Jiwa Entrepreneurship

Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes memiliki ide yang kreatif untuk mengembangkan bakat entrepeneurship bagi siswa-siswi SMA dan SMK. Ide kreatif ini juga dilombakan, dengan hadiah cukup menarik, yakni sepeda motor, laptop serta uang tunai. Mungkin idenya berasal dari sebuah iklan di televisi, yang mengajak masyarakat untuk berani berwira usaha, dari pada wira-wiri cari pekerjaan.
Ide kreatif ini harus didukung dan dikembangkan, bukan hanya untuk kalangan siswa saja, tetapi juga bagi masyarakat umum. Karena memang untuk menumbuhkan jiwa entrepreneurship atau kewirausahaan ini sangat susah. Tidak semua orang bisa dan memiliki jiwa entrepreneurship ini. Mungkin dari 1000 orang, hanya satu orang yang memiliki jiwa tersebut dan berhasil. Berhasil menjadi pengusaha besar.
Seperti contoh bos Dedy Jaya Group, Dr (HC) Muhadi Setiabudi, yang kini memiliki belasan unit usaha. Dulunya hanya seorang penjual bambu eceran, kini perusahaan oto bus dengan ratusan armada, plaza dan tempat hiburannya, hotel dan perumahan, rumah makan serta unit usaha lainnya. Semua itu muncul karena semangat jiwa entrepreneurship yang dimilikinya.
Begitu pula dengan Hj Rukayah, pemilik PO Dewi Sri, juga berkembang dari jiwa entrepreneurship seperti itu. Bahkan anak-anaknya pun juga sukses terjun di dunia politik, dengan menjadi walikota maupun wakil bupati. Keberhasilan dan kesuksesan itu tidak lepas dari jiwa entreprenuership yang dimiliki masing-masing. Begitu pula dengan pengusaha-pengusaha lainnya, yang juga sukses dan berhasil.
Namun ide kreatif yang dilakukan Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes ini mendapat pertentangan dari masyarakat dan kasusnya mencuat di media massa. Padahal seharusnya, ide itu didukung dan mendapat apresiasi yang positif. Apakah orang Brebes tidak boleh berkreasi dengan jiwa entrepreneurship seperti yang dilakukan Dinas Pendidikan. Ataukah ada ketakutan dari para pengusaha-pengusaha yang telah sukses itu takut tersaingi dengan langkah Dinas Pendidikan? Sehingga ide kreatif itu diprotes dan mendapat komplain.
Dari berita yang muncul di media massa, ide kreatif itu ternyata kelewat kreatif. Sehingga saking kreatifnya, malah menjadi kebablasan ide kreatifnya tersebut. Siswa yang seharusnya diasah jiwa entrepreneurship, malah menjadi seorang yang tidak punya semangat. Karena dari program tersebut, justru menjadikan siswa malas, sedikit memelas dan bahkan mungkin agak memaksa, agar apa yang dijualnya itu bisa laku dan habis.
Apa yang mereka lakukan, sepertinya bukan untuk menumbuhkan jiwa entrepreneruship, tetapi lebih pada kewajiban untuk menjual sesuatu yang ditugaskan dari sekolah. Karena yang mereka jual adalah sebuah produk perusahaan besar, yang sudah jadi dan tinggal menjualnya saja. Meski telah diklarifikasi oleh even organizer maupun dari dinas sendiri, namun langkah dan ide kreatif yang dimaksud jauh dari jiwa entrepreneurship sesungguhnya. Ide kreatif tersebut cenderung bermotif bisnis semata dari perusahaan tersebut, dengan menumpang Dinas Pendidikan, yang mungkin mendapat bagian dari bisnis tersebut.
Ide kreatif yang berdasarkan semangat intrepreneurship, mungkin akan lebih mengena dilakukan oleh siswa-siswi SMK, di mana ada jurusannya. Itu pun tidak hanya dengan menjual salah satu produk perusahaan besar saja, tetapi bagaimana dia bisa berkreasi dengan produk hasilnya sendiri, dan bisa mengembangkan menjadi sebuah usaha yang berhasil. Dan itu tidak mungkin dilakukan hanya dalam satu atau dua hari saja, tetapi butuh waktu yang cukup lama, berbulan-bulan atau bahkan beberapa tahun.
Jiwa entrepreneurship itu tidak instan, yang hanya dinilai dalam hitungan hari. Jiwa entrepreneurship itu bukan proses yang instans, seperti produk minuman instans yang dijual siswa-siswi SMK dan SMA, seperti yang diinstruksikan Dinas Pendidikan tersebut. (*)

Komentar

Postingan Populer