Refleksi Hari Ibu: Kemana Suara Perempuan

Dalam setiap gelaran Pemilu maupun Pilkada, kaum perempuan selalu menjadi rebutan. Mereka menjadi pemilih yang paling konsisten, bahkan tingkat partisipasinya selalu lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Ini dibuktikan dari hasil Pemilu 2019 lalu di Kabupaten Brebes, di mana tingkat partisipasi perempuan mencapai 76,35% dibandingkan dengan partisipasi laki-laki yang hanya 65,67%. Sedangkan rata-rata tingkat partisipasi Pemilih di Kabupaten Brebes total mencapai 71%.

Berdasarkan riset yang dilakukan KPU Kabupaten Brebes pada tahun 2015 lalu, atas hasil Pemilu 2014, hasilnya juga tidak berbeda jauh. Bahkan 100% perempuan yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dipastikan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu. Tingkat partisipasi perempuan yang tinggi ini tidak berbanding lurus dengan perempuan yang bertarung dalam Pemilu 2019 lalu.

Dari 490 caleg yang bersaing dalam Pemilu 2019 lalu, jumlah caleg perempuan mencapai 192 orang. Di mana masing-masing partai politik wajib menyertakan minimal 30 persen caleg perempuan. Dari 192 caleg perempuan yang ada, hanya 8 caleg yang berhasil melenggang ke kursi DPRD Kabupaten Brebes atau hanya 16 persen dari 50 kursi di DPRD. Lalu kemana suara kaum perempuan saat Pemilu lalu?

Dari 8 caleg perempuan yang terpilih, suara tertinggi diraih Tri Murdiningsih yakni sebanyak 8.198. Kedua diraih Khariroh sebanyak 6.983 suara, disusul Zubaedah dengan 5.974 suara, Murnaeni sebanyak 5,945, Waraskahyanti sebanyak 5.800, Siti Farijah sebanyak 5.731, Indah Eli Purwati sebanyak 5.357, dan Opy Ropiyah sebanyak 4.626 suara. Suara caleg perempuan terpilih tersebut jauh diatas caleg laki-laki yang tertinggi. Di antaranya Illia Amin yang meraih 22.067 suara, Cahrudin yang meraih 19.048, Moh Rizki Ubaidillah 16.355, atau Sudono yang meraih 13.624 dan caleg laki-laki lainnya yang peroelahan suaranya di atas 10 ribu.

Dengan fakta tersebut, di mana persentase pemilih perempuan yang lebih tinggi dibandingkan pemilih laki-laki, dipastikan banyak pemilih perempuan yang memberikan suaranya untuk caleg laki-laki. Belum ditemukan data, berapakah pemilih perempuan yang memilih caleg perempuan tersebut. Mungkin para caleg perempuan itu memiliki catatan sendiri, seberapa banyak pemilih perempuan yang memilih dirinya.

Dari data itu, bisa dipastikan pemilih perempuan belum tentu memilih caleg perempuan. Jika pemilih perempuan memilih caleg perempuan, mestinya caleg perempuan yang terpilih sebagai anggota DPRD lebih banyak dibandingkan laki-laki. Apakah caleg perempuan tidak mengkampanyekan perempuan pilih perempuan? Hal ini juga perlu dicek kembali, terkait dengan visi dan misi para caleg perempuan tersebut. Sehingga hasil yang dicapai para celg perempuan itu tidak maksimal, hanya 16 persen di kursi DPRD Kabupaten Brebes. Jika mengacu pada persentase pemilih perempuan sebesar 53,23 persen dari tingkat kehadiran pada Pemilu 2019, mestinya caleg perempuan sebesar itu pula.

Ada beberapa catatan dari fakta-fakta tersebut, terkait dengan peringatan Hari Ibu 22 Desember tahun 2020 ini. Pertama, belum maksimalnya kampanye perempuan pilih perempuan dalam Pemilu kemarin. Berbeda dengan Pilkada 2012 dan 2017, di mana Idza Priyanti sebagai calon bupati saat itu, salah satu tag line-nya adalah “Wadon Bae”. Tag line ini menjadi salah satu daya tarik, bagi perempuan untuk memilihnya. Meskipun belum ada data, berapa persen perempuan yang memilih Idza Priyanti, baik pada Pilkada 2012 maupun 2017.   

Kedua, caleg perempuan belum dipercaya sepenuhnya, baik oleh pemilih perempuan maupun laki-laki untuk menduduki kursi di DPRD. Sehingga mereka enggan untuk memberikan suaranya kepada caleg perempuan. Di sini, yang pasti ada bias gender dalam proses pemilihan tersebut. Bahwa perempuan sebenarnya juga mempunyai kemampuan yang tidak kalah dengan laki-laki. Bias gender ini masih melekat di kalangan masyarakat yang masih patriarkhi, termasuk di Kabupaten Brebes.

Ketiga, adanya kewajiban minimal 30 persen perempuan dalam pendaftaran caleg oleh partai politik, menjadikan caleg perempuan itu hanya pendamping caleg laki-laki saja. Artinya, keinginan para perempuan untuk bersaing dalam Pemilu itu bukan atas kesadaran diri sendiri, namun dipaksakan agar partai politik itu dapat memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu di semua Daerah Pemilihan (Dapil) yang ada. Ini dibuktikan, sebagian besar caleg perempuan hanya mendapat suara di angka ratusan saja. Sedangkan yang benar-benar ingin maju sebagai caleg dari keinginan pribadi maupun dukungan keluarga, angka perolehan suaranya mencapai ribuan.

Di hari ibu ini, para pemilih perempuan yang telah menggunakan hak pilihnya hingga 100 persen patut mendapat apresiasi. Begitu pula dengan caleg perempuan maupun calon kada perempuan yang telah bertarung melawan laki-laki juga patut mendapat apresiasi. Bagaimana pun juga, semangat mereka dalam berpolitik, patut diacungi jempol. Ada pun kalah dan mendang, bagian dari seni dan startegi politik yang dimainkan para perempuan tersebut.

Para perempuan dan para ibu itu, dengan kemampuannya, tidak kalah dengan kaum laki-laki. Bahkan dalam beberapa hal, perempuan kadang lebih kuat dari pada laki-laki. Dengan kemampuannya tersebut, para ibu tidak perlu takut dan minder dalam bertarung memperebutkan jabatan politik, baik di legislative maupun eksekutif. Selamat Hari Ibu, selamat dan tetap semangat dalam berjuang. (*)

 

Terbit di PanturaPost, 22 Desember 2020

 

Komentar

Postingan Populer