Menggali Potensi Brebes
Kabupaten Brebes pada 18 Januari 2020 genap berusia
342 tahun. Sungguh bukan usia yang muda bagi suatu daerah otonomi, yang
diberikan kebebasan menyusun dan meranjang anggaran sendiri. Dengan anggaran
yang mencapai Rp 3 Triliun lebih itu, sudah seharusnya mampu menyejahterakan
warganya yang berjumlah 1,8 juta. Namun ternyata kondisinya hingga masih jauh
dari yang diharapkan para pemimpin maupun rakyat. Seperti yang diimpikan bupati
dan wakil bupati melalui visi dan misinya selama lima tahunan.
Padahal jumlah penduduk yang terbanyak dan wilayah
yang terluas di Jawa Tengah adalah potensi yang sangat besar untuk modal
pembangunan. Potensi-potensi itu mungkin masih terpendam jauh di dalam tanah
yang tebal. Sehingga dibutuhkan usaha yang keras untuk mendapatkannya. Tidak
mungkin usaha itu dilakukan oleh satu-dua orang saja, tetapi membutuhkan kerja
sama dari seluruh elemen masyarakat yang ada.
Unsur-unsur yang ada, mulai pemerintah daerah,
instansi vertikal, lembaga legislatif, organisasi masyarakat dan kepemudaannya,
LSM dan seluruh masyarakatnya, bahu-membahu membangun. Tidak ada yang menghambat,
apalagi sampai menjadikan potensi daerahnya itu hanya untuk kepentingan
pribadi. Jika tidak ada kerja sama antar elemen masyarakat itu, maka dipastikan
sampai usia seribu tahun pun Kabupaten Brebes masih sama kondisinya dengan
sekarang.
Potensi-potensi yang bisa digali untuk pembangunan
di Kabupaten Brebes itu mulai dari potensi alam, yang membentang dari pantai
hingga pegunungan. Dari pertanian hingga pertambangan, dari perikanan hingga
kehutanan, dari perairan hingga gas alamnya. Dari pendidikannya hingga
politiknya. Dari perdagangan hingga industrinya. Dari kesenian hingga
budayanya, dari adat hingga teknologinya. Semunya masih sangat dalam untuk
digali dan diubah serta dipoles hingga menjadi produk yang menghasilkan.
Garis pantai yang memanjang hingga 72,93 km
merupakan potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Betapa tidak, ada 14
desa di 5 kecamatan yang berada di pesisir pantai, yang jika dikembangkan, maka
masyarakat pesisi yang sebagian besar nelayan dan petani tambak, akan terangkat
perekonomiannya. Hasil perikanan laut, perikanan tambak, garam, rumput laut
hingga tempat wisata pantai dan mangrove, yang sudah digali baru berapa persen.
Dari komoditas itu, ternyata belum maksimal.
Tempat Pelelangan Ikan (TPI), masihkan berjalan di
desa-desa yang ada nelayannya? Sudahkah Pemda Brebes memfasilitasi dan
mendorong berjalannya perekonomian masyarakat pesisir tersebut? Rumput laut
yang sempat menjadi harapan petani tambak, kini kembali tak jelas dengan harga
jual yang semakin rendah. Padahal komoditas dan kualitasnya cukup baik untuk
produk kosmetik maupun obat-obatan. Mengapa tidak ada investasi yang masuk di
bidang itu?
Belum lagi potensi garamnya, tentu tak kalah dengan
daerah lain. Namun belum ada industri pengolahan garam yang menanamkan investasinya.
Petani garam hanya mampu menjual garam krosok, yang harga hanya ratusan rupiah
saja perkilogramnya. Padahal jika dikelola dan dikemas yang modern, harga perkilogramnya
bisa mencapai ribuan rupiah.
Kabupaten Brebes yang dikenal dengan telur asinnya
pun, sebenarnya hanya mengolah saja. Karena persediaan telur asin sebagian
besar diambil dari daerah luar, bahkan lintas provinsi. Suatu saat, jika hal
ini tidak diantisipasi, maka telur asin bukan lagi produk khas Brebes, karena
daerah lain pun bisa memproduksinya, dengan kualitas dan rasa yang tidak kalah
dengan telur asin Brebes. Kalau pun masih ada peternak bebek yang masih eksis,
untuk mencari pakan ternaknya, harus mencari filet ikan di Kota Tegal, daerah
tetangga yang memiliki TPI. Coba, jika di Brebes ada TPI, maka para peternak
bebek tidak perlu jauh-jauh mencari filet ikan ke Kota Tegal.
Begitu pula dengan ikon Brebes lainnya, yakni
bawang merah. Hingga kini belum ada solusi yang ampuh untuk mengatasi persoalan
yang setiap tahun dikeluhkan petani bawang, yakni anjloknya harga saat panen
raya. Selama puluhan tahun, petani selalu mengeluh dan menangis ketika harga
jual bawang merah anjlok di bawah harga produksi. Jangankan dapat keuntungan,
balik modal saja sulitnya minta ampun. Persoalan bukan cuma di situ, tetapi
juga dari awal produksi. Mulai dari mahalnya bibit, sulitnya air hingga
permainan mafia bawang merah, yang hingga kini belum tertangkap.
Suatu saat bisa saja ikon bawang merah Brebes ini
hilang, karena daerah-daerah lain sudah banyak yang memproduksi bawang merah.
Dengan biaya produksi yang lebih murah dan kualitas juga bagus. Dan ketika
dibawa ke Brebes, maka dianggap sebagai bawang merah Brebes. Belum lagi bawang
merah impor, yang setiap saat bisa didatangkan. Bawang merah impor ini cukup
mempengaruhi psikologi petani bawang merah di Brebes. Meski hanya mampir atau
lewat Brebes, bawang impor ini langsung menjatuhkan harga bawang merah di
tingkat petani. Bahkan ketika dijual di luar daerah pun distempel dengan produk
bawang merah Brebes.
Padahal dengan komoditas unggulan dan penghasilan
utama petani Brebes itu dapat dilakukan langkah-langkah antisipasi dan juga
potensi yang bisa dikembangkan. Mulai dari memperkenalkan keistimewaan dan ciri
khas bawang merah Brebes dibandingkan dengan dari daerah lain. Yakni dengan
menggelar festival bawang merah dan sejenisnya, untuk lebih memperkenalkan ciri
khas bawang merah Brebes. Dengan demikian, masyarakat akan semakin mengenal
ciri-ciri bawang merah Brebes, tidak asal mengaku bahwa bawang merah yang
dibawa dari Brebes itu adalah bawang merