Politik Uang dan Uang Politik

Menjelang pelaksanaan Pilkada, selalu diramaikan dengan politik uang. Sejumlah ulama pun menegaskan bahwa politik uang itu haram. Namun demikian, masih saja ada politik uang yang ditemukan. Biasanya dilakukan pada malam atau pagi menjelang fajar pelaksanaan pemungutan suara. Banyak yang menyebutnya dengan istilah serangan fajar.
Disebut politik uang, karena calon membagikan uang kepada warga agar warga tersebut memilihnya. Dalam hal ini, warga tidak melihat apakah yang memberikan uang itu merupakan calon pemimpin yang memiliki visi atau tidak. Tidak melihat kualitas yang dipilihnya, apakah mumpuni atau tidak. Justru yang dicari adalah, siapa yang paling banyak memberikan uang, itu yang akan dipilih.
Menurut sebuah hasil survei, yang tidak jelas sumbernya, karena memang tidak pernah diumumkan, sebagian besar warga akan memilih calon yang memberi uang. Hasil survei ini tentu bertolak belakang dengan kampanye yang dilakukan pemerintah, bahwa politik uang itu tidak benar. Siapa yang terbukti melakukan politik uang, bisa dibatalkan hasil pemilihannya. Namun nyatanya hampir tidak ada calon, apakah calon kepala daerah atau wakil rakyat yang digugurkan akibat politik uang.
Begitu pula dengan tausiyah yang disampaikan para ulama dan ustadz terkait dengan politik uang ini. Padahal sebagian besar penduduk Indonesia ini adalah penganut Islam, yang tentunya mematuhi fatwa dan nasihat ulamanya. Meski telah dinyatakan haram, nyatanya politik uang tetap saja marak. Bahkan berbanding terbalik dengan kampanye yang dilakukan pemerintah maupun fatwa ulama. Karena justru politik uang ini semakin meraja lela. Siapa yang akan maju dalam Pilkada maupun Pemilu Legislatif, harus mengeluarkan uang ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Fakta itu tak bisa ditutup-tutupi, bahkan sepertinya politik uang itu merupakan suatu keharusan. Sehingga mereka yang akan terjun ke dunia politik, harus memiliki kekayaan terlebih dahulu. Karena tanpa kekayaan, sepertinya hampir mustahil seseorang itu dapat menduduki jabatan politik, baik sebagai kepala daerah atau pun anggota legislatif. Seperti fenomena yang sekarang ini terlihat, sebagian besar jabatan kepala daerah dan wakil rakyat sekarang ini, dipegang pengusaha yang kaya.
Lantas bagaimana dengan uang politik, artinya uang yang harus dikeluarkan saat berpolitik? Apakah sama antara uang politik dengan politik uang? Hal ini perlu dibedakan, karena bagaimana pun juga, segala kegiatan yang dilakukan perseorangan atau pun lembaga, pasti memerlukan uang. Aparat pemerintah saja, yang sudah digaji setiap bulan, masih membutuhkan biaya operasional saat bekerja di lapangan. Ada perjalanan dinas, honor ini dan honor itu, uang lembur hingga biaya untuk makan dan minum.
Tentu kondisi yang sama, juga terjadi dalam kegiatan politik. Kegiatan rapat-rapat partai, konsolidasi internal, perencanaan-perencanaan partai hingga pengerahan massa, semuanya membutuhkan uang. Dalam hal ini tentunya adalah uang politik.
Apalagi kegiatan ini tidak ada gaji atau pun honor bagi yang menjalankannya. Seorang ketua partai, sekretaris dan pengurus partai lainnya, tidak mendapat gaji rutin setiap bulan. Yang ada hanya uang operasional partai, yang itu pun diperoleh dari iuran anggota atau pun bantuan dari pihak ketiga. Uang tersebut digunakan untuk kegiatan partai, yang otomatis sebagian dari uang itu, diberikan sebagai uang lelah bagi yang menjalankan aktivitas kepolitikannya.
Karenanya, tidak heran ketika ada hajat besar seperti Pemilu atau pun Pilkada, dibutuhkan uang politik yang sangat besar. Pengadaan sarana dan prasarana partai, seperti bendera, baliho, umbul-umbul dan lainnya, termasuk pengerahan massa, semuanya membutuhkan uang yang sangat besar. Dari mana uang itu diperoleh, selain dari iuran anggota atau sumbangan pihak ketiga yang simpati dengan perjuangan partai tersebut.
Berdasarkan fakta seperti ini, apakah politik uang dan uang politik sama? Perlu kajian mendalam untuk menentukannya. Ketika sama, apakah berarti kegiatan politik yang disertai dengan uang politik menjadi haram? Ketika dinyatakan berbeda, mungkinkan tidak ada manipulasi istilah? Mari kita kaji. (*)

Komentar

Postingan Populer