Mengelola Logistik Pemilu

Salah satu elemen penting dalam Pemilu adalah keberadaan logistik pemilu. Karena logistik pemilu adalah salah satu elemen atau sarana untuk menyalurkan hak demokrasi rakyat melalui surat suara yang dicoblos. Dari surat suara itu, akan diketahui angka-angka yang diperoleh dalam pemilihan secara langsung tersebut. Tanpa logistik tersebut, mustahil Pemilu dapat digelar dengan baik. Karenanya, salah satu tahapan yang krusial adalah pengadaan logistik dan tata kelolanya.

Pemilu 2019 merupakan pemilu pertama yang menggabungkan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dengan pemilihan legislatif. Sehingga total ada lima jenis surat suara yang harus dicoblos oleh pemilih. Kelima jenis surat suara tersebut adalah surat suara Presiden dan Wakil Presiden, DPD, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Penambahan surat suara tersebut, otomatis menambah kotak suara yang dibutuhkan untuk mewadahi semua jenis surat suara tersebut. Begitu pula dengan alat kelengkapan lainnya, mulai dari sampul, formulir hingga kelengkapan lainnya.

Berbeda dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), meskipun secara jenis hampir sama, namun karena ada lima jenis surat suara, maka otomatis jumlahnya juga lima kali lipat dibandingkan dengan logistik pilkada. Jika dalam Pilkada 2017, KPU Kabupaten Brebes hanya membutuhkan satu gudang logistik, yakni GOR Sasana Krida Adhikarsa Brebes, maka dalam Pemilu 2019 dibutuhkan lima gudang yang besar dan daya tampungnya sama dengan GOR tersebut. Keberadaan GOR itu hanya untuk tata kelola logistik Pilkada, belum menampung logistik seperti kotak dan bilik. Karena untuk kotak dan bilik, ditampung di gudang lainnya.

Dengan keberadaan logistik yang sedemikian banyak tersebut, KPU Kabupaten/kota harus segera mengambil langkah untuk menampung dan mengelola logistik tersebut dengan baik.Selain mengalokasikan anggaran yang cukup, juga harus mencari gudang-gudang logistik yang aman dan memenuhi syarat. Dan harus diingat pula, bahwa tata kelola logistik itu menjadi tanggung jawab KPU Kabupaten/kota, bukan tanggung jawab badan ad hoc, seperti PPK atau PPS. Di sinilah perlunya manajemen logistik yang efektif, yang mampu menampung dan mengelola logistik dengan baik, tepat jenis, tepat jumlah dan tepat waktu.

Adanya persoalan dan permasalahan yang muncul dalam tahapan pemilu maupun pilkada, salah satunya bisa berawal dari logistik. Adanya pemilu ulang misalnya, yang diakibatkan tertukarnya surat suara, juga karena awalnya logistik yang tidak tepat jenis. Terjadinya penundaan pemilu, juga bisa terjadi karena terlambatnya atau belum tersedianya logistik. Disinilah pentingnya logistik, karena tanpa logistik, pemilu tidak akan bisa dijalankan.

 

Manajemen Logistik yang Efektif

Logistik pemilu merupakan salah satu unsur utama dalam penyelenggaraan Pemilu berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 341 ayat (6), bahwa perlengkapan pemungutan suara harus sudah diterima KPPS paling lambat 1 hari sebelum hari pemungutan suara. Barang-barang keperluan Pemilu atau perlengkapan pemungutan suara harus diterima semua tingkatan badan penyelenggara secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran.

Namun prakteknya, dalam pelaksanaan Pemilu 2019 lalu, masih banyak kendala. Di mana menjelang hari coblosan, proses packing hingga pengiriman dari KPU ke PPK, PPS dan KPPS masih menjadi persoalan yang serius. Jika tidak tepat waktu, dipastikan pelaksanaan pemilu itu akan terhambat. Hal ini bisa menjadi masalah bagi penyelenggara maupun peserta Pemilu.

