Politik, Kekuasaan dan Korupsi

Politik sebagai salah satu bidang ilmu, mungkin banyak yang belum mengetahui. Karena politik hanya dianggap sebagai sebuah tindakan pragmatis yang berkaitan dengan kekuasaan. Sehingga tujuan politik yang sebenarnya sangat mulia dan suci, yakni menjadikan kekuasaan sebagai sarana untuk mensejahterakan rakyat, hilang begitu saja. Bahkan hingga sekarang, anggapan sebagian besar orang menyatakan bahwa politik kejam dan kotor. Anggapan itu cukup beralasan, karena memang realita kehidupan politik sebagian besar seperti itu.
Harus diakui, bahwa salah satu tujuan orang berpolitik adalah meraih kekuasaan. Namun bukan berarti kekuasaan itu harus diraih dengan segala cara, seperti diungkapkan Machiavelli. Politik juga memiliki etika, sopan santun dan daya seni yang tinggi. Sehingga tujuan untuk mensejahterakan rakyatnya itu bisa diwujudkan. Tujuan yang mulia dan suci itu bisa terwujud, jika seorang politisi, orang yang aktif di bidang politik, menjalankan politik sebagai sarana, bukan tujuan.
Hubungan antara politik dan kekuasaan memang tidak bisa dipisahkan. Seseorang yang terjun dalam dunia politik, lantas tidak memiliki tujuan untuk mencapai kekuasaan, mungkin bisa. Tetapi lembaga politik yang digeluti, tidak bisa tidak. Karena melalui lembaga politik itu, yang bersangkutan atau orang lain, pasti memiliki tujuan mencapai kekuasaan. Sehingga secara tidak langsung, semua orang yang terjun ke dunia politik, pasti salah satu tujuannya adalah mencapai kekuasaan. Baik secara pribadi maupun kelembagaan.
Dalam sistem negara demokrasi, maka alat untuk mencapai tujuan politik tersebut tak lain adalah partai politik. Di mana partai politik ini yang menjaring dukungan dari rakyat, berdasarkan asas atau pun ideologi tertentu. Dari situ, partai politik akan berjuang untuk menyampaikan aspirasi konstituennya melalui lembaga legislatif dan eksekutif. Di kedua lembaga itu, legislatif dan eksekutif, terjadi persaingan politik. Karena tidak hanya satu partai politik saja yang mencoba meraih kekuasaan. Perebutan kekuasaan itu dilakukan melalui sebuah pemilihan umum (Pemilu), siapa yang terbanyak, dia yang bakal meraih kekuasaan.
Lantas apa hubungannya antara kekuasaan dan korupsi? Kalau melihat dari tujuan politik yang sesungguhnya, yakni mensejahterakan rakyatnya, maka tidak ada hubungan antara kekuasaan dan korupsi. Korupsi tentu menjadi barang yang diharamkan, jika tujuan yang hendak dicapai itu adalah tujuan mulia dan suci. Namun berbeda dengan sebaliknya, jika politik hanya dijadikan tujuan, bukan sebagai sarana untuk mensejahterakan rakyat. Maka kekuasaan akan mendekatkan dengan praktek-praktek korupsi.
Korupsi bisa dilakukan siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Bukan hanya oleh para penguasa, politisi yang berhasil mencapai kekuasaan, tetapi juga orang-orang yang berada di lingkaran kekuasaan tersebut. Mereka yang berada di lingkaran kekuasaan itu, bahkan yang sering menjadi otak dari perilaku korupsi yang dilakukan penguasa. Meskipun ini asumsi, namun dari beberapa kasus korupsi, pelakunya sebagian besar adalah orang-orang yang berada di lingkaran kekuasaan tadi. Sementara sang penguasa, cenderung aman dari kasus korupsi yang terjadi. Aman dalam arti diamankan atau memang benar-benar aman dari tindak tindak pidana korupsi.
Korupsi di sini diartikan sebagai tindakan mengambil harta dan kekayaan negara tanpa hak, tanpa prosedur yang benar. Di mana harta dan kekayaan negara ini yang mengelola adalah pemerintah, yang di dalamnya adalah para penguasa yang diperoleh dari persaingan politik. Pemanfaatan harta dan kekayaan negara itu, sepenuhnya diatur oleh para penguasa. Namun yang harus diperhatikan oleh para penguasa, bahwa harta dan kekayaan negara yang dikumpulkan dari rakyat, harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bukan untuk dirinya sendiri maupun golongannya.
Bahwa kekuasaan pada awalnya diperebutkan antara satu golongan dengan golongan yang lain, siapa yang menjadi pemenang, dia yang berkuasa. Namun ketika sudah berkuasa, tidak lantas semuanya demi kepentingan pribadi dan golongan. Kelompok atau golongan yang sudah berkuasa, maka kepentingan yang harus dikedepankan adalah kepentingan rakyat banyak. Ketika tujuan itu sudah melenceng, maka kemungkinan terjadinya korupsi sangat besar, baik oleh orang yang berkuasa atau pun oleh orang-orang yang berada di lingkaran kekuasaan tersebut.
Antara politik, kekuasaan dan korupsi, merupakan satu rangkaian yang tak terpisahkan. Namun bukan berarti orang yang terjun di politik, dan kemudian meraih kekuasaan, lantas harus korupsi. Tidak, justru yang harus dilakukan adalah bagaimana politik yang dilandasi dengan tujuan yang mulia dan suci tadi, digunakan untuk meraih kekuasaan yang bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan untuk dikorupsi. Tigal hal tersebut memang saling berkaitan, namun tidak sebanding lurus sebab akibatnya. (*)

Komentar

Postingan Populer