Akhir dari Khadafi

Berita internasional saat ini sedang diramaikan dengan berita seputar kematian Moammar Khadafi, Presiden Libya yang berkuasa sejak usia 27 tahun. Saat ini, negeri di utara Afrika itu masih berkecamuk akibat pemberontakan yang dilakukan lwan-lawan Khadafi. Selama beberapa bulan, pasukan pemberontak yang dipimpin Dewan Transisi Nasional (NTC) Libya terus melakukan perlawan, hingga Tripoli pun berhasil direbut.
Pemberontakan di Libya sendiri merupakan gerakan lanjutan dari aksi protes dan demonstrasi yang terjadi di dunia Arab. Di mana sejumlah presiden yang telah berkuasa lama dan memerintah dengan tangan besi berhasil ditumbngkan oleh rakyatnya.
Namun di Libya, sang presiden yang berkuasa selama 42 tahun itu membalas upaya demonstrasi dengan senjata. Sehingga sejumlah pasukan yang sudah tidak cocok lagi dengan Khadafi pun melakukan pemberontakan. Ratusan hingga ribuan warga sudah menjadi korban akibat konflik berdarah tersebut. Bahkan Nato pun turut membantu para pemberontak untuk menggulingkan Khadafi dengan melakukan serang udara di basis-basis kekuasaan Khadafi, hingga akhirnya Tripoli pun jatuh ke tangan pemberontak.
Kini, setelah sekian bulan perang, NTC yang dibantu pasukan Nato diberitakan berhasil membunuh Khadafi dalam sebuah serangan di Sirte, kota kelahiran Khadafi yang masih setia mendukungnya. Kabar kematian Khadafi ini tentu disikapi beragam oleh dunia internasional, selain di dalan negeri Libya. Namun masih banyak yang menyangsikan kebenaran berita tersebut, seperti berita-berita sebelumnya.
Dalam perang, selain ada strategi untuk memenangkan perang secara langsung, juga ada psywar, perang psikologi. Dengan psywar, para pendukung musuh tentu akan bertanya-tanya, apakah benar berita yang disampaikan itu? Beirta itu tentu akan mempengaruhi psikologi tentara musuh yang masih loyal, apakah akan melanjutkan perah atau menyerah, atau akan mati sia-sia. Apalagi jika dalam pernag itu, pimpinan yang dijadikan rujukan tidak berada di tengah-tengah mereka secara langsung. Selain tidak bisa memerintahkan secara langsung, juga tidak terlihat keberadaannya apakah dia masih eksis atau tidak. Itulah perang, yang selalu menimbulkan korban.
Kabar kematian Khadafi ini, memang belum jelas benar. Namun yang pasti, bahwa konflik di Libya ini harus segera diakhiri. Tanpa bermaksud membela salah satu kelompok, bahwa konflik berdarah hanya akan mengorbankan rakyat. Mereka yang kdang tidak tahu apa dibalik kepetingan itu, justru menjadi korban. Itulah yang menjadi dasar, kenpa harus segera diakhirnya konflik tersebut. Jika memang benar Khadafi tewas terbunuh dalam perng tersebut, maka harapannya konflik akan segera berakhir. Meski pasukan loyalis Khadafi masih cukup banyak, belum lagi anak-anak Khadafi yang juga melakukan perlawanan.
Tentu tak semudah membalikkan telapak tangan untuk segera menghentikan perang di tanah Afrika Utara tersebut. Tetapi paling tidak, upaya untuk segera mengakhiri perang, akan semakin terwujud. Dan Libya pun bisa segera membangun, membangun negara yang baru saja hancur akibat perang. Setelah semuanya berlalu dari konflik di Libya ini, yang paling penting adalah bagaimana rakyat bisa hidup tenang lagi. Bisa menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa takut terkena bom atau pun peluru. Rakyat bisa tidur nyenyak dan melakukan aktivtas ekonomi untuk keluarganya. Ketika ekonomi mulai jalan dengan baik, maka kesejahteraanlah yang akan dicapai. Karena tujuan dari pendirian negara adalah mencapai kesejaahteraan rakyat.
Sekali lagi, bagi Libya, akhir dari Khadafi ini, mudah-mudahan menjadi akhir dari konflik berdarah di sana. Dan rakyatnya bisa kembali menjalani kehidupan yang aman dan nyaman.(*)

Komentar

Postingan Populer