Mengenal HSA Bashori
Pada tahun 2024 ini atau tepatnya pada bulan Rajab 1445 Hijriyah, Nahdlatul Ulama memperingati Hari Lahirnya (Harlah) yang ke-101 tahun. Sudah seabad lebih NU ini berdiri di bumi Nusantara, dengan tokoh-tokohnya dan juga amaliyahnya. Salah satu tokoh NU dari Kabupaten Brebes adalah HSA Bashori dari Bumiayu. Mungkin hanya orang-orang tua saja yang mengenal sosok yang satu ini, sementara dari generasi millenial mungkin banyak yang belum tahu. Kalau pun tahu, hanya mendengar namanya saja tetapi tidak mengenal secara detail sosok HSA Bashori.
HSA Bashori atau lengkapnya Haji Suhendro Ahmad Bashori ini adalah Ketua NU Cabang Kabupaten Brebes dari tahun 1955 hingga tahun 1986 atau sekitar 31 tahun. Sosok legenda NU Kabupaten Brebes ini dilahirkan di Bumiayu pada 2 Mei tahun 1929, anak dari pasangan Samyad dan Hj Chodijah. HSA Bashori sendiri wafat pada 6 Mei 1991, dalam usia 62 tahun. Kepengurusan HSA Bashori di NU Cabang Brebes itu bersamaan dengan sejumlah kyai, di antaranya KH Makshum dan KH Hisyam.
Meski bukan dari kalangan pesantren atau pun anak
seorang kyai, HSA Bashori mempunyai semangat yang sangat luar biasa untuk
membangun NU di Kabupaten Brebes. Betapa tidak, rumahnya yang berada di
Bumiayu, tentunya ketika rapat-rapat PCNU harus sering bolak-balik ke Kota
Brebes. Apalagi jabatan beliau juga seorang anggota DPRD Gotong Royong
Kabupaten Brebes dari tahun 1968 hingga 1972. Bahkan termasuk pimpinan DPRD
dari perwakilan Partai NU. Pada pemilu 1972, HSA Bashori sebenarnya terpilih
menjadi anggota DPR RI, namun tidak bersedia dan akhirnya digantikan oleh H
Djuwawin, yang juga pengurus NU Kabupaten Brebes.
HSA Bashori merupakan ayah kandung HA Faris Sulchaq,
Wakil Bupati Brebes periode 2002-2007. Sebelum menjadi Ketua Cabang NU, HSA
Bashori ternyata sempat bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada
masa perang mempertahankan kemerdekaan dan terakhir mendapat pangkat Letnan Dua.
Namun kemudian memutuskan untuk keluar dari dinas militer setelah sempat
memerangi DI/TII di Kabupaten Brebes. Karir di dunia militer itu dilakoni Bashori
dari tahun 1946 hingga tahun 1949.
Bahkan HSA Bashori sempat bertemu dengan Amir Fatah,
salah satu pentolan DI/TII, ketika berada di Brebes. Dikatakan, bahwa langkah
DI/TII itu salah dan seharusnya kalau mau berjuang terkait dengan dasar negara,
ya lewat parlemen di Jakarta. Bukan dengan melakukan pemberontakan, karena
pasti akan ditumpas dan berhadapan dengan saudara sebangsa sendiri. Dia sendiri
menyatakan tidak setuju dengan langah-langkah yang dilakukan DI/TII tersebut. Amir
Fatah sendiri akhirnya ditangkap dan dipenjara.
Setelah keluar dari tentara, Bashori sempat berwiraswasta
dengan menjual batu korek di Jakarta. Bahkan sempat menjadi kondektur bus PPD
selama beberapa waktu. Kemudian Bashori juga sempat menjadi karyawan di RS
Cipto Mangunkusumo untuk menyambung hidupnya di Jakarta. Kemudian pada tahun
1953, Bashori kembali ke Bumiayu dan menikah dengan Nafiah binti H Kamali, anak
seorang Kepala Desa Dukuhturi, Kecamatan Bumiayu. Bashori dikaruni 11 anak,
namun yang hidup ada 9 orang, termasuk HA Faris Sulchaq.
Perjalan sosial politik HSA Bashori ternyata sangat
luar biasa. Meski hanya berpendidikan tingkat SMP saja, namun perjuangan di
bidang pendidikan sangat luar biasa. Mulai dari mendirikan SMP Negeri 1 Bumiayu
pada tahun 1957, mendirikan Yayasan Bustanul Ulum NU pada tahun 1963,
mendirikan IAIN Walisongo Semarang pada tahun 1966 dan mendirikan Cabang IAIN
Walisongo di Bumaiyu, yang kemudian menjadi IAIN Pekalongan dan sekarang berubah
menjadi UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan. Bashori juga turut andil dalam
pendirian SMA Negeri Bumiayu pada tahun 1980.
Sebagai tokoh NU, semangat toleransi dan
kebersamaan sebagai sesama warga negara juga ditunjukkan HSA Bashori. Khususnya
saat pembangunan Masjid Agung Baiturrohim Bumiayu, di mana waktu itu HSA
Bashori mengundang Buya Hamka, yang merupakan tokoh Muhammadiyah untuk mengisi acara
peresmian Masjid Agung tersebut. Banyak yang tidak menyangka, tokoh NU tapi
mengundang tokoh Muhammadiyah untuk meresmikan masjid. Hal itu dilakukan untuk
menunjukkan kepada masyarakat Bumiayu khususnya, bahwa Masjid Agung Baiturrohim
Bumiayu milik bersama semua umat Islam yang ada, bukan hanya milik NU.
Itulah sekelumit tulisan tentang HSA Bashori, yang
disarikan dari catatan sang anak, HA Faris Sulchaq, yang sekarang masih aktif
sebagai notaris di Bumiayu. Masih banyak catatan-catatan dan kebaikan-kebaikan lain
tentang sosok HSA Bashori ini. Namun karena keterbatasan informasi penulis dan
tidak pernah bertemu secara langsung, akhirnya tidak bisa mengeksplore lebih
dalam sosok legenda NU Kabupaten Brebes ini. Paling tidak, di usianya yang ke
101 ini, NU dan para jamaahnya tidak melupakan tokoh-tokoh yang telah berjuang
membesarkannya dan dapat diambil pelajaran untuk berhidmat di NU. (*)
Komentar
Posting Komentar