Koboy dan Laskar

Akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan banyaknya pemberitaan aksi koboy dan laskar. Kedua aksi itu bukanlah episode sebuah sinetron atau pun pertunjukan teater, tetapi aksi kekerasan yang dilakukan oknum berlaku ala koboy dan laskar suatu kelompok yang unjuk kekuatan. Keduanya hampir sama, yakni unjuk kekuatan diri dan kelompoknya kepada orang lain.
Entah karena ingin pamer kekuatan atau menakut-nakuti orang di sekitarnya atau sikap sombongnya. Sehingga aksi yang tak seharusnya dilakukan itu pun dilakukan, sehingga ada orang yang menjadi korban. Korban kekerasan dari aksi para koboy dan orang-orang yang bangga dengan kelompok laskarnya. Korban aksi kedua kelompok masyarakat ini kadang tidak tahu apa-apa. Namun masyarakat yang melihat perilaku ala koboy dan laskar ini jelas tidak setuju.
Aksi koboy, biasanya dilakukan oknum aparat yang memegang senjata api, atau orang-orang tertentu yang memiliki senjata api. Bagi aparat yang memegang senjata, dengan memanfaatkan senjatanya untuk menakut-nakuti, atau bahkan menyakiti dan membunuhnya dengan senjata tersebut, merupakan pelanggaran yang keras. Harus ada penyeleksian kembali kepada para aparat yang memegang senjata. Apakah jiwa dan psikologisnya siap memegang senjata tersebut atau tidak.
Banyaknya aksi koboy ini, tentu menunjukkan adanya kondisi psikologis aparat keamanan yang patut dilakukan tes psikologi kembali. Meskipun sebelumnya, lembaga itu sudah melakukan tes psikologi bagi anggotanya yang memegang senjata. Sehingga senjata yang seharusnya untuk kepentingan mengamankan rakyat, justru malah untuk menakut-nakuti rakyat. Hal inilah yang tidak boleh terjadi.
Sementara warga sipil yang memegang senjata dan beraksi ala koboy, biasanya orang yang berduit. Merasa hebat dan kuat jika dilengkapi dengan senjata api. Namun untuk mendapatkan izin itu, juga harus mengikuti tes psikologi terlebih dahulu, juga pelatihan yang intensif untuk bisa menggunakannya. Bagi warga sipil pemegang senjata api ini, memang ada aturannya. Namun juga tidak boleh digunakan untuk aksi koboy dengan mengumbar senjatanya di depan khalayak.
Sementara laskar, yang katanya bertujuan memerangi kemaksiatan, tak sepantasnya melakukan aksi unjuk kekuatan di hadapan masyarakat banyak. Mungkin ada juga masyarakat yang tidak suka dengan aksi unjuk kekuatan tersebut. Jika itu terjadi, maka akan muncul kekuatan atau kelompok lain yang melawannya. Bahwa dia juga punya kekuatan, kekuatan untuk melawan laskar tersebut. Di sini peran aparat kepolisian untuk mengatur keberadaan organisasi, apalgi laskar yang mempunyai tujuan dan cita-cita tertentu dengan caranya sendiri.
Laskar, kalau zaman dulu lebih dekat pengertiannya dengan pasukan perang. Karena keberadaan mereka diperlukan untuk melawan penjajah atau musuh bagi negaranya. Namun kini, laskar yang muncul bukan untuk melawan musuh negara, tetapi musuhnya dia sendiri yang ada di dalam negeranya sendiri. Entah ada tujuan lain dibalik dibentuknya sejumlah laskar tersebut atau memang hanya sekedar laskar-laskaran. Ingin seperti tentara atau polisi, yang bertugas melakukan penertiban dan keamanan rakyat.
Namun keberadaan laskar ini, saat ini justru menjadi faktor keresahan sendiri di sebagian masyarakat. Karena mereka bertindak sendiri, tanpa melihat aturan hukum yang berlaku di negeri ini. Aparat yang berwenang, dianggap tidak mampu dan dilewati begitu saja. Hingga aksi perusakan dan kekerasan sering dilakukan laskar-laskar tersebut. Menjadi tugas aparat yang berwenang untuk menertibkan laskar-laskar tersebut. Begitu pula dengan aksi para koboy tersebut. (*)

Komentar

Postingan Populer