Radio, Bagaimana Nasibmu Kini?

Bapak mertua saya dulu seorang petani tambak. Jauh dari pemukiman penduduk. Hanya ada suara gemericik air sungai dan suara kelibik mujaer dan bandeng. Juga suara angin yang sepoi yang menerobos cabang-cabang pohon mangrove. Tak ada teman yang bisa diajak ngobrol.

Dulu, sebagai teman ngobrol, bapak membawa radio kotak hitam, dengan tenaga baterai. Hanya AM dan FM jaringan frekuensinya. Di sela-sela istirahat, disetel lah radio itu. Dicari gelombang yang memutar lagu-lagu kesukaannya, tarling atau dangdutnya Rhoma Irama atau Elvi Sukaesih. Ada juga lagu-lagu pop, lagu Malaysia. Itu dulu…

Sekarang, sudah tidak lagi.

Dulu, waktu saya masih kecil, masih duduk di bangku SD, juga sering berebut gelombang radio dengan saudara. Sampai kadang radio itu jatuh dan rusak, karena rebutan. Ada program di satu radio, yang selalu ditunggu, seperti drama radio “Saur Sepuh” dan dram-drama lainnya. Sesekali juga mendengarkan lagu-lagu yang diputar stasiun radio yang berbeda-beda. Kalau penyiarnya banyak ngomong, ya langsung dipindah ke gelombang yang lain. Itu dulu…

Sekarang, sudah tidak lagi.

Dulu, masih ada kupon-kupon yang dijual radio. Untuk kirim-kirim salam ke teman, saudara, hingga handai tolan di luar kota. Kirim salam juga untuk para mantan, atau sekedar nostalgia dengan kawan lama. Rasanya bangga, senang, kalau nama kita dipanggil-panggil para penyiar radio, yang suaranya memiliki khas masing-masing.

Oh ya, para penyiar radio juga punya nama udara sendiri-sendiri. Bukan nama asli, hingga kadang bikin bingung di darat. Di udara nama si A, tapi namanya aslinya si B. Lha, yang kirim-kirim salam juga sama, ada nama udaranya juga. Jadi kadang hanya kenal di udara, tapi di darat tidak.

Untuk bisa saling mengenal, radio pun mengadakan jumpa fans. Minimal setahun sekali, saat Idul Fitri, sekalian halal bihalal. Atau saat ada event kerja sama radio dengan sponsor, biasanya obat pertanian, atau obat lainnya yang hanya bisa didapat di radio tersebut.  Itu dulu…

Sekarang, tidak tahu…

Bagaimana nasib radio sekarang? Saya putar-putar gelombang radio, masih banyak yang siaran. Tapi banyak juga yang sudah hilang dari frekuensinya dulu. Katanya dijual sang pemilik, atau juga sudah tidak beroperasi lagi. Tidak begitu tahu.

Yang pasti, dari banyak radio yang ada, para pendengarnya semakin hilang. Kalau hanya sekedar ingin dengan musik dan lagu, mereka tinggal klik You Tube, mencari judul dan genre music yang diinginkannya. Piringan-piringan CD lagu, baik yang asli atau bajakan, pun jadi pilihan utama. Belum lagi flash disk, yang berisi file-file lagu yang diinginkan, tinggal down loud dari You Tube dan lainnya.

Kalau hanya sekedar ingin tahu berita, tinggal klik media online. Atau tinggal klik dari link berita yang sudah beredar di medsos. Atau melalui aplikasi yang setiap saat bisa dunduh melalui play store. Tidak perlu lagi putar-putar gelombang frekuensi radio.

Apalagi sekarang ini, hampir setiap orang sudah menggenggam hape android, yang setiap saat dapat mengakses media online maupun media sosial yang berisi informasi-informasi yang dibutuhkan. Manusia dimanjakan dengan teknologi informasi yang sangat canggih.

Sekarang, sebagian dari radio itu adalah radio jaringan. Ada juga radio berita. Bisa sekedar pembacaan berita-berita dari koran atau media online yang ada. Ada juga yang memang benar-benar radio berita, berdasarkan hasil liputan para reporternya sendiri. Biasanya siaran langsung dari TKP.

Kini, dengan jaringan internet yang hampir masuk ke semua pelosok, radio harus berubah juga. Tidak hanya berfokus pada pancaran sinyal pemancar, yang terbatas beberapa kilometer saja. Harus berubah dan dipancarkan juga menjadi radio internet.

Televisi saja, sekarang sudah tersambung dengan jaringan internet. Tidak hanya mengandalkan sinyal dari pemancar, yang setiap saat terganggu akibat hujan dan cuaca yang tidak bersahabat. Televisi yang begitu saja, sekarang ini sudah mulai ditinggalkan juga. Jika ingin menonton berita, tingga cari cuplikan-cuplikan berita yang diunggah di You Tube.

Kalau tidak berubah, radio hanya seperti suara angin yang lewat. Tidak peduli ada yang mendengarkan atau tidak, yang penting keluar suaranya. Para penyiar hanya berbicara seorang diri di studio, persis seperti nyatanya. Tidak ada yang mendengar, merespon, kirim-kirim salam dan sebagainya. Kalau pun ada, hanya seperti orang-orang yang sedang teleponan atau WA-nan secara pribadi, hanya saja di frekuensi terbuka. Gawat…!!

Rasanya kangen, ketika penyiar radio itu menyapa para pendengarnya, dan pendengarnya pun langsung merespon dengan kirim-kirim salam. Tapi, kini kirim salam pun sudah cukup melalui WA. Bukan hanya suara, tapi dengan gambar langsung, berupa video call.

 

Komentar

Postingan Populer