Catatan Perjalanan Bersama Furqon Tour 2

Perjalanan wisata religi, khususnya umroh ini, merupakan perjalanan yang penuh kesan. Apalagi bagi "wong desa" yang tidak pernah bepergian dengan pesawat, pasti mengalami kultural shock, kaget dengan apa yang baru dilihatnya. Ditambah dengan waktu perjalanan yang cukup lama, sekitar 9 jam dari Jakarta-Jedah. 

Dimulai dari naik pesawat, yang harus melewati imigrasi dan menunggu cukup lama sebelum terbang. Istilahnya menunggu boarding, yang bagi orang yang pertama kali naik pesawat tentu akan berkomentar, kok ribet amat, padahal sudah punya tiket. Selain itu kadang waktu pemberangkatannya dini hari, pas waktu subuh lagi. Apa gak bisa setelah subuh, sehingga bisa sholat dulu di terminal pemberangkatan.  

Kemudian ketika harus sholat di dalam pesawat, cukup mudah sebenarnya. Sebelum berangkat, jamaah ini sudah diajari cara bertayamum. Dan ketika masuk waktu sholat di dalam pesawat, gak mungkin ambil air wudlu kan, maka digantikan dengan tayamum. Tayamum itu bersuci dengan debu. Apakah di pesawat ada debu? Yang jelas tidak ada, kalau pesawat berdebu, tandanya gak pernah dipakai dan tidak laku lah pastinya. Tapi syariat mempermudah itu semua, tetap melakukan tayamum di dalam pesawat untuk menunaikan sholat. Yakni dengan mengusap jok yang ada di depannya, untuk kemudian bertayamum. 

Perjalanan yang lama, tentu membosankan. Selain hanya duduk saja, penumpang hanya berjalan ketika harus ke toilet. Tidak boleh berjalan-jalan dari depan ke belakang misalnya. Belum lagi pramugarinya, yang ngomong tidak bisa dipahami, karena bukan bahasa Indonesia. Meski yang ditumpangi pesawat Saudi Airline, namun ada yang berbahasa Indonesia. Sehingga saat komunikasi sudah mudah. Pramugari atau pramugara yang lain pun sudah pakai bahasa Indonesia, meski hanya sedikit-sedikit saja.  

Ketika sampai di Madinah atau Makah, kejutan berikutnya pasti ada. Ketemu dengan banyak orang yang berbeda-beda, ada yang kulitnya hitam legam, coklat, putih, merah hingga yang tidak terlihat sama sekali, karena tertutup rapat oleh cadar. Baju dan seragam yang dipakai pun berbeda semua, ada yang pakai gamis, celana, hingga sarung. Bagi warga Indonesia, itu paling mudah dikenali. Yang khas adalah pakai sarung dengan peci hitamnya.

Baju gamis sendiri, ternyata berbeda-beda. Yang khas Arab, biasanya putih dengan lengan panjang dan penutup kepala pakai surban. Sementara dari Afrika, selain warna putih ada warna lainnya dan lengannya juga pendek. Sedangkan penutup kepalanya pakai kupyah putih. Sementara dari India, baju gamisnya selutut, dengan celana panjang dan penutup kepala khas India. Ada yang serba hitam, yang kemungkinan dari Iran atau yang beraliran Syiah. Ada pula yang hanya pakai kaos biasa, T Shirt saja dengan celana panjang kain atau jeans.  

Sangat mudah mengenali warga negara Indonesia di Madinah dan Makkah. Selain karena baju yang dikenakannya, juga wajahnya yang original, berbeda dengan bangsa lainnya. Tinggi badannya  yang di bawah rata-rata bangsa lain di dunia, juga kulitnya yang coklat. Kalau yang laki-laki, biasanya tidak berjenggot. Kalau pun berjenggot, sangat berbeda dengan bangsa-bangsa Arab dan sejenisnya. Mereka jenggotnya lebat-lebat, sedangkan orang Indonesia, jenggotnya hanya sebagian saja, bahkan ada yang tidak berjenggot sama sekali atau hanya beberapa helai saja. Matanya coklat, lebar tidak, sipit juga enggak. Di Madinah dan Makkah ini, berbagai ras dan suku bangsa bertemu di kota suci tersebut. Hanya disatukan oleh agama yang sama, agama Islam.

Tapi soal pakaian, jangan kaget, karena di Arab ini pakaian hariannya adalah gamis, namun belum tentu orang Arab semua. Banyak peziarah yang juga ikut pakai gamis. Sehingga ketika melihat orang yang sedang pakai gamis, jangan kaget ternyata orang Indonesia. Dalam setiap barisan sholat, baik di Makkah maupun Madinah, pasti ada orang Indonesianya. Orang Arab sendiri, di luar kegiatan agama, sudah banyak yang pakai celana dan kaos, seperti di Indonesia. 

Lantas dalam beribadah juga tidak banyak berbeda dengan di Indonesia, berbagai macam mazhab dan praktek-praktek keagamaan lainnya. Ada yang pakai qunut saat sholat subuh, ada yang tidak pakai. Kalau di Makkah maupun Madinah, Imamnya tidak ada yang pakai qunut, ya mau tak mau jamaahnya harus mengikuti. Tidak ada dzikir yang dibaca bersama-sama seperti di musholla dan masjid NU. 

Perilaku jamaah sholatnya juga macam-macam, ada yang sholat sambil baca hape, ada pula yang tidak "sedakep", ada yang begitu salam langsung pergi begitu saja juga ada. Karenanya, sebagai umat Islam Indonesia, tidak perlu kaget dengan perilaku ibadah orang yang berbeda suku bangsa maupun mazhabnya. Jangan mudah menyalahkan orang yang cara ibadahnya berbeda. Salahkan mereka saja yang belum mau beribadah, itu pun dengan cara yang baik dan sopan. 

Lha, ini yang jarang ditemui di Indonesia, yakni sholat arwah setelah sholat wajib. Sholat arwah ini pasti dilakukan berjamaah, hanya beberapa saat setelah sholat wajib selesai. Banyak yang mengikuti sholat arwah ini, namun ada juga yang tidak. Karena begitu sholat wajib selesai, ada yang langsung keluar soft dan pergi entah kemana. Dan yang pasti, sholat di Makkah dan Madinah ini pahalanya 100ribu kali lipat dibandingkan di tempat lain.

Komentar

Postingan Populer