Reformasi Birokrasi

Hari Ulang Tahun (HUT) Korpri diperingati setiap tahun pada bulan Desember. Untuk tahun ini, tema yang diusung terkait dengan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi ini tentu merupakan sebuah upaya pemerintah dalam memperbaiki pelayanan kepada masyarakat. Sehingga tujuan untuk mensejahterakan masyarakat yang menjadi tujuan pemerintah bisa cepat diwujudkan.
Reformasi birokrasi yang dicanangkan dalam peringatan HUT Korpri ini tentu bukan hanya slogan saja. Tetapi benar-benar-benar dilaksanakan jajaran pemerintah, mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Dimana peran pemerintah sebagai pelayan dan abdi masyarakat benar-benar bisa dilaksanakan sepenuh hati. Upaya pemerintah untuk mereformasi ini patut didukung seluruh elemen masyarakat. Dukungan yang diberikan pun tidak hanya sekedar ucapan maupun kritik saja, tapi juga diharapkan memberi solusi dan penyelesaian yang dihadapi pemerintah.
Tanpa dukungan masyarakat, reformasi birokrasi ini tentu tidak dapat diwujudkan. Karena bagaimana pun juga, selama menjadi abdi masyarakat, birokrasi tidak selamanya berjalan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Ini dibuktikan dengan seringnya keluhan-keluhan masyarakat, mulai dari pelayanan hingga pejabat yang tidak profesional. Tentunya dengan upaya reformasi birokrasi ini, sejumlah kekurangan tersebut harus dibenahi.
Paling tidak, ada semangat untuk memperbaiki diri dalam melayani masyarakat. Tidak lagi berposisi sebagai pejabat yang harus dilayani. Tetapi sebagai pejabat yang berani melayani masyarakat. Selama ini, mungkin sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa soerang pejabat birokrasi adalah figur yang harus dihormati dan ditakuti. Karena yang bersangkutan adalah orang yang membuat kebijakan, apakah sutu proyek pembangunan akan dilaksanakan atau tidak. Begitu juga dengan anggota legislatif atau DPRD, juga merupakan pejabat yang turut berwenang dalam menyusun arah kebijakan pembangunan pemerintah. Pada sisi inilah, mungkin reformasi birokrasi yang harus disikapi serius oleh pemerintah. Betapa tidak, bahwa pembangunan itu merupakan hak masyarakat, bukan hak para pejabat yang mengambil keputusan. Apa yang dibutuhkan masyarakat harus dilaksanakan pemerintah. Karena pemilik uang adalah rakyat, yang telah membayar pajak. Sementara pemerintah hanya berkewajiban untuk mengelola uang tersebut dengan baik.
Dalam melakukan pembangunan yang dibiayai uang rakyat, maka prioritas utama adalah pembangunan yang bersentuhan dengan kepentingan rakyat. Bukan untuk kepentingan para pejabat itu sendiri, seperti fasilitas kantor yang mewah, kendaraan yang mahal, dan tunjangan jabatan yang besar. Pada satu sisi, hak-hak para pejabat itu penting untuk diberikan, tetapi mestinya itu disisihkan terlebih dahulu setelah kebutuhan utama masyarakat terpenuhi. Sebagai contoh, kebutuhan masyarakat di bidang pertanian, seperti masalah pengairan dan irgasinya. Upaya yang harus dilakukan adalah bagaimana mengalokasikan anggaran yang cukup untuk memenuhi kebuthan tersebut. Ketika sumber air kurang maksimal dalam bidang pengairan, apa yang paling tepat untuk dibangun, yang tentunya bisa dibiayai dari anggaran pemerintah daerah.
Ketika membutuhkan anggaran yang besar, maka sudah seharusnya pemerintah daerah berkoordinasi dengan pemerintah pusat, agar bisa menganggarkan pembangunan yang dibutuhkan masyarakat. Jangan membiarkan kebutuhan masyarakat itu mengambang, dengan alasan tidak ada anggaran untuk pembangunan tersebut. Alasan keterbatasan anggaran sering kali menjadi alasan utama dalam menunda atau bahkan menolak keinginan masyarakat dalam pembangunan. Padahal jika birokrasi itu mempunyai pemikiran yang reformis, sebetulnya tidak perlu menolak keinginan masyarakat tersebut. Karena pada dasarnya bisa dilakukan, tinggal bagaimana seorang birokrat bisa memprioritaskan arah kebijakan pembangunan yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat tersebut. Sering kali pula, kebutuhan masyarakat itu tertunda karena adanya proyek besar yang dicanangkan pejabat tersebut, padahal itu hanya karena gengsi atau yang penting dapat proyek besar. Padahal proyek itu belum tentu dibutuhkan masyarakat. Kondisi semacam inilah yang harus segera direformasi.
Reformasi pemikiran para birokrasi, dari kepentingan pribadi menjadi kepentingan masyarakat yang diutamakan. Meskipun sebenarnya reformasi berpikir itu semestinya dijalankan pemerintah sejak dia menjabat sebagai seorang abdi masyarakat. Tanpa harus melakukan reformasi birokrasi. Namun kenyataannya, pemikiran pejabat birokrasi itu sebagian besar sudah terbalik, sehingga memang harus segera direformasi. Di satu sisi, reformasi birokrasi juga perlu dilakukan terhadap kedudukan dan jabatan yang diemban seorang pejabat. Dimana pimpinan tidak hanya sekedar mengangkat dan menempatkan orang-orang dekatnya saja dalam posisi yang strategis. Tetapi bagaimana memposisikan pejabat sesuai dengan kemampuan dan sikap profesional. Menempatkan dan menempatkan pejabat sesuai dengan Daftar Urut Kepangkatan (DUK) dan kapabilitas pejabat yang bersangkutan.
Loyalitas dan dedikasi memang perlu terhadap atasan, tetapi loyalitas dan dedikasi kepada masyarakat itulah yang seharusnya menjadi prioritas sang pimpinan. Bukan karena kedekatan dan kekuasaan saja, yang pada akibatnya akan menjadi batu sandungan dalam pembangunan. Kondisi ini harus diperhatikan sang pimpinan, karena selain terkait dengan profesionalisme, juga menyangkut keadilan di antara para abdi masyarakat tersebut. Dengan demikian, reformasi birokrasi tidak hanya sekedar slogan dan tulisan yang dipasang di spanduk-spanduk dalam peringatan HUT Korpri ini.
Semoga dengan reformasi birokrasi yang dicanangkan pemerintah ini, birokrasi bisa semakin memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. (*)
Penulis adalah alumni Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga Surabaya, wartawan Radar Tegal

Komentar

Postingan Populer