang sudah lebih dulu maju di bidang oleh raga.
Dulu, mungkin Timnas sering menjadi cibiran, selalu kalah dan dan kalah. Seolah pengelola maupun manajemen Timnas tidak bisa mencari bibit-bibit unggul dari 200 juta lebih penduduk Indonesia. Namun sebenarnya, jika dikelao dan dimanajemen dengan lebih baik lagi, banyak potensi yang tercipta dan mampu membawa nama bangsa di tingkat internasional. Tidak meudah memang untuk menemukan hal-hal semacam itu, butuh proses dan waktu yang lama.
Kembali kepada pertandingan, menang dan kalah itu biasa. Yang tidak biasa adalah kalah sebelum bertanding. Kalah dengan tidak terhormat, seperti sepak bola gajah yang sempat mendera Timnas beberapa tahun lalu. Tentunya hal ini menjadi pembelajaran bagi seluruh insan sepak bola di tanah air, agar dalam setiap pertandingan tetap menggunakan fair play dan profesional. Sehingga ketika menang pun dengan rasa bangga, dan ketika kalah pun merasa terhormat. Sehingga ketika menyikapi suatu pertandingan, menang dan kalh itu menjadi hal yang biasa.
Ketika Timnas berhasil menang itu karena keberhasilan seluruh tim, mulai dari pemain, pelatih hingga official yang mendampingi, termasuk lembaga yang menaunginya, PSSI. Ketika kalah, hal itu pun bisa karena kegagalan seluruh tim, bukan hanya pemain, pelatih atau pun officialnya saja. tetapi paling tidak, dari kekalahan yang terjadi, akan menjadi bahan evaluasi. Bagaimana ke depan, agar bisa meraih kemanangan dengan cara yang baik dan profesional, bukan dengan kecurangan.
Memang dan kalah dalam pertandingan, sekali lagi hal biasa. Namun jangan sekali-kali masalah ini dibawa ke ranah politik, memanfaatkan fanatisme penonton dan suporter untuk kepentingan politik. Bukan simpati, tapi mungkin caci maki. Kini menghadapi final leg 2, sudah saatnya Timnas bisa bermain cantik dan memberikan kemenangan untuk Indonesia, syukur bisa menajdi juara AFF 2010. Jangan lagi mencaci, juga jangan euforia berlebihan ketika menjadi pemenang. Karena menang dan kalah itu biasa. (*)
Komentar
Posting Komentar