Sebagai contoh, KPU Kabupaten Brebes, dengan jumlah penduduk dan luas wilayah yang terbesar di Jawa Tengah membutuhkan SDM dan logistik Pemilu yang besar pula. Untuk Pemilu Serentak tahun 2019, dengan TPS mencapai 6.180, yang tersebar di 297 desa dan kelurahan di 17 kecamatan. KPU harus  mengadakan dan mendistribusikan perlengkapan tersebut berdasarkan norma, standar, prosedur dan kebutuhan yang ditetapkan KPU.

Proses pengadaan hingga pendistribusian logistik Pemilu tersebut membutuhkan waktu hingga 6 bulan lebih. Di mana semuanya harus dilaksanakan tepat waktu dan tepat jenis, dan tepat jumlah.Untuk menenuhi kebutuhan logistik tersebut perlu dilakukan perencanaan yang matang, detail, terukur dan bisa dipertanggungjawabkan. Meskipun KPU sudah menetapkan Peraturan KPU, yang mengatur jadwal dan tahapan Pemilu, namun tanpa perencanaan teknis, maka terancam gagal dalam pengelolaan logistiknya.

Perencanaan yang matang ini sebagai dasar penyusunan manajeman waktu yang baik untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut. Yaitu tantangan lembaga secara umum berdasarkan pasal 341 ayat (6), bahwa perlengkapan pemungutan suara harus sudah diterima KPPS paling lambat 1 hari sebelum hari pemungutan suara. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi KPU Kabupaten Brebes, mengingat kondisi geografis dan demografis dengan jumlah penduduk terbesar serta wilayah geografis yang luas, maka diperlukan perencanaan yang matang dan bisa direalisasikan dengan baik.

Dengan perencanaan yang matang, maka pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu Anggota DPR, Pemilu Anggota DPD, Pemilu Anggota DPRD Provinsi dan Pemilu Anggota DPRD Kabupaten, pada tanggal 17 April 2019 dapat  tepat waktu, dan tepat jumlah dengan tetap mengedepankan efektifitas dan efisiensi.

Sebelum melakukan perencanaan teknis kegiatan dan manajemen waktu perlu ditetapkan tujuan kegiatan pengelolaan logistik yang harus dicapai, tujuan dari kegiatan pengelolaan logistik Pemilu, di antaranya: memastikan jumlah dan jenis kebutuhan logistik Pemilu, memastikan barang kebutuhan logistik diterima tepat waktu, pengelolaan logistik pemilu dan pemilihan yang efektif dan efesien, dan terjaminnya ketersediaan logistik Pemilu dan di TPSsecara tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu, tepat tempat tujuan, dan tepat waktu.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut tentunya harus diawali dengan perencanaan yang matang, detail, terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. Jika tidak, dipastikan terjadi kekacauan. Seperti kekurangan jumlah logistik, terlambatnya distribusi, hingga tertukarnya logistik. Termasuk juga keberadaan gudang logistik, yang mampu menampung dan terjaga keamanannya.

Manajemen pengelolaan logistik yang efektif dan efisien ini dimulai dari tata kelola gudang logistik. Diperlukan gudang-gudang yang siap menampung kebutuhan logistik yang sangat banyak. Dengan banyaknya Dapil yang ada, juga untuk menghindari terjadi tertukarnya surat suara, maka gudang logistiknya harus terpisah. Selain itu, juga lokasi yang aman dan bebas banjir, serta mampu menampung logistik yang dibutuhkan.

Dengan waktu yang sudah ditetapkan dalam PKPU Tahapan Pemilu, maka pengelolaan logistik ini juga harus tepat waktu. Karenanya, harus direncanakan dengan baik, tidak bertabrakan dengan tahapan lainnya, yang harus berjalan. Proses pengesetan dan packing, juga menjadi salah satu tahapan yang berkaitan dengan waktu. Selanjutnya, ketika sudah selesai packing, maka proses distribusi menjadi salah satu faktor keberhasilan dalam pengelolaan logistik tersebut.

