Teroris
Teroris
Oleh: M Riza Pahlevi
Teroris, begitu kata yang dalam beberapa hari terakhir muncul kembali menjadi judul yang hangat di media massa. Teroris rupanya belum habis. Dan itu ditunjukan dengan sejumlah aksi berdarah, yang tak lagi melihat siapa yang menjadi korban. Mereka ingin menunjukan eksistensi kelompoknya.
Bagi sebagian orang, teroris mungkin hanya menjadi kembang dari sebuah berita. Atau hanya bagian dari kehidupan dunia, yang memang banyak dinamikanya. Pandangan itu tidak salah, karena memang semuanya tidak ada yang tahu, kapan teroris beraksi dan melakukan penyerangan, yang mereka sebut sebagai ‘jihad’. Jihad mereka itu, yang oleh pemerintah disebut teror, baik kepada pemerintah maupun masyarakat.
Bagi pemerintah, teroris adalah musuh utama yang harus segera dibasmi. Selain menjadi target operasi yang utama, khususnya Densus 88, keberadaan mereka juga menjadi tantangan bagi aparat keamanan. Masyarakat tidak harus menjadi korban dari aksi-aksi teroris itu.
Namun kenyataannya, masyarakat yang tak tahu menahu pun sering menjadi korban. Berapa ratus saja nyawa melayang, padahal dia tidak tahu apa yang menjadi target serangan teroris. Bahkan sekarang, target mereka pun sudah langsung menuju aparat keamanan itu sendiri. Siapa pun yang dianggap sebagai alat negara, di mana dan kapan pun bisa menjadi target serangan.
Pemaknaan jihad bagi teroris, adalah memerangi siapa pun yang dianggap musuh. Dan musuhnya adalah yang tidak menerima ajaran mereka, yang tidak sejalan dengan pemikirannya.Belum lagi mereka, yang dengan sengaja memburu keberadaan jaringan teroris tersebut. Atau mereka yang hanya sekedar membenci gerakan mereka, sehingga mereka pun kembali membencinya.
Dalam konteks ini, keduanya tidak mungkin bertemu dan berdialog menuju upaya damai. Yang ada hanya kebencian dan kebencian, yang didalamnya dilatarbelakangi semangat ‘jihad’ yang tak sesuai dengan konteksnya. Apakah jihad dilatarbelakangi kebencian? Atau kebencian menjadi latar belakang ‘jihad’? Dengan semangat kebencian pula, mereka pasti akan menjawab bahwa ini bukan kebencian, tetapi ini adalah semangat jihad.
Itulah teroris, yang bisa muncul kapan dan di mana saja. Mereka pun bisa muncul dari kelompok mana saja, bisa dari orang-orang dekat di sekitar kita. Mereka tiba-tiba muncul, dan begitu muncul langsung menjadi headline sebuah berita. Atau pulang dengan tinggal nama dan menceritakan sebuah kisah yang ironi, setelah bertahun-tahun hilang tanpa bekas dan jejak.
Mereka tidak pernah menceritakan, apa yang menajdi tujuan dari ‘jihad’ yang mereka kerjakan, siapa sasaran dan targetnya. Mereka menciptakan musuh semu, yang bisa diserang kapan dan di mana saja. Musuhnya adalah ‘kafir’, tapi siapa yang disebut kafir dan wajib diperangi dalam konteks jihad para teroris itu?
Kafir, apakah mereka yang tidak beragama Islam? Ataukah mereka yang memusuhi Islam dan merusaknya? Ataukah mereka termasuk orang-orang yang dianggap munafik? Mereka yang tidak mengakui Tuhan? Atau siapa kafir itu? Atau jangan-jangan mereka juga termasuk ‘kafir’?
Teroris, mungkin tidak ada kaitannya dengan agama tertentu. Karena dari kelompok mana dan apa pun bisa menjadi teroris. Mereka yang menjadi teroris, adalah mereka yang tidak memiliki rasa kemanusiaan, tidak memiliki rasa kebersamaan, tidak memiliki rasa perbedaan. Mereka yang ingin merusak, menyerang orang yang berbeda dengan dirinya, ingin membuat keonaran dan kerusakan.
Teroris, mungkin susah untuk diberantas dan tidak akan mati. Ketika satu kelompok berhasil dibasmi, mungkin akan muncul kelompok yang lain. Mereka bisa muncul dari dalam negeri, atau bahkan dari luar negeri. Lihat saja, dari beberapa kasus teroris yang ditangkap, sebagian pernah berguru di luar negeri. Bahkan ada yang berasal dari negeri yang menjadi tempat berguru para teroris dalam negeri.
Apakah teroris kini menjadikan negara Indonesia sebagai medan jihad atau jadi daerah ajang perekrutan kader. Karena semua tahu, Indonesia merupakan penduduk yang mayoritasnya muslim. Tentu, dengan mengambil satu atau dua orang, pasti lama-kelamaan akan banyak juga.
Namun yang pasti, Indonesia bukan negara teroris. Siapa pun yang berusaha menghancurkan Indonesia dengan terorisme, maka akan berhadapan dengan mayoritas penduduk, yang memang anti teroris. (*)
Oleh: M Riza Pahlevi
Teroris, begitu kata yang dalam beberapa hari terakhir muncul kembali menjadi judul yang hangat di media massa. Teroris rupanya belum habis. Dan itu ditunjukan dengan sejumlah aksi berdarah, yang tak lagi melihat siapa yang menjadi korban. Mereka ingin menunjukan eksistensi kelompoknya.
Bagi sebagian orang, teroris mungkin hanya menjadi kembang dari sebuah berita. Atau hanya bagian dari kehidupan dunia, yang memang banyak dinamikanya. Pandangan itu tidak salah, karena memang semuanya tidak ada yang tahu, kapan teroris beraksi dan melakukan penyerangan, yang mereka sebut sebagai ‘jihad’. Jihad mereka itu, yang oleh pemerintah disebut teror, baik kepada pemerintah maupun masyarakat.
Bagi pemerintah, teroris adalah musuh utama yang harus segera dibasmi. Selain menjadi target operasi yang utama, khususnya Densus 88, keberadaan mereka juga menjadi tantangan bagi aparat keamanan. Masyarakat tidak harus menjadi korban dari aksi-aksi teroris itu.
Namun kenyataannya, masyarakat yang tak tahu menahu pun sering menjadi korban. Berapa ratus saja nyawa melayang, padahal dia tidak tahu apa yang menjadi target serangan teroris. Bahkan sekarang, target mereka pun sudah langsung menuju aparat keamanan itu sendiri. Siapa pun yang dianggap sebagai alat negara, di mana dan kapan pun bisa menjadi target serangan.
Pemaknaan jihad bagi teroris, adalah memerangi siapa pun yang dianggap musuh. Dan musuhnya adalah yang tidak menerima ajaran mereka, yang tidak sejalan dengan pemikirannya.Belum lagi mereka, yang dengan sengaja memburu keberadaan jaringan teroris tersebut. Atau mereka yang hanya sekedar membenci gerakan mereka, sehingga mereka pun kembali membencinya.
Dalam konteks ini, keduanya tidak mungkin bertemu dan berdialog menuju upaya damai. Yang ada hanya kebencian dan kebencian, yang didalamnya dilatarbelakangi semangat ‘jihad’ yang tak sesuai dengan konteksnya. Apakah jihad dilatarbelakangi kebencian? Atau kebencian menjadi latar belakang ‘jihad’? Dengan semangat kebencian pula, mereka pasti akan menjawab bahwa ini bukan kebencian, tetapi ini adalah semangat jihad.
Itulah teroris, yang bisa muncul kapan dan di mana saja. Mereka pun bisa muncul dari kelompok mana saja, bisa dari orang-orang dekat di sekitar kita. Mereka tiba-tiba muncul, dan begitu muncul langsung menjadi headline sebuah berita. Atau pulang dengan tinggal nama dan menceritakan sebuah kisah yang ironi, setelah bertahun-tahun hilang tanpa bekas dan jejak.
Mereka tidak pernah menceritakan, apa yang menajdi tujuan dari ‘jihad’ yang mereka kerjakan, siapa sasaran dan targetnya. Mereka menciptakan musuh semu, yang bisa diserang kapan dan di mana saja. Musuhnya adalah ‘kafir’, tapi siapa yang disebut kafir dan wajib diperangi dalam konteks jihad para teroris itu?
Kafir, apakah mereka yang tidak beragama Islam? Ataukah mereka yang memusuhi Islam dan merusaknya? Ataukah mereka termasuk orang-orang yang dianggap munafik? Mereka yang tidak mengakui Tuhan? Atau siapa kafir itu? Atau jangan-jangan mereka juga termasuk ‘kafir’?
Teroris, mungkin tidak ada kaitannya dengan agama tertentu. Karena dari kelompok mana dan apa pun bisa menjadi teroris. Mereka yang menjadi teroris, adalah mereka yang tidak memiliki rasa kemanusiaan, tidak memiliki rasa kebersamaan, tidak memiliki rasa perbedaan. Mereka yang ingin merusak, menyerang orang yang berbeda dengan dirinya, ingin membuat keonaran dan kerusakan.
Teroris, mungkin susah untuk diberantas dan tidak akan mati. Ketika satu kelompok berhasil dibasmi, mungkin akan muncul kelompok yang lain. Mereka bisa muncul dari dalam negeri, atau bahkan dari luar negeri. Lihat saja, dari beberapa kasus teroris yang ditangkap, sebagian pernah berguru di luar negeri. Bahkan ada yang berasal dari negeri yang menjadi tempat berguru para teroris dalam negeri.
Apakah teroris kini menjadikan negara Indonesia sebagai medan jihad atau jadi daerah ajang perekrutan kader. Karena semua tahu, Indonesia merupakan penduduk yang mayoritasnya muslim. Tentu, dengan mengambil satu atau dua orang, pasti lama-kelamaan akan banyak juga.
Namun yang pasti, Indonesia bukan negara teroris. Siapa pun yang berusaha menghancurkan Indonesia dengan terorisme, maka akan berhadapan dengan mayoritas penduduk, yang memang anti teroris. (*)
Komentar
Posting Komentar