The Death Of Newspaper

Koran-koran itu berserakan di atas meja. Entah berapa hari koran itu menumpuk. Hanya teronggok, tak sempat dibaca, atau memang enggan untuk membacanya. Jika sudah banyak yang tertumpuk, maka staf yang biasa mengumpulkan koran-koran bekas itu akan mengambilnya. Tentu bukan untuk dibaca, tetapi hanya ditumpuk dan kemudian diikat untuk disimpan di gudang.

Bagi pembaca koran yang rutin, kondisi seperti itu tentu menimbulkan pertanyaan. Apakah daya bacanya yang bekurang, atau tidak mempunyai waktu untuk membaca, atau memang isi dari koran itu tidak lagi menarik. Apalagi teknologi yang berada digenggaman tangan, jauh lebih cepat. Sehingga tinggal klik, muncullah berita-berita dari seluruh penjuru dunia.

Dengan teknologi yang ada tersebut, kiranya media online menjadi pilihan pertama. Satu berita dari media online, bisa langsung menyebar ke ribuan pembaca dalam hitungan menit. Karena tinggal share link berita yang dimaksud. Bahkan kadang ada yang tidak sempat membacanya terlebih dahulu, tetapi langsung share begitu saja. Berita-berita hoax pun lebih cepat menyebar dengan cara penyebaran seperti itu.

Bahkan kebaradaan berita-berita hoax sepertinya lebih menarik untuk dibaca dan dishare melalui media-media sosial yang ada dibandingkan dengan berita-berita yang ada di koran itu. Tidak semua koran sih, tetapi ada indikasi sebagian besar koran cetak, hanya berisi berita-berita yang kurang menarik, bahkan tidak menarik sama sekali.

Berita-berita seremonial, kejadian yang setiap tahun terjadi, seperti banjir, lonsor, jalan rusak. Sepertinya tidak ada isu lain yang lebih menarik dari hal-hal seremonial tersebut. Tidak ada lagi kritik terhadap pemerintah, tidak ada lagi fungsi pengawasan. Katanya takut ada UU ITE, dianggap mencemarkan nama baik dan takut tidak langganan koran lagi. Waduh…

Saat ini, tidak ada lagi penjaja koran di sejumlah tempat, yang biasanya menjajakan koran. Seperti di perempatan lampu merah, atau pusat-pusat kegiatan masyarakat, seperti mall atau pasar. Kita tidak lagi menemukan orang berjualan koran. Bahkan mungkin agen-agen koran pun sudah tidak ada lagi, tinggal beberapa agen saja yang masih bertahan. Itu pun dengan jumlah oplah yang terbatas, dan hanya koran tertentu saja yang masih ada.  

Eh.. harga koran bekas ternyata lebih mahal dibandingkan dulu. Karena memang sudah jarang keberadaan koran. Sehingga sesuai dengan hukum ekonomi, ketika barang langka, maka harga semakin naik. Itu kertas korannya lho, bukan korannya. Bukan berarti ketika koran langka, harganya jadi lebih mahal. Jika koran dibagi gratis pun, belum tentu dibaca. Prihatin…

Kalau kondisi ini terus terjadi, maka tunggu saja hari kematian koran. The Death of Newspaper. Menakutkan. Tetapi itulah yang akan terjadi, dan sudah diprediksi oleh sejumlah ahli persuratkabaran, jauh sebelum isi koran itu monoton. Tetapi prediksi itu selalu dibantah oleh para pendisi dan pemilik koran. Mungkin saat ini dia masih punya modal besar dan mampu membayar gaji karyawan dan wartawannya.

Namun kenyataannya, sudah beberapa koran nasional maupun daerah dan lokal, sudah mati dan gulung tikar. Hanya tinggal media onlinennya saja, sekedar untuk menunjukkan eksistensinya. Tidak mati klesek. Yang masih hidup pun kembang kempis, wartawan diminta jadi agen koran merangkap distributor, dan marketing dan mencari iklan. Menyedihkan.

Mungkin saya salah, karena tak lagi membaca koran. Tetapi bisa jadi saya benar. Karena saya memang tidak lagi mencari koran-koran itu. Karena memang tidak lagi menarik (lagi). Mungkin juga sebagian besar orang. Untuk membuktikan kebenarannya, mungkin perlu survey atau pendataan di lapangan. Siapa, ya.. terserah, yang ingin korannya tetap hidup atau tinggal kenangan.

Kalau tidak ingin mati, koran harus berubah. Koran, sebagai pilar keempat demokrasi, sepertinya sudah dilupakan para pemilik dan pengelolanya. Mereka lebih cenderung ke bisnis murni. Sehingga yang diutamakan adalah servis kepada pelanggan tetap, yakni lembaga pemerintah. Sehingga beritanya pun hanya seremonial, kegiatan yang ada di lingkungan pemerintah. Sikap kritis media dan suara rakya pun hilang.

Kalau seperti ini terus, maka tunggu saja, The Death Of Newspaper!!

Komentar

Postingan Populer