Plus Minus Pasangan Mitha - Wurja
Pilkada tahun 2024 di Kabupaten Brebes dipastikan hanya diikuti oleh satu pasangan saja, yakni Paramitha Widya Kusuma bersama Wurja. Mitha merupakan kader PDIP dan Wurja kader Partai Gerindra. Pasangan yang menamakan dirinya pasangan BMW ini jika ditelisik lebih dalam, maka ada plus dan minusnya.
Tuisan ini bukan bermaksud untuk mendukung atau pun
menolak calon tunggal yang diusung oleh 11 partai politik yang ada di Kabupaten
Brebes ini. Yang jelas, tulisan ini bersifat fair, untuk mengulas plus dan
minusnya, kelebihan dan kekurangan pasangan calon tunggal ini. Tulisan ini juga
tidak mengarahkan untuk memilih pasangan calon Mitha – Wurja atau kotak kosong.
Ada pun sikap pemilih, sepenuhnya menjadi pilihan masyarakat itu sendiri.
Lantas, apa saja plus minus pasangan BMW tersebut?
Karena hanya calon tunggal, maka pasangan ini pasti
didukung mayoritas partai politik yang ada di Kabupaten Brebes. Baik yang
memiliki kursi maupun yang belum memiliki kursi di DPRD Brebes. Jika menilik perolehan
kursi di DPRD, maka pasangan BMW ini berarti didukung oleh 100 persen anggota
DPRD hasil Pemilu 2024. Namun jika dihitung dari perolehan suara sah partai
politik yang ada, maka BMW mendapat dukungan 1.020.371 suara atau 97,52 persen
dari 1.046.262 suara sah hasil Pemilu 2024.
Menjadi tugas berat bagi pasangan calon ini dan
tentu saja bagi partai pendukungnya, karena jika menilik perolehan suara partai
pendukung, maka pasangan Mitha – Wurja seharusnya mendapat 97,52 persen dari
suara sah yang ada. Namun pasangan Mitha – Wurja cukup menang 50 persen plus 1
saja. Itu sudah mengantarkan pasangan kader PDIP dan Partai Gerindra ini
menduduki kursi Bupati dan Wakil Bupati Brebes.
Fakta ini tentu menjadi tantangan bagi semua partai
pendukung dan juga relawan untuk meraih 97,52 persen. Apalagi ada gerakan kotak
kosong, yang dipimpin sejumlah bakal calon yang gagal maju dalam Pilkada ini.
Gerakan mereka cukup sistematis, dengan adanya posko dan juga kampanye di media
sosial. Kalau hanya mendapat 60 – 70 persen, maka gabungan partai politik
pendukung dan relawannya bisa dianggap gagal.
Dukungan penuh dari seluruh partai di DPRD
menunjukkan bahwa pasangan Mitha – Wurja adalah yang terbaik untuk diajukan
sebagai pemimpin Brebes lima tahun ke depan. Sehingga sudah sewajarnya,
pasangan ini juga mendapat dukungan mayoritas dari masyarakat, minimal antara
80 – 90 persen dari suara sah yang masuk nanti.
Ketika gagal mencapai 80 – 90 persen suara, maka dukungan
yang diberikan 11 partai politik dan relawannya, patut dipertanyakan. Apakah
hanya sekedar memberikan dukungan tanpa gerak politik, atau hanya sekedar
mendapatkan sesuatu dari Mitha, yang merupakan anak dari mantan Bupati Brebes
Indra Kusuma tersebut. Atau hanya bagi-bagi kue kekuasaan saja nanti usai
dilantik. Karena semua kebijakan Bupati dan Wakil Bupati, mestinya didukung
oleh semua anggota DPRD Kabupaten Brebes.
Patut dicatat, pasangan Mitha – Wurja ini secara
ideologi adalah pasangan merah. Mitha adalah kader PDIP, sedangkan Wurja adalah
kader Gerindra. Sementara komposisi masyarakat di Brebes cukup heterogen,
selain abangan, ada kelompok santri dan nasionalis. Meski Mitha – Wurja didukung
oleh semua partai politik, yang nota bene berasal dari berbagai macam ideologi
yang ada di Brebes, namun pasangan ini bukan pasangan ideal, yang menggabungkan
ideologi yang ada.
Seperti diketahui, organisasi agama terbesar di
Kabupaten Brebes adalah Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Namun tidak ada satu
pun kader NU dan Muhammadiyah dalam kontestasi Pilkada ini. Padahal massa NU
dan Muhammadiyah sangat mendominasi di Kabupaten Brebes. Apakah kedua ormas ini
dianggap tidak penting, atau cukup terwadahi di partai politik yang ada?
Menjadi tantangan berat berikutnya bagi pasangan berbeda usia cukup jauh ini.
Secara usia, Mitha yang baru berusia 32 tahun
merupakan perwakilan politisi muda yang sudah menjabat sebagai anggota DPR RI.
Sedangkan Wurja, yang berusia 65 tahun, mewakili politisi yang senior. Sehingga
secara usia, pasangan ini bisa mewakili semua usia. Bagi orang tua, mungkin
tidak masalah secara usia, karena ada Wurja, yang sudah berpengalaman di DPRD.
Arah kebijakan orang tua, pasti bisa ditampung oleh wurja. Sedangkan aspirasi
kaum muda, bisa ditampung oleh Mitha. Namun kedua orang calon bupati dan wakil
bupati ini, bukan berlatar belakang aktivis. Mereka murni politisi, yang tumbuh
dan berkembang usai reformasi.
Terkait dengan visi dan misinya, pasangan Mitha –
Wurja tidak banyak berbeda dengan pendahulunya, Idza – Narjo. Seperti pemberian
insentif untuk guru ngaji, marbot masjid, dan program pembangunan infrastruktur
yang merata hingga menjangkau wilayah pedesaan. Salah satu yang menonjol, yakni
program satu keluarga, satu sarjana. Program satu keluarga satu sarjana ini
merupakan salah satu terobosan yang cukup menarik. Tinggal nanti realisasinya
seperti apa, dan bagaimana target tersebut bisa tercapai. Mengingat di
Kabupaten Brebes sendiri saat ini sudah cukup banyak perguruan tinggi swasta.
Dengan kelebihan dan kekuarangan yang dimiliki pasangan
Mitha – Wurja ini, menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat untuk mencapai
perolehan suara minimal 50 persen plus 1. Meski di atas kerta seharusnya menang
dengan mudah, namun jika kekurangan yang dimiliki pasangan ini tidak
diantisipasi, bisa jadi ada kejenuhan bagi sebagian pemilih di Kabupaten Brebes.
Karena periode sebelumnya, Brebes yang selama dua periode dipimpin oleh
perempuan, dianggap belum mampu memberikan perubahan. Begitu juga dengan peran
wakil bupati, yang cenderung hanya sebagai pelengkap. Tidak menutup kemungkinan
kondisinya tidak akan berbeda jauh dengan dua periode sebelumnya.
Masyarakat pemilih tentu hanya punya satu pilihan,
yakni memilih pasangan Muda – Tua ini, atau memilih kotak kosong. Yang pasti,
kepemimpinan di Kabupaten Brebes tetap berlanjut, seperti yang sekarang
dipimpin oleh seorang Penjabat Bupati. Asal jangan sampai otak kosong, dengan
mencoblos keduanya atau merusak surat suara, apalagi sampai golput dan tidak
hadir di TPS. (*)
Komentar
Posting Komentar