Komisioner KPU sebagai pengambil kebijakan dalam proses tata kelola logistik ini, juga berperan penting dalam proses monitoring seluruh tahapan. Di mana apakah perencanaan yang sudah disusun itu sudah berjalan dengan baik atau tidak. SDM yang ada sudah bekerja dengan maksimal atau belum. Monitoring penting dilakukan, agar tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu, tepat tempat tujuan, dan tepat waktu benar-benar dilaksanakan.

Dari pelaksanaan Pemilu 2019, yang terdiri dari lima jenis surat suara tersebut, banyak terdapat kendala dalam pelaksanaan dan pengelolaan logistiknya. Meskipun tidak sampai terjadi hambatan, namun di beberapa daerah terjadi keterlambatan proses logistik. Kondisi ini tentu membuat panik penyelenggara, yang jika tidak dilakukan antisipasi dengan baik, maka berakibat pada tersendatnya Pemilu.

Jika dibandingkan dengan Pemilu-Pemilu sebelumnya, pelaksanaan Pemilu 2019 terbilang lebih baik. Tinggal disempurnakan sistem dan proses pengadaannya. Di mana yang bisa dipermudah dan bisa dikerjakan oleh KPU Kabupaten/Kota, bisa langsung dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota. Seperti diketahui, proses pengadaan dan distribusi logistik Pemilu 2019 ada yang diadakan oleh KPU Ri, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

Pada beberapa hal, seperti desain dan ukuran surat suara ditentukan oleh KPU RI. Begitu pula dengan proses lelang dan pengadaannya, bisa dilakukan KPU RI. Tetapi untuk jumlah dan distribusinya bisa diserahkan kepada KPU Kabupaten/Kota. Begitu pula dengan pengadaan kotak maupun bilik, juga prosesnya sama. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan dan kerusakan surat suara, kotak dan bilik.

Pelaksanaan Pemilu di Kabupaten Brebes secara umum dapat terselenggara dengan  aman, tertib, lancar dan damai. Hal ini terbukti dalam pelaksanaan pemungutan suara yang dilangsungkan secara serentak pada 17 April 2019. Artinya tidak ada TPS atau PPS serta PPK yang terlambat dalam menggelar pemungutan suara secara serentak.

Namun permasalahan klasik yang masih menjadi kendala dalam hampir  disetiap  penyelenggara PemilihanUmumadalahmasalah tertukarnya Surat Suara antar Dapil dan keterlambatan logistik. Tetapi dengan pelibatan penyelenggara sebagai petugas sortir dan pelipatan, koordinator maupun pengawas hal ini dapat diminimalisir keterlambatan pengiriman logistik pun dapat teratasi dengan cara menyiapkan opsi-opsi perencanaan lainnya.

Dengan perencanan yang matang tersebut, pendistribusian  logistik dapat berjalan dengan lancar dan tepat waktu. Namun  masih  ada  beberapa  catatan  yang  berkaitan  dengan  logistik  pemilu,  yaitu keterlambatan logistik di  tingkat  kabupaten, Sampul Surat Suara ukurannya tidak sesuai dengan isi jumlah surat suara yang sudah di tetapkan sesuai kebutuhan untuk 1 (satu) sampul sehingga harus ada penambahan sampul lagi. Selain itu, prosedur  klaim  kekurangan  logistik masih  menimbulkan  sejumlah  hambatan  dalam pemenuhan kebutuhan logistik Pemilu diTPS. Kekurangan logistik pemilu menyebabkan pemenuhan logistik pemilu di TPS tidak sepenuhnya teratasi. AkibatnyaKPU Kabupaten Brebes harus berupaya memenuhi kebutuhan tersebut.

Oleh karenaitu perlu dipertimbangkan desentralisasi pengadaan kebutuhan logistik khususnya formulir dan keperluan pemungutan dan penghitungan suara di tingkat KPU Kabupaten/Kota, sehingga klaim atas kekurangan logistik dapat segera di atasi di tingkat lokal. Beberapa hal itu dapat menjadi pertimbangan bagi KPU RI dalam membuat keputusan maupun kebijakan proses pengelolaan logistik.

Dengan tahapan-tahapan logistik yang direncanakan dan telah dilaksanakan, pengelolaan logistisk Pemilu Serentak dapat berjalan dengan lancar dan aman. Ada pun out put dari tata kelola logistik ini yakni terwujudnya tata kelola dan distribusi logistik Pemilu secara profesional dan akuntabel. Sehingga dapat dipastikan kebutuhan logistik di TPS, terutama surat suara tidak ada yang kurang, tidak terjadi salah jenis Pemilu dan salah Daerah Pemilihan.

Sedangkan outcome hasil dari pelaksanaan kegiatan pengelolaan logistik Pemilu ini adalah memastikan logistik Pemilu sampai ke TPS secara tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu, tepat tujuan dan tepat waktu. Dengan terciptanya suasana politik yang kondusif, aman, tertib dan damai pelaksanaan Pemilu Serentak tahun 2019 dapat berjalan dengan sukses tanpa mengalami hambatan-hambatan yang berarti. Hingga pelaksanaan dan hasil Pemilu bisa diselesaikan hingga dilantiknya anggota DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi, DPD serta Presiden dan Wakil Presiden.

 

Dari Aluminium Menjadi Kardus

Salah satu perubahan kebijakan dalam Pemilu 2019 adalah penggunaan kotak kardus menggantikan kotak aluminium yang sudah digunakan sejak Pemilu 2004. Penggunaan kotak kardus ini pun sempat menjadi polemik di kalangan peserta Pemilu dan masyarakat. Di mana kotak kardus ini dianggap kurang aman, dibandingkan dengan kotak aluminium. Bahkan banyak meme-meme negatif yang ditujukan kepada KPU sebagai penyelenggara Pemilu.

Pandangan negatif terhadap kebijakan itu mulai dari faktor keamanan, hingga dugaan praktek kecurangan penyelenggara Pemilu. Kotak kardus dianggap mudah dirusak dan tidak antiair. Sehingga kapan saja bisa rusak dan atau dirusak oleh orang-orang yang punya kepentingan. Perusakan tersebut bukan hanya sekedar merusak kardusnya, tetapi pada hasil Pemilu itu sendiri, untuk memenangkan calon tertentu.

Dalam hal ini, KPU pun dianggap berpihak kepada salah satu calon yang ada. Seperti diketahui, pada Pemilu 2019 persaingan calon presiden sangat ketat, karena hanya diikuti dua pasangan calon saja. Sehingga kebijakan KPU dengan mengganti kotak aluminium menjadi kotak kardus akan disalahgunakan, jika calon yang masih berkuasa kalah. Alasan yang terlalu dibuat-buat untuk mengatakan bahwa KPU memihak salah satu calon yang ada.

KPU RI sebagai penanggung jawab Pemilu 2019 pun sudah menjelaskan dan menunjukkan bagaimana fungsi dan kegunaan kotak kardus tersebut. Bahkan di hadapan para wartawan, Ketua KPU RI Arief Budiman menunjukkan kekuatan kardus tersebut. Mulai dari diduduki, untuk mengukur kekuatan kardus tersebut. Hingga disiram dengan air untuk mengukur kekedapan kardus tersebut saat terkena percikan air. Berbeda jika diinjak-injak, namanya kardus pasti akan melepes atau rusak. Begitu pula ketika kotak kardus tersebut direndam di dalam air, maka pasti akan basah dan rusak.

Pengamanan dengan menggunakan kabel tis pun juga dipertanyakan sejumlah pihak, karena mudah sekali dibuka. Cukup digunting, maka kotak kardus itu bisa dibuka dengan mudah. Kondisi tersebut dianggap rawan dan tidak aman.Mudah bagi pelaku kecurangan untuk mengambil hasil Pemilu atau pun mengganti hasilnya untuk memenangkan calon tertentu. Namun sekali lagi, jika mau berbuat curang, tidak cukup kotak kardus, kotak aluminium yang dikunci pakai gembok dan diamankan dalam gudang yang dijaga aparat kepolisian, pasti bisa dilakukan dengan mudah. Kecurangan bukan diawali dari logistik, yang dianggap rawan untuk dirusak, namun dari niat para pelakunya.

Harus diakui, penggunaan kotak kardus memiliki plus dan minus dalam pelaksanaan Pemilu 2019 lalu. Beberapa kekurangan penggunaan kotak kardus itu pun sebenarnya sudah diantisipasi KPU. Seperti rawan dimakan rayap atau pun tikus, serta rawan dari kebanjiran dan kebakaran, serta kerusakan lainnya. Terbukti beberapa gudang KPU ada yang kena rayap maupun tikus. Bahkan ada yang terendam banjir dan rusak. Namun semunya sudah berhasil diantisipasi oleh KPU.

Harus diakui, untuk proses penggantian akibat kerusakan atau pun kekurangan jumlah yang dialami KPU Kabupaten/Kota, prosesnya administrasinya cukup ribet, karena harus melalui KPU RI terlebih dahulu. Sementara KPU RI harus menangangi kebutuhan logistik dari seluruh Indonesia. Padahal proses administrasi tersebut bisa dipotong dengan memberikan proses pengadaan kebutuhan logistik itu diserahkan ke KPU Kabupaten/Kota. Di mana KPU RI hanya tinggal menunjuk pemenang lelang dan selanjutnya KPU RI menunjuk rekanan/pabrik mana yang ditunjuk untuk KPU Kabupaten/Kota.

Proses distribusi kotak suara yang sudah berisi perlengkapan pemungutan suara, seperti surat suara, plano dan formulir serta alat tulis yang dibutuhkan, harus dilakukan dengan hati-hati. Jangan sampai terkena hujan ada air. Jika tidak hati-hati, kotak suara itu bisa jebol dan isinya berhamburan. Karenanya SDM yang mendistribusikan kotak suara ini harus tahu dan paham kualitas kotak ini. Dalam hal ini, badan ad hoc yang bertugas, baik PPK dan PPS, harus tahu betul keberadaan kota kardus tersebut. Karenanya sejak awal tata kelola logistik, badan ad hoc ini harus dilibatkan. Sehingga merasa memiliki dan bertanggung jawab atas kotak dan isinya tersebut.

Penggunaan kotak dan bilik kardus ini memiliki kelebihan juga. Selain lebih ringan, juga sangat mudah dalam merakitnya. Begitu pula dengan pasca Pemilu berakhir, bisa segera dilelang setelah batas akhir retensi surat suara dinyatakan habis. Sehingga tidak membutuhkan gudang, begitu selesai bisa dilelang. Mengingat biaya sewa gudang dengan harga kotak dan isinya yang sudah habis retensi, bisa lebih mahal sewa gudangnya. Dengan cepat dilelang, maka beban KPU Kabupaten/Kota semakin ringan. Negara juga mendapat pemasukan lagi dengan hasil lelang logistik tersebut.

 

Gudang yang Sempit

Salah satu kendala dalam pengelolaan logistik Pemilu 2019 adalah keberadaan gudang untuk logistik. Betapa tidak, dengan lima jenis surat suara, serta banyak DPT dan TPS, dibutuhkan gudang yang representatif. Selain itu juga secara anggaran bisa terpenuhi, mengingat anggaran sewa gudang dari KPU RI juga terbatas. Belum lagi untuk tata kelola logistik lainnya. Sehingga KPU Kabupaten/Kota harus mencari akal, bagaimana menyelesaikan persoalan gudang ini.

Kabupaten Brebes dengan 17 kecamatan, 297 desa/keluaran dan 6.180 TPS, dengan DPT mencapai 1,5 juta, membutuhkan logistik yang sangat banyak. Untuk menampung itu semua, diperlukan gudang logistik yang cukup, dan memenuhi persyaratan. Untuk mendapatkan gudang yang mencukupi itu, di Kota Brebes tidak ditemukan. KPU terpaksa meminta kepada Pemkab Brebes untuk menggunakan gedung Olah Raga (GOR) sebagai gudang logistik. Padahal KPU juga sudah meminjam salah satu gudang bawang milik Pemkab untuk menampung logistik, yang sudah ada selama ini.

Penggunaan GOR ini juga sempat memicu kontroversi, karena otomatis kegiatan olahraga masyarakat serta berbagai event olahrga tingkat kabupaten terganggu. Namun dengan dalih Pemilu adalah kepentingan nasional, maka penggunaan GOR sebagai gudang logistik akhirnya bisa dipahami insan olahraga dan masyarakat lainnya. Persoalan belum selesai sampai di situ, penggunaan GOR sebagai gudang logistik ternyata tidak mencukupi untuk menampung semua logistik Pemilu 2019. GOR hanya mampu menampung kotak dan bilik yang belum dirakit. Belum termasuk surat suara dan perlengkapan TPS, serta ruang untuk pengesetan dan packing logistik sebelum dikirim ke TPS.

KPU Kabupaten sebagai penanggung jawab pengelola logistik, harus mencari solusi kelangkaan gudang di Kota Brebes tersebut. Sementara waktu terus berjalan, sehingga harus dicarikan solusi secepatnya. Setelah berkoordinasi dengan KPU Provinsi, akhirnya KPU Kabupaten mengambil keputusan untuk mencari gudang di masing-masing Dapil. Tetapi ternyata gudang yang mampu untuk menampung logistik satu Dapil pun tidak ditemukan di kecamatan-kecamatan yang berada dalam satu Dapil tersebut. KPU terpaksa memecah gudang itu di masing-masing kecamatan. Padahal tidak semua kecamatan memiliki gudang. Terpaksa ada yang menggunakan aula kecamatan sebagai tempat tata kelola logistik.

Langkah mencari gudang logistik di kecamatan-kecamatan ini menjadi solusi untuk mengatasi kelangkaan gudang logistik di tingkat kabupaten. Tetapi pengelolaan dan tanggung jawab tetap berada di tangan KPU Kabupaten. Beberapa KPU Kabupaten/Kota juga mengambil kebijakan tersebut, karena tidak adanya gudang yang mampu menampung semua logistik di tingkat kabupaten/kota. KPU Kabupaten meminta bantuan pengawasan dari badan ad hoc, baik PPK maupun PPS.

Dari pengelolaan logistik di gudang-gudang kecamatan itu, terbukti mampu mengatasi persoalan logistik yang luar biasa. Meskipu keberadaan gudang-gudang di kecamatan tersebut juga sempit dan terbatas. Bahkan ada yang satu kecamatan menggunakan dua gudang. Sehingga tata kelola logistik dapat diselesaikan dengan baik. Minimnya kerusakan, juga minim kesalahan jumlah, jenis. Dan dampak positifnya adalah ketepatan waktu, baik packing maupun distribusi ke PPK dan PPS hingga ke TPS pada hari H pencoblosan. 

Persoalan logistik ini menjadi pekerjaan rumah KPU ke depan, agar dalam perencanaan semakin baik. Ini tidak lepas dari koordinasi antara komisioner KPU dengan sekretariat, khususnya Sub Bag Keuangan Umum dan Logistik (KUL).  Kunci utamanya adalah koordinasi dan diskusi, bahkan tidak jarang diselesaikan sambil minum kopi di warung atau kantin di sekitar kantor KPU. Ide-ide dan solusi atas suatu persoalan jangan dijadikan ketegangan, yang justru menambah emosi. Karena semua persoalan, pasti ada penyelesaiannya. Khususnya di bidang logistik ini. (*)

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer