Kebebasan Berekspresi
Oleh: M Riza Pahlevi
Aksi anggota Brimob Birptu Norman Kamaru, yang menyanyikan lagu India dengan lips sing, adalah ekspresi seorang manusia. Meski dia seorang aparat yang sedang bertugas, bukan berarti tak diperbolehkan berekspresi. Apalagi ekspresi yang diungkapkan adalah ekspresi seni, yang bertujuan menghibur rekannya sesama anggota polisi yang sedang punya masalah.
Mungkin aksi Norman Kamaru ini tak heboh, jika video nyanyian lips singnya itu tak diunggah ke Youtube. Di mana setiap ora bisa melihat kapan saja dan di mana saja. Dan pengunjungnya pun berhak untuk berkomentar, bahkan juga mengunduhnya. Aksinya yang dianggap lucu dan menghibur itu, ternyata banyak menarik pengunjung Youtube, yang dalam waktu singkat berjumlah ribuan.
Rasa penasaran dan juga ancaman adanya sanksi dari atasannya di Brimob, membuat Norman Kamaru menjadi perbincangan banyak orang. Mungkin hasilnya berbeda, jika yang melakukan itu bukan anggota Brimob, apalagi yang sedang bertugas. Tapi akhirnya, Norman pun menjadi artis dadakan. Sejumlah stasiun TV berlomba-lomba untuk mengajaknya tampil di televisi. Bahkan Wakapolri pun langsung turun tangan, mendampingi anak buahnya yang sedang naik daun tersebut.
Norman mungkin tak bermaksud mencari sensasi, atau bercita-cita jadi artis. Karena memang dia hanya seorang anggota Brimob, yang hanya bertugas jika diperintah atasannya. Karirnya untuk mencapai puncak pun terbatas, karena memang dia hanya seorang prajurit, yang tak mungkin mencapai pangkat jendral. Namun naluri alamiah dan humanismenya-lah yang mendorong dia melakukan aksi yang nyentrik tersebut.
Wajahnya yang polos, aksinya yang lucu dan ekspresinya yang cukup menarik untuk menirukan para penyanyi India, menjadi daya tarik tersendiri bagi yang melihatnya. Mungkin bukan hanya sekali saja, tapi bisa berulang kali untuk melihat aksi anggota Brimob tersebut. Seperti hanya tingkah Sinta dan Jojo, yang juga tampil di Youtube dengan lips singnya membawakan sebuah lagu dangdut. Nampaknya seperti itulah nasib Norman Kamaru, yang sekarang ini menjadi artis dadakan.
Begitu penampilan videonya di Youtube jadi perbicangan, sepertinya Norman juga ketar-ketir bakal kena sanksi. Apalagi pejabat yang menjadi atasannya, mengancam akan memberikan sanksi, karena dia melakukan kasinya itu saat bertugas. Sejumlah dukungan dan suport pun langsung bermunculan di dunia maya tersebut. Bahwa aksi yang dilakukan norman itu wajar, manusiawi dan menghibur. Makanya tak selayaknya mendapat sanksi dari atasannya, atas aksinya yang cukup sepele tersebut. Justru masyarakat di dunia maya, maupun yang sempat menyaksikan di televisi, sangat mendukung aksinya tersebut. Yang diberi sanksi, justru seharusnya oknum-oknum polisi yang melakukan pelanggaran. Bukan seperto Norman, yang hanya mengeluarkan ekspresi seninya.
Ketakutan Norman mendapat sanksi, seperti sudah sirna. Masyarakat pun tak perlu menghujat Polri atas kebebesan berekspresi yang dilakukan salah seorang anak buahnya tersebut. Polri sepertinya telah banyak belajar dari kasus-kasus sebelumnya. Bahwa dunia maya, dunia internet sekarang ini menjadi salah satu alat komunikasi yang sangat cepat menyebar. Seperti halnya kasus Bibit-Chandra dengan mantan Kabareskrim Susno Duadji, yang memunculkan istilah Cicak dan Buaya. Bibit dan Chandra yang ditahan kepolisian, karena diduga melakukan tindak pidana, justru mendapat dukungan jutaan masyarakat di dunia maya dan juga aksi-aksi mahasiswa dan masyarakat.
Kini, Norman dan juga norman-norman yang lain, yang mempunyai jiwa seni, jiwa humanisme, tak perlu ragu untuk mengekspresikan dirinya. Namun yang perlu diingat, bahwa kebebasan berekspresi itu tentua ada batas-batasnya. Bukan lantas setelah diberi sinyal adanya kebebasan, justru sebebas-bebasnya melakukan aksinya. Apalagi diunggah melalui media internet, yang begitu cepat menyebar. Bebas, bukan berarti sebebas-bebasnya, tapi lihat situasi dan kondisinya. Jadi, tetaplah bergoyang India, Norman. Chaiya.. chaiya... (*)
Aksi anggota Brimob Birptu Norman Kamaru, yang menyanyikan lagu India dengan lips sing, adalah ekspresi seorang manusia. Meski dia seorang aparat yang sedang bertugas, bukan berarti tak diperbolehkan berekspresi. Apalagi ekspresi yang diungkapkan adalah ekspresi seni, yang bertujuan menghibur rekannya sesama anggota polisi yang sedang punya masalah.
Mungkin aksi Norman Kamaru ini tak heboh, jika video nyanyian lips singnya itu tak diunggah ke Youtube. Di mana setiap ora bisa melihat kapan saja dan di mana saja. Dan pengunjungnya pun berhak untuk berkomentar, bahkan juga mengunduhnya. Aksinya yang dianggap lucu dan menghibur itu, ternyata banyak menarik pengunjung Youtube, yang dalam waktu singkat berjumlah ribuan.
Rasa penasaran dan juga ancaman adanya sanksi dari atasannya di Brimob, membuat Norman Kamaru menjadi perbincangan banyak orang. Mungkin hasilnya berbeda, jika yang melakukan itu bukan anggota Brimob, apalagi yang sedang bertugas. Tapi akhirnya, Norman pun menjadi artis dadakan. Sejumlah stasiun TV berlomba-lomba untuk mengajaknya tampil di televisi. Bahkan Wakapolri pun langsung turun tangan, mendampingi anak buahnya yang sedang naik daun tersebut.
Norman mungkin tak bermaksud mencari sensasi, atau bercita-cita jadi artis. Karena memang dia hanya seorang anggota Brimob, yang hanya bertugas jika diperintah atasannya. Karirnya untuk mencapai puncak pun terbatas, karena memang dia hanya seorang prajurit, yang tak mungkin mencapai pangkat jendral. Namun naluri alamiah dan humanismenya-lah yang mendorong dia melakukan aksi yang nyentrik tersebut.
Wajahnya yang polos, aksinya yang lucu dan ekspresinya yang cukup menarik untuk menirukan para penyanyi India, menjadi daya tarik tersendiri bagi yang melihatnya. Mungkin bukan hanya sekali saja, tapi bisa berulang kali untuk melihat aksi anggota Brimob tersebut. Seperti hanya tingkah Sinta dan Jojo, yang juga tampil di Youtube dengan lips singnya membawakan sebuah lagu dangdut. Nampaknya seperti itulah nasib Norman Kamaru, yang sekarang ini menjadi artis dadakan.
Begitu penampilan videonya di Youtube jadi perbicangan, sepertinya Norman juga ketar-ketir bakal kena sanksi. Apalagi pejabat yang menjadi atasannya, mengancam akan memberikan sanksi, karena dia melakukan kasinya itu saat bertugas. Sejumlah dukungan dan suport pun langsung bermunculan di dunia maya tersebut. Bahwa aksi yang dilakukan norman itu wajar, manusiawi dan menghibur. Makanya tak selayaknya mendapat sanksi dari atasannya, atas aksinya yang cukup sepele tersebut. Justru masyarakat di dunia maya, maupun yang sempat menyaksikan di televisi, sangat mendukung aksinya tersebut. Yang diberi sanksi, justru seharusnya oknum-oknum polisi yang melakukan pelanggaran. Bukan seperto Norman, yang hanya mengeluarkan ekspresi seninya.
Ketakutan Norman mendapat sanksi, seperti sudah sirna. Masyarakat pun tak perlu menghujat Polri atas kebebesan berekspresi yang dilakukan salah seorang anak buahnya tersebut. Polri sepertinya telah banyak belajar dari kasus-kasus sebelumnya. Bahwa dunia maya, dunia internet sekarang ini menjadi salah satu alat komunikasi yang sangat cepat menyebar. Seperti halnya kasus Bibit-Chandra dengan mantan Kabareskrim Susno Duadji, yang memunculkan istilah Cicak dan Buaya. Bibit dan Chandra yang ditahan kepolisian, karena diduga melakukan tindak pidana, justru mendapat dukungan jutaan masyarakat di dunia maya dan juga aksi-aksi mahasiswa dan masyarakat.
Kini, Norman dan juga norman-norman yang lain, yang mempunyai jiwa seni, jiwa humanisme, tak perlu ragu untuk mengekspresikan dirinya. Namun yang perlu diingat, bahwa kebebasan berekspresi itu tentua ada batas-batasnya. Bukan lantas setelah diberi sinyal adanya kebebasan, justru sebebas-bebasnya melakukan aksinya. Apalagi diunggah melalui media internet, yang begitu cepat menyebar. Bebas, bukan berarti sebebas-bebasnya, tapi lihat situasi dan kondisinya. Jadi, tetaplah bergoyang India, Norman. Chaiya.. chaiya... (*)
Komentar
Posting Komentar