Pemimpin yang Cakap
Menjadi seorang pemimpin dibutuhkan kecakapan tertentu. Bukan hanya cakap pada wajah dan tubuh saja, tetapi cakap dalam pemikiran dan memiliki visi dan misi yang jelas. Itulah yang menjadi salah satu usulan dari rancangan undang-undang tentang pemerintahan daerah. Rancangan itu dimunculkan untuk menghindari keberadaan seorang kepala daerah yang tidak memiliki kemampuan dan visi yang jelas.
Selama ini, banyak kepala daerah yang terpilih, tidak memiliki kecakapan dalam memimpin. Mereka terpilih hanya karena kekayaannya saja. Jabatan kepala daerah hanya dijadaikan prestise bagi keluarga besarnya saja. Akibatnya, banyak daerah yang tidak mampu menyejahterakan warganya, karena kepala daerahnya tidak memiliki visi dan misi yang bisa mengakat kesejahteraan rakyatnya.
Rancangan undnag-undang itu, mendapat dukungan dari sejumlah anggota DPR. Di mana, adanya fakta itu sangat merugikan negara. Karena uang negara, yang telah dibyarkan oleh rakyat melalui pajak, hanya sia-sia saja. Anggaran yang ada, tidak dimanfaatkan secara maksimal untuk membangun daerah. Kondisi ini, jika dibiarkan akan semakin memperparah keadaan Indonesia secara umum dan khususnya daerah yang bersangkutan.
Dalam rancangan undang-undang tersebut, dipersyaratakan seorang calon kepala daerah harus memiliki pengalaman di eksekutif maupun legislatif. Selain itu, juga mempunyai pengalaman di organisasi atau pun lembaga lainnya yang terkait dengan kepemimpinan. Harapannya, dari pengalaman yang dimilikinya itu, seorang kepala daerah bisa menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Apalagi yang dihadapi adalah seluruh rakyat di daerah tersebut, dengan segala persoalan yang muncul.
Seorang kepala daerah, tidak hanya sekedar membaca sambutan atau menandatangani surat keputusan atau pun menghadiri acara seremonial pemerintahan. Seorang kepala daerah harus bisa memberikan solusi yang cepat dan tepat, mengatasi persoalan dengan adil dan mampu mewadahi semua kepentingan kelompok. Seorang kepala daerah juga harus bisa mengelola anggaran yang berjumlah triliunan rupiah, beserta pertanggungjawabannya. Berbeda dengan uang milik pribadi atau keluarganya, yang bisa seenaknya digunakan tanpa pertanggungjawaban.
Jika tidak memiliki kemampuan itu, seorang kepala daerah harus siap-siap masuk penjara dan nereka. Masuk penjara, bisa terjadi karena kepala daerah itu tidak mampu mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah kepada publik. Apalagi jika uang negara itu digunakan untuk kepentingan pribadi alias korupsi. Korupsi bukan hanya dilakukan oleh diri sendiri, tapi juga bisa oleh orang lain atas kesempatan yang diberikan kepala daerah. Karenanya, dalam UU Tipikor disebutkan bahwa pelaku korupsi, dipidana bukan karena yang bersangkutan korupsi sendiri. Tetapi bisa juga karena bersama-sama melakukan korupsi, memperkaya orang lain dengan cara korupsi dan juga termasuk suap di dalamnya.
Seorang kepala daerah, juga bisa masuk nereka di kemudian hari jika tidak mampu mempertanggungjawabkan kebijakannya di hadapan Tuhan. Disebutkan bahwa, seorang pemimpin pasti akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang dipimpinnya. Seorang kepala keluarga, akan dimintai pertanggungjawabnnya atas keluarganya. Seorang kepala daerah, akan dimintai pertanggungjawabannya atas daerahnya. Jika dia gagal membangun daerahnya, maka dia gagal memeprtanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Tuhan. Kalau sudah begini, siapa yang lagi kalau bukan yang bersangkutan yang harus menanggungnya. Dalam hal ini, kepala SKPD dan staf-stafnya, hanya menjalankan perintah seorang kepala daerah. Tetapi tanggung jawab sepenuhnya menjadi tanggung jawab seorang kepala daerah.
