Berebut Menjadi yang Terbesar
Oleh: M Riza Pahlevi
Dalam beberapa bulan ini sejumlah partai politik mengelar musyawarah untuk memilih pengurus baru. Mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan hingga di tingkat desa. Pemilihan pengurus baru ini juga menjadi ajang konsolidasi bagi partai tersebut untuk terus menguatkan basis dan menyiapkan target untuk pemilu mendatang.
Salah satu target partai-partai politik tersebut adalah menjadi partai pemenang pemilu, atau setidaknya masuk dalam tiga besar atau minimal lima besar. Semua itu sah dan tidak perlu diperdebatkan. Karena partai politik memang tujuannya adalah menajring suara dalam pemilu, baik pemilu legislatif, pemilu presiden, maupun pemilu kepala daerah.
Ajang konsolidasi ini penting, mengingat Pemilu memang masih cukup panjang, 2014. Namun bagi mereka, partai politik, tahun 2014 mungkin sudah cukup dekat di depan mata. Tanpa konsolidasi dan upaya-upaya untuk mempersiapkan pemilu 2014 nanti, dipastikan akan tertinggal jauh. Apalagi wacana untuk menambah parlaimant treshold menjadi 5 persen, tentu membuat partai-partai yang dekat dengan limit itu pun harus berpikir keras, agar tetap bisa lolos dan mendudukkan wakilnya di kursi DPR.
Konsolidasi partai ini dilakukan, selain untuk memilih pengurus baru, tentunya mempunyai maksud agar kekuatan utama penyokong partai tetap kuat. Sehingga untuk menyolidkannya tidak susah, karena dari jajaran pengurusnya sendiri sudah solid dari semua tingkatan. Namun bisa saja, kondisi ini berbalik dengan apa yang diinginkan. Namanya juga politik, pasti ada yang kurang puas atas hasil keputusan musyawarah yang telah dilakukan tersebut.
Masing-masing partai pasti memiliki maksud dan tujuan sendiri-sendiri dalam setiap musyawarah maupun proses pemilihan yang melibatkan kader-kadernya. Tentunya tujuannya utamanya adalah meraih kemenangan dalam setiap agenda politik yang ada, baik pada pemilu maupun pemilu kepala daerah. Sehingga saat ini, mungkin yang dipikirkan partai politik, masih sebatas pada upaya untuk meraih dukungan terbanyak saja. Sementara tujuan utama partai politik, sebagai penyambung lidah rakyat mungkin sedikit terlupakan. Yang hanya diingat adalah kemenangan dan kemenangan.
Tapi asumsi ini mungkin akan diprotes banyak partai politik. Namun sepertinya hal-hal seperti itulah yang sekarang ini terlihat dalam setiap gelaran musyawarah paratai politik, mulai di tingkat pusat hingga di tingkat daerah. Meraih kemenangan dan kemenangan, sementara menyejahterakan rakyat sebagai konstituen hanya sasaran antara saja. Bahkan slogan kesejahteraan rakyat itu hanya sekedar slogan saja, tanpa bermaksud sungguh-sungguh untuk menyejahterakannya.
Semoga saja asumsi ini tidak benar dan partai-partai politik yang ada membantahnya. Membantah bukan hanya sekedar membantah, namun harus bisa menunjukkan kiprah nyata dan aksi langsung di tengah masyarakat. Sehingga slogan yang selalu digembar-gemborkan, itu dengan sendirinya akan tertutup dengan aksi yang benar-benar menunjukkan bahwa partai politik adalah wadah aspirasi rakyat yang sesungguhnya.
Berbuat dengan mengeluarkan kebijakan yang pro rakyat, dan berbuat untuk kepentingan rakyat pula. Bukan sebaliknya, dengan alasan demi rakyat namun sesungguhnya hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Mereka harus mengeluarkan kebijakan yang adil dan merata, tanpa harus melihat ke belakang, apakah mereka kader partainya atau bukan. Tetapi bagaimana melihat bahwa mereka smeua adalah rakyat. Pilihan politik adalah hak, tetapi memberikan keadilan dari para pengambil kebijakan adalah kewajiban partai politik.
Berebut menjadi yang terbesar, dengan berusaha memikat hati rakyat adalah tugas partai politik. Karena dengan meraih dukungan rakyat secara maksimal, maka program-program partai itu akan terwujud. Namun sekali lagi diharapkan, tugas sebagai penyambung lidah rakyat, penyalur asprasi rakyat, untuk kesejahteraan rakyat, hendaknya menjadi tujuan utama, bukan slogan utama.
Tentunya dengan menjadi yang terbesar, bukan lantas sombong dan melupakan dari mana dia berasal. Rakyat yang telah memilihnya, dilupakan begitu saja. Bahkan ketika mereka berteriak, justru diabaikan dan tak didengar. Dengan kebesarannya pula, tidak menjadikan lupa untuk tetap menjadikan rakyat sebagai raja. (*)
Dalam beberapa bulan ini sejumlah partai politik mengelar musyawarah untuk memilih pengurus baru. Mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan hingga di tingkat desa. Pemilihan pengurus baru ini juga menjadi ajang konsolidasi bagi partai tersebut untuk terus menguatkan basis dan menyiapkan target untuk pemilu mendatang.
Salah satu target partai-partai politik tersebut adalah menjadi partai pemenang pemilu, atau setidaknya masuk dalam tiga besar atau minimal lima besar. Semua itu sah dan tidak perlu diperdebatkan. Karena partai politik memang tujuannya adalah menajring suara dalam pemilu, baik pemilu legislatif, pemilu presiden, maupun pemilu kepala daerah.
Ajang konsolidasi ini penting, mengingat Pemilu memang masih cukup panjang, 2014. Namun bagi mereka, partai politik, tahun 2014 mungkin sudah cukup dekat di depan mata. Tanpa konsolidasi dan upaya-upaya untuk mempersiapkan pemilu 2014 nanti, dipastikan akan tertinggal jauh. Apalagi wacana untuk menambah parlaimant treshold menjadi 5 persen, tentu membuat partai-partai yang dekat dengan limit itu pun harus berpikir keras, agar tetap bisa lolos dan mendudukkan wakilnya di kursi DPR.
Konsolidasi partai ini dilakukan, selain untuk memilih pengurus baru, tentunya mempunyai maksud agar kekuatan utama penyokong partai tetap kuat. Sehingga untuk menyolidkannya tidak susah, karena dari jajaran pengurusnya sendiri sudah solid dari semua tingkatan. Namun bisa saja, kondisi ini berbalik dengan apa yang diinginkan. Namanya juga politik, pasti ada yang kurang puas atas hasil keputusan musyawarah yang telah dilakukan tersebut.
Masing-masing partai pasti memiliki maksud dan tujuan sendiri-sendiri dalam setiap musyawarah maupun proses pemilihan yang melibatkan kader-kadernya. Tentunya tujuannya utamanya adalah meraih kemenangan dalam setiap agenda politik yang ada, baik pada pemilu maupun pemilu kepala daerah. Sehingga saat ini, mungkin yang dipikirkan partai politik, masih sebatas pada upaya untuk meraih dukungan terbanyak saja. Sementara tujuan utama partai politik, sebagai penyambung lidah rakyat mungkin sedikit terlupakan. Yang hanya diingat adalah kemenangan dan kemenangan.
Tapi asumsi ini mungkin akan diprotes banyak partai politik. Namun sepertinya hal-hal seperti itulah yang sekarang ini terlihat dalam setiap gelaran musyawarah paratai politik, mulai di tingkat pusat hingga di tingkat daerah. Meraih kemenangan dan kemenangan, sementara menyejahterakan rakyat sebagai konstituen hanya sasaran antara saja. Bahkan slogan kesejahteraan rakyat itu hanya sekedar slogan saja, tanpa bermaksud sungguh-sungguh untuk menyejahterakannya.
Semoga saja asumsi ini tidak benar dan partai-partai politik yang ada membantahnya. Membantah bukan hanya sekedar membantah, namun harus bisa menunjukkan kiprah nyata dan aksi langsung di tengah masyarakat. Sehingga slogan yang selalu digembar-gemborkan, itu dengan sendirinya akan tertutup dengan aksi yang benar-benar menunjukkan bahwa partai politik adalah wadah aspirasi rakyat yang sesungguhnya.
Berbuat dengan mengeluarkan kebijakan yang pro rakyat, dan berbuat untuk kepentingan rakyat pula. Bukan sebaliknya, dengan alasan demi rakyat namun sesungguhnya hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Mereka harus mengeluarkan kebijakan yang adil dan merata, tanpa harus melihat ke belakang, apakah mereka kader partainya atau bukan. Tetapi bagaimana melihat bahwa mereka smeua adalah rakyat. Pilihan politik adalah hak, tetapi memberikan keadilan dari para pengambil kebijakan adalah kewajiban partai politik.
Berebut menjadi yang terbesar, dengan berusaha memikat hati rakyat adalah tugas partai politik. Karena dengan meraih dukungan rakyat secara maksimal, maka program-program partai itu akan terwujud. Namun sekali lagi diharapkan, tugas sebagai penyambung lidah rakyat, penyalur asprasi rakyat, untuk kesejahteraan rakyat, hendaknya menjadi tujuan utama, bukan slogan utama.
Tentunya dengan menjadi yang terbesar, bukan lantas sombong dan melupakan dari mana dia berasal. Rakyat yang telah memilihnya, dilupakan begitu saja. Bahkan ketika mereka berteriak, justru diabaikan dan tak didengar. Dengan kebesarannya pula, tidak menjadikan lupa untuk tetap menjadikan rakyat sebagai raja. (*)
Komentar
Posting Komentar