Uji Kompetensi Guru

Sebagai sebuah profesi, seorang guru dituntut memiliki kemampuan yang dipersyaratkan. Di antaranya kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Semuanya itu diperoleh melalui pendidikan profesi, yang terus menerus dilakukan. Salah satunya adalah uji kompetensi guru (UKG), yang menurut rencana mulai dilakukan pada Senin hari ini.
UKG ini sebelumnya sempat mendapat pertentangan dari para guru, bahkan ada yang berencana untuk mogok mengikuti UKG ini. Banyak alasan yang diberikan bagi mereka yang menolak mengikuti UKG. Selain sebagai hal yang dinilai akal-akalan, juga banyak guru yang masih gagap internet. Karena UKG ini dilakukan secara online, sehingga tidak ada alasan seorang guru yang sudah bersertifikat tidak tahu cara menggunakan internet.
Harus diakui, meski sebagain dari mereka yang sudah dinyatakan lulus sertifikasi dan menikmati dana sertifikasi itu, namun masih banyak yang buta teknologi. Sekedar untuk menggunakan komputer atau laptop saja, masih banyak yang tidak bisa. Apalagi menggunakan internet, dengan berbagai kendala dan kesulitannya. Lantas, apakah mereka yang terkendala dengan masalah kemampuan teknologi itu masih bisa mengikuti UKG? Tentu bukan alasan mereka memboikot atau gagal mengikuti UKG.
Dinas Pendidikan sebagai dinas yang membawahi para Oemar Bakri itu, Tentu sudah melakukan beberapa upaya. Mulai dari sosialiasi UKG terlebih dahulu, hingga pendampingan terhadap para guru yang masih buta teknologi tersebut. Belum lagi banyaknya lembaga kursus komputer dan teknologi, yang setiap saat bisa membantu para guru bersertifikasi tersebut.
Meski terlihat sulit, namun sebenarnya cukup mudah untuk mengikuti UKG tersebut. Hanya saja, seorang guru yang gagap tekonoligi, mungkin malas untuk belajar atau malu untuk bertanya kepada murid-murid atau bekas muridnya. Padahal seorang guru, mestinya tidak mengenal istilah malu dalam belajar. Meski dia sudah menjadi guru selama puluhan tahun.
Sebuah kisah seorang guru yang bersertifikasi sekarang ini. Mungkin cukup memalukan, jika kisah ini benar-benar ada di kalangan dunia pendidikan. Bagaimana seorang guru, yang seharusnya bisa mengajarkan anak-anak didiknya bisa menuli dan membaca, namun tulisan seorang guru tersebut malah tidak bisa terbaca oleh orang lain. Yang menjadi ironi lagi, guru tersebut juga bisa lulus ujian sertifikasi.
Mungkinkah seorang guru, dengan kondisi seperti itu bisa mengiktui UKG, yang berbasis teknologi? Mungkinkan seorang guru, yang sudah lulus sertifikasi, masih ada yang belum melek teknologi.
Uji kompetensi guru ini, memang suatu keharusan. Selain sebagai bentuk kontrol dan klasifikasi atas keberadaan guru yang sudah bersertifikat, juga untuk menilai sejauh mana efektivitas dan manfaat sertifikasi bagi dunia pendidikan, khususnya guru yang bersangkutan. Jangan-jangan, sertifikasi itu hanya sekedar politik balas budi saja, namun tanpa disertai dengan peningkatan kemampuan dan kualitas guru tersebut.
Semoga saja, UKG yang akan dilakukan ini, bisa menjawab sejumlah pertanyaan. Dan bukan pula sebagai akal-akalan pemerintah saja untuk mencabut guru yang bersertifikat. Tentu jika ini terjadi, memang akan membuat geger dunia pendidikan. Namun di sisi lain, ketika pemerintah mengeluarkan dana lebih, juga menuntut yang bersangkutan untuk lebih berprestasi. Salah satunya adalah melalui UKG, yang dilakukan secara online. (*)

Komentar

Postingan Populer