Dedy Walikota Tegal yang Nyentrik
Siapa sih yang tidak mengenal Dedy Yon Supriyono, Walikota Tegal yang nyentrik? Yah, hampir semua orang di Pantura Jawa Tengah pasti mengenalnya. Dia disebut nyentrik karena sejumlah kebijakan yang diambilnya cukup kontroversial dan kadang membuat marah sebagian masyarakat di Tegal. Walikota Tegal ini selain kebijakannya yang nyentrik, gayanya juga kadang nyentrik. Sempat berambut gondrong, juga berpenampilan nyentrik dengan gaya fashion anak sekolahan.
Dedy, anak bos Dedy Jaya, Muhadi Setiabudi ini
memang sejak awal sudah nyentrik. Bahkan katanya sejak masih sekolah, aksi
nyentriknya sudah sering terjadi. Mulai dari naik mobil mewah ke sekolah,
hingga bawa bus untuk bermain. Dan tentu saja, kesukaannya berdangdut ria sudah
lama dilakoni sejak sebelum jadi Walikota Tegal. Sehingga meski tinggal di
Brebes, namun nama Dedy sudah tersohor di Kota Bahari tersebut. Hingga akhirnya
saat mencalonkan diri sebagai Walikota Tegal dia pun mendapat simpati dan
dukungan paling banyak dan terpilih menjadi Walikota Tegal.
Aksi-aksinya juga nyentrik dan kadang membuat
kontroversi dan menjadi trending topik di internet. Mulai dari masa pandemi
corona, dengan julukan Mr. Corona, kemudian beberapa kegiatan dan program yang
dijalankan, juga dicemooh, gak akan berhasil. Seperti perubahan fungsi
alun-alun, pembuatan City Walk yang ingin menyaingi Malioboro, pembuatan Taman
Pancasila dan program lainnya. Semua kebijakan itu tidak lepas dari kritik dan
cemoohan masyarakatnya. Namun Dedy tak bergeming.
Belum lagi beberapa kegiatan, yang dianggap aneh dan
reka-reka, seperti pesta pelajar dengan pejabat dan dirinya memakai seragam
SMA. Aksi dangdutan di Taman Pancasila setiap saat dan khususnya saat perayaan
tahun baru. Masyarakat oun menandinginya dengan membuat tabligh akbar di Masjid
Agung. Sehingga dua kegiatan, yang berada di lokasi yang berdekatan, seolah
kontraproduktif. Lagi-lagi dengan kegiatannya itu, Dedy kena nyinyir dan kritik
keras. Sekali lagi, Dedy tak merespon semua kritikan tersebut. Banyak yang
hanya didengarkan, atau dibiarkan saja.
Dedy mungkin tidak bermain medsos, namun anak
buahnya selalu memantau dunia maya tersebut. Sehingga semua kritik dan nyinyir
yang biasanya disampaikan melalui medsos, Dedy tidak langsung merespon atau pun
membalasnya. Dia hanya tahu adanya kritik atas laporan anak buahnya tersebut.
Dan biasanya, hanya didengarkan dan ditanyakan, siapa yang mengkritik dan
menyinyir tersebut. Dedy tidak berupaya membalas semua kritik dan nyinyir
tersebut.
Dalam suatu kesempatan, Dedy mengatakan bahwa
menjadi pemimpin kadang harus tuli dan gila. Tuli dalam arti siap untuk
menerima kritikan dan nyinyiran, tetapi tidak terpengaruh dengan kritik dan
nyinyiran tersebut. Seolah-olah tidak ada yang menyampaikan kritik dan
nyinyiran tersebut. Itu jika terkait dengan program dan kegiatan, yang
menurutnya harus dilakukan untuk kemajuan Kota Tegal. Biar waktu yang akan
menilai dan apakah yang dilakukan dia benar-benar berhasil atau tidak.
Gila, kata Dedy, memang harus dilakukan juga bagi
seorang pemimpin. Gila untuk melakukan terobosan-terobosan dalam pembangunan.
Yang tujuannya adalah memanjukan daerah atau wilayah yang dipimpinnya. Gila,
karena mungkin akan menghabiskan anggaran yang besar, sementara ada kebutuhan
lain yang juga membutuhkan anggaran. Namun itu harus dilakukan, tanpa meninggalkan
kebutuhan lain tersebut. Namun gagasan gila itu harus diwujudkan, agar
masyarakat lah nanti yang menikmati.
Apa yang dilakukan Dedy, pasti ada tujuan yang
baik, yang kadang orang tidak tahu. Seperti yang terjadi setiap tahun saat
perayaan tahun baru maupun perayaan hari besar lainnya. Bahwa Kota Tegal
merupakan kota dengan luas wilayah yang kecil, dengan penduduk yang juga tidak
banyak. Maka untuk mendatangkan devis, harus mendatangkan penduduk dari luar
daerah. Maka perlu dilakukan program dan kebijakan yang gila, dan dia juga
ahrus tuli dalam menjalankan kebijakannya tersebut.
Seperti hiburan, baik musik dangdut maupun lainnya,
tujuannya adalah untuk mendatangkan penduduk di luar Kota Tegal. Lalau siapa
yang diuntungkan, ya masyarakat Kota Tegal sendiri. Mereka yang berjualan,
menyediakan sarana dan prasarananya. Sementara penduduk luar Kota Tegal,
menikmati hiburan yang disediakan oleh Pemkot Tegal. Coba lihat, setiap
perayaan hari besar, mesti kawan alun-alun dan Taman Pancasila, selalu penuh
dengan warga. Tidak ada tempat parkir yang kosong, tidak pula orang jualan yang
tidak laku.
Dalam bidang politik pun, Dedy juga nyentrik. Di
akhir masa jabatannya, dia sempat berpamitan pada akhir Desember 2023, namun
ternyata ada keputusan MK, yang menyatakan bahwa akhir masa jabatan kepala
daerah sesuai dengan masanya, selama lima tahun. Sehingga akhir masa jabatannya
tetap di bulan Maret 2024, di mana saat dia dilantik. Sehingga masa jabatannya
genap menjadi lima tahun.
Bukan itu sebenarnya yang membuat dia nyentrik.
Langkah ayahnya, Muhadi Setiabudi dalam beberapa kesempatan mengajak tokoh
masyarakat dari berbagai elemen, baik di Kota Tegal maupun Brebes, membuat
banyak bertanya-tanya. Meski Dedy sendiri tidak hadir dalam event tersebut.
Langkah politik apa yang akan dilakukan oleh Dedy setelah menyelesaikan jabatan
Walikota Tegal di periode yang pertama ini? Apakah dia akan melanjutkannya di
periode kedua atau akan balik kampung dengan berkontestasi di Kabupaten Brebes?
Ataukah dia akan naik kelas level Pilkada di tingkat Provinsi Jawa Tengah?
Banyak pihak yang menyatakan Dedy cukup satu
periode saja di Kota Tegal. Mengingat tragedi di Kota Tegal, siapa Walikota
yang mau menjabat dua periode, akan mengalami nasib sial. Entah benar atau
tidak, tidaka da yang bisa memastikannya. Buktinya, Adi Winarso yang menjabat
Walikota Tegal dua periode, juga mampu menyelesaikan jabatannya dengan baik
tanpa ada masalah. Dua walikota sebelumnya, bernasib sial, dengan berakhir di
hotel prodeo.
Lantas kira-kira apa yang dilakukan oleh Dedy
dengan manuver politik yang dilakukan olehnya? Menurut pemberitaan media,
langkah politik Dedy sangat tergantung dari restu ayahnya, Muhadi Setiabudi.
Namun sebagai putra mahkota, apa pun yang diminta, logikanya akan dipenuhi oleh
sang ayah. Jika boleh dianalisis, sikap politik Dedy di Kota Tegal, adalah
dalam rangka memunculkan calon-calon walikota yang lain. Sehingga tidak hanya
muncul dua pasang saja. Paling tidak, seperti saat Pilkada lalu, di mana ada
empat pasang calon walikota dan wakil walikota.
Analisisnya, jika banyak pasangan yang akan
bertanding, maka biaya yang dikeluarkan Dedy tidak terlalu banyak. Dan
kemungkinan lebih mudah dan lebih besar. Namun jika hanya dua pasang, akan
keluar biaya cukup banyak, dan kemungkinan menangnya juga fifty-fifty. Ini hanya
analisis, bukan perkiraan atau pun hasil survei, kemungkinan itu bisa saja. Yang
jelas, sosok Dedy Yon Supriyono ini sosok yang nyentrik jika dilihat dari beberapa
sisi.
Komentar
Posting Komentar