Mengenalkan Pemilu kepada Anak

Pemilu yang digelar setiap lima tahun sekali, ternyata masih menjadi pekerjaan rumah bagi penyelenggara Pemilu yang ada. Pekerjaan rumah ini adalah bagaimana mengenalkan Pemilu dengan baik dan benar kepada seluruh khalayak di semua umur. Termasuk kepada anak-anak, yang belum masuk kepada usia pemilih. Mengenalkan Pemilu kepada anak ini sangat penting, karena pengetahuan yang diberikan kepada mereka ini akan membekas hingga mereka dewasa.

Betapa pentingnya pengenalan Pemilu dan politik kepada anak ini baru terungkap ketika penulis sedang santai bersama keluarga di rumah. Anak “pembarep” yang sekarang sudah masuk SMA, tapi belum punyak hak pilih pada Pemilu 2024, memberikan pertanyaan-pertanyaan yang cukup sulit untuk dijawab bagi orang tua. Saya yang sudah dua periode di KPU saja, masih kesulitan memberikan penjelasan atas pertanyaan tersebut, apalagi orang tua yang masih awam terhadap Pemilu dan politik.

Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain mengapa ada Pemilu, mengapa ada partai politik. Belum lagi pertanyaan tersebut dijawab dengan tuntas, muncul pertanyaan lainnya, kalau DPR dibubarkan bagaimana, apa benar anggota DPR itu menyampaikan aspirasi rakyatnya dengan benar, apa ada anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat, siapa saja orangnya.

Muncul pula pertanyaan, mengapa ada korupsi, bedanya dengan suap apa. Siapa saja yang korupsi, kenapa mereka korupsi, bukankah sudah kaya. Apa tidak ada yang mengawasi, sehingga bisa dikorupsi. Kalau KPKnya korupsi, siapa yang mengawasi? Entah pertanyaan apa lagi yang ditanyakan “pembarep” ini.

Panik gak, tiba-tiba mendapat mendapat pertanyaan seperti itu bagi anda yang memiliki anak yang menginjak remaja? Tentu kita harus bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan tuntas. Sama halnya pertanyaan-pertanyaan anak tentang Tuhan. Siapa Tuhan itu, ada di mana Tuhan, kenapa kita harus menyambah Tuhan, siapa yang menciptakan Tuhan dan lainnya? Pertanyaan anak-anak itu harus dijawab tuntas.

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan anak itu, maka orang tua juga harus tahu. Bagaimana mau dan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, kalau orang tuanya sendiri tidak tahu. Kalau pun tahu, bagaimana cara memberitahukannya, dengan bahasa yang mudah dipahami. Ini kuncinya, agar pemahaman anak ke depan, khususnya terhadap Pemilu dan politik ini mendapat kesan yang positif dan mereka tidak alergi dan menjauhi dunia politik.

Bahwa Pemilu adalah salah satu jalan demokrasi yang dipilih sebuah negara yang sudah menyatakan kemerdekaannya. Seperti Indonesia yang baru saja memperingati 78 tahun pada 17 Agustus 2023 lalu. Maka langkah berikutnya adalah bahwa pemilu itu untuk memilih pemimpin, seperti presiden dan wakil presiden, ada perwakilan dari masing-masing provinsi yang disebut DPD, ada pemilihan anggota DPR untuk mengawasi pemerintahan di pusat dan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk mengawasi pemerintah daerah.

Selain itu, ada pemilihan kepala daerah, gubernur untuk mempin wilayah provinsi, bupati/walikota untuk memimpin kabupaten/kota. Semuanya diawasi oleh DPRD masing-masing. Masyarakat berhak untuk memilih perwakilan tersebut, sesuai dengan suara hatinya masing-masing, melalui pemilu yang diikuti oleh partai politik. Partai politik lah yang menentukan, siapa saja yang diajukan untuk menjadi anggota DPR dan DPRD.

Kalau itu semua tidak ada, maka Indonesia bisa kembali ke jaman penjajahan, dikuasai orang asing. Penduduk tidak boleh melakukan apa-apa selain yang diijinkan oleh penjajah. Hidup tidak bebas, apa-apa serba diatur dan dibatasi. Semuanya harus menurut, seperti kerbau, yang dituntun majikannya. Kerbau, baru bisa makan kalau diijinkan pemiliknya. Hidungnya terikat tali, yang tidak bisa membuat kerbau bebas bergerak.

Atau jika negara dikuasai oleh seseorang saja, yang menjadi raja atau penguasa tunggal, maka kasusnya akan seperti jaman kerajaan dulu. Siapa yang ingin menjadi raja, maka dia harus memerangi raja yang ada. Kalau dia menang maka, dia menjadi raja. Anak raja yang dikalahkan, tentu akan membalas dendam jika dia sudah mempunyai pasukan yang kuat untuk mengalahkan raja, begitu seterusnya. Peperangan akan terus terjadi, dan rakyat lah yang selalu menjadi korban dan tumbal bagi orang-orang yang ingin menjadi penguasa, yang ingin menjadi raja.

Indonesia yang sudah merdeka 78 tahun tidak perlu kembali ke masa-masa seperti itu. Pilihan rakyat sudah jelas, menjadi negara demokrasi, dengan Pemilu yang digelar setiap lima tahun sekali. Pilihan itu tentu harus dilakukan dengan baik pula. Rakyat bebas memilih partai politik beserta caleg yang diajukannya. Rakyat juga berhak mengawasi, apakah yang mereka yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden, DPD, DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota itu sudah bekerja dengan baik atau tidak.

Selama bekerja, apakah mereka melakukan tindak pidana korupsi atau tidak? Jika ditemukan adanya unsur korupsi, rakyat bisa mengadukan ke aparat hukum, baik polisi, jaksa maupun KPK. Aparat penegak hukumnya juga wajib dikontrol, apakah mereka sudah bekerja dengan baik atau tidak. Semuanya saling berkaitan, saling berhubungan.

Rakyat punya wewnenang untuk mengontrol semua proses itu dengan baik. Caranya bagaimana? Yakni dengan mengikuti Pemilu, menjadi pemilih yang cerdas, dan menjadi rakyat yang cerdas pula. Tidak perlu takut untuk memilih yang terbaik. Jangan takut dengan intimidasi, jangan pula takut untuk melaporkan jika terjadi kecurangan. Berani menolak politik uang yang merusak.

Itulah jawaban untuk menjawab pertanyaan anak-anak tentang Pemilu dan politik, yang setiap saat menyeruak ruang hening di dalam rumah. Jangan sampai jawaban yang muncul adalah jawaban keputusasaan, karena tidak tahu tentang Pemilu dan politik. Maka, sosialisasi dan kampanye politik di lembaga pendidikan juga perlu dilakukan, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan anak yang masih bersekolah. (*)


Terbit di www.suarabaru.id, 29 Agustus 2023

Komentar

Postingan Populer