Di sini, untuk memilih seorang pemimpin yang cakap, rakyat juga memilki tanggung jawab. Rakyat harus menjadi pemilih cerdas, dengan memilih seorang kepala daerah yang cerdas. Cerdas untuk membangun daerahnya, dan cerdas untuk tidak melakukan pelanggaran, termasuk korupsi. Mampukah pemimpin yang cakap ini bisa eksis? Semua tergantung dari rakyat itu sendiri. Jangan hanya karena uang, lantas pilihan beralih. Pilih pemimpin yang cakap. (*)
Selama ini, banyak kepala daerah yang terpilih, tidak memiliki kecakapan dalam memimpin. Mereka terpilih hanya karena kekayaannya saja. Jabatan kepala daerah hanya dijadaikan prestise bagi keluarga besarnya saja. Akibatnya, banyak daerah yang tidak mampu menyejahterakan warganya, karena kepala daerahnya tidak memiliki visi dan misi yang bisa mengakat kesejahteraan rakyatnya.
Rancangan undnag-undang itu, mendapat dukungan dari sejumlah anggota DPR. Di mana, adanya fakta itu sangat merugikan negara. Karena uang negara, yang telah dibyarkan oleh rakyat melalui pajak, hanya sia-sia saja. Anggaran yang ada, tidak dimanfaatkan secara maksimal untuk membangun daerah. Kondisi ini, jika dibiarkan akan semakin memperparah keadaan Indonesia secara umum dan khususnya daerah yang bersangkutan.
Dalam rancangan undang-undang tersebut, dipersyaratakan seorang calon kepala daerah harus memiliki pengalaman di eksekutif maupun legislatif. Selain itu, juga mempunyai pengalaman di organisasi atau pun lembaga lainnya yang terkait dengan kepemimpinan. Harapannya, dari pengalaman yang dimilikinya itu, seorang kepala daerah bisa menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Apalagi yang dihadapi adalah seluruh rakyat di daerah tersebut, dengan segala persoalan yang muncul.
Seorang kepala daerah, tidak hanya sekedar membaca sambutan atau menandatangani surat keputusan atau pun menghadiri acara seremonial pemerintahan. Seorang kepala daerah harus bisa memberikan solusi yang cepat dan tepat, mengatasi persoalan dengan adil dan mampu mewadahi semua kepentingan kelompok. Seorang kepala daerah juga harus bisa mengelola anggaran yang berjumlah triliunan rupiah, beserta pertanggungjawabannya. Berbeda dengan uang milik pribadi atau keluarganya, yang bisa seenaknya digunakan tanpa pertanggungjawaban.
Jika tidak memiliki kemampuan itu, seorang kepala daerah harus siap-siap masuk penjara dan nereka. Masuk penjara, bisa terjadi karena kepala daerah itu tidak mampu mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah kepada publik. Apalagi jika uang negara itu digunakan untuk kepentingan pribadi alias korupsi. Korupsi bukan hanya dilakukan oleh diri sendiri, tapi juga bisa oleh orang lain atas kesempatan yang diberikan kepala daerah. Karenanya, dalam UU Tipikor disebutkan bahwa pelaku korupsi, dipidana bukan karena yang bersangkutan korupsi sendiri. Tetapi bisa juga karena bersama-sama melakukan korupsi, memperkaya orang lain dengan cara korupsi dan juga termasuk suap di dalamnya.
Seorang kepala daerah, juga bisa masuk nereka di kemudian hari jika tidak mampu mempertanggungjawabkan kebijakannya di hadapan Tuhan. Disebutkan bahwa, seorang pemimpin pasti akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang dipimpinnya. Seorang kepala keluarga, akan dimintai pertanggungjawabnnya atas keluarganya. Seorang kepala daerah, akan dimintai pertanggungjawabannya atas daerahnya. Jika dia gagal membangun daerahnya, maka dia gagal memeprtanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Tuhan. Kalau sudah begini, siapa yang lagi kalau bukan yang bersangkutan yang harus menanggungnya. Dalam hal ini, kepala SKPD dan staf-stafnya, hanya menjalankan perintah seorang kepala daerah. Tetapi tanggung jawab sepenuhnya menjadi tanggung jawab seorang kepala daerah.
Di sini, untuk memilih seorang pemimpin yang cakap, rakyat juga memilki tanggung jawab. Rakyat harus menjadi pemilih cerdas, dengan memilih seorang kepala daerah yang cerdas. Cerdas untuk membangun daerahnya, dan cerdas untuk tidak melakukan pelanggaran, termasuk korupsi. Mampukah pemimpin yang cakap ini bisa eksis? Semua tergantung dari rakyat itu sendiri. Jangan hanya karena uang, lantas pilihan beralih. Pilih pemimpin yang cakap. (*)
Komentar
Posting Komentar