Jangan Khianati Sumpah Pemuda

Tanggal 28 Oktober diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda, yang mengacu kepada Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Ada tiga sumpah yang dibacakan para pemuda saat itu, yakni pertama bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, kedua, berbangsa yang satu, bangsa Indonesia dan ketiga menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Sumpah yang sudah berusia 93 tahun itu jangan sampai dikhianati oleh pemuda-pemuda saat ini.

Kenapa jangan dikhianati? Apakah ada tanda-tanda pengkhianatan di tubuh para pemuda saat ini, sehingga harus diingatkan? Tanda-tanda pengkhianatan itu mulai muncul belakangan ini seiring dengan perubahan budaya dan perilaku pemuda. Tidak hanya di bidang pendidikan, tetapi juga perilaku dan sikap para pemuda dalam beberapa aspek kehidupan. Jika tidak diingatkan, maka sumpah pemuda yang selalu dibacakan setiap 28 Oktober hanya menjadi acara seremonial tanpa makna.

Dalam kehidupan demokrasi misalnya, munculnya sikap apatis terhadap proses demokrasi yang sedang berlangsung, seperti Pemilu dan Pilkada. Meskipun banyak kaum muda yang terlibat, namun semangat dan tujuannya jauh dari demokrasi itu sendiri. Munculnya fanatisme kedaerahan hingga memudarnya rasa nasionalisme. Hal ini merupakan pengkhianatan terhadap sumpah pemuda.

Indonesia sebagai negara demokrasi, dengan menggelar Pemilu secara rutin setiap lima tahun sekali, adalah manifesto pelaksanaan sumpah pemuda tersebut. Namun masih ada kelompok tertentu yang menentang demokrasi. Padahal kelompok tersebut hanya bisa hidup di negara demokrasi seperti Indonesia. Berteriak anti demokrasi di negara yang demokratis. Kelompok tersebut menyasar para pemuda, yang masih belajar di tingkat SMA maupun perguruan tinggi, untuk mendapatkan doktrin seperti itu.

Doktrin-doktrin seperti pembentukan khilafah itu sangat massif, dengan target pemuda yang masih penasaran dengan sistem yang dibawa dari luar tersebut. Sistem tersebut dianggap sebagai solusi atas berbagai persoalan yang ada di Indonesia. Banyak dari kalangan pemuda itu yang kemudian terhasut doktrin tersebut hingga tersesat dan bahkan memerangi pemerintah Indonesia yang dianggap thoghut. Bahkan tidak sedikit yang kemudian menjadi kelompok yang dikategorikan sebagai kelompok teroris, dengan melakukan aksis-aksi bom bunuh diri dan aksi-aksi teror lainnya.

Para pemuda yang masih percaya akan keramat sumpah pemuda ini harus yakin, bahwa perilaku tersebut di atas adalah salah satu pengkhianatan terhadap sumpah pemuda. Para orang tua, yang pernah menjadi pemuda, harus selalu mengingatkan bahayanya pengkhianatan tersebut. Karena jika dibiarkan, maka kehancuran suatu bangsa tinggal menunggu waktunya saja. Menteri Pendidikan Nadiem Makarim saat upacara Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2021 mengatakan bahwa saat ini tidak mungkin bisa berdiri berpidato jika tidak ada sumpah pemuda pada tahun 1928.

Lantas langkah apa yang perlu dilakukan para pemuda saat ini agar jangan sampai mengkhinanti sumpah pemuda tersebut? Banyak hal yang bisa dilakukan, mulai dari belajar mencari ilmu hingga aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat. Mencari ilmu setinggi langit, begitu kata orang tua, adalah langkah mengisi makna sumpah pemuda bagi pelajar dan mahasiswa. Mengikuti kajian-kajian kebangsaan yang terbuka, bukan eksklusif dan tertutup. Berdebat menyelesaikan suatu masalah, bukan menambah masalah dan membuat rusuh.

Kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang berisi pembangunan dan kajian-kajian pemikiran yang terbuka dan kritis, adalah upaya mengisi sumpah pemuda saat ini. Pemuda bukan generasi yang hanya menerima doktrin, tetapi juga generasi yang mampu mengkritisi doktrin tersebut. Tetapi harus tetap memegang teguh janji dan sumpah pemuda, dengan menjadi pemuda yang kritis, mandiri dan tangguh.

Dalam kehidupan demokrasi saat ini, pemuda juga bisa turut serta dalam proses pembangunan yang ada. Yakni dengan aktif, berperan serta secara langsung. Misalnya dengan menajdi penyelenggalara Pemilu, menjadi peserta Pemilu, maupuan menjadi pemantau. Tidak ada yang salah ketika pemuda menjadi anggota legislatif, maupun menjadi eksekutif seperti bupati, walikota, gubernur, hingga menteri, bahkan presiden sekali pun.

Saat ini sudah bayak contoh generasi muda yang terjuan dalam dunia politik tersebut. Baik sebagai menteri, staf khusus, anggota dewan maupun bupati/walikota. Namun ketika mengemban amanat tersebut, jangan canggung dan hanya mengikuti apa kata orang tua saja. Tetapi harus menjadi politisi muda yang mampu mengemban amanat dengan baik, sesuai dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Politisi pemuda, jangan memberi contoh dengan korupsi, begitu pula dengan praktek-praktek politik kotor lainnya. Jangan khianati suara rakyat. Jangan khianati sumpah yang sudah dibaca saat dilantik. Itulah pemuda yang benar-benar menjalankan amanat sumpah pemuda, bukan pengkhianat sumpah pemuda. Selamat Hari Sumpah Pemuda. (*)


Terbit di Pantura Post 28 Oktober 2021

Komentar

Postingan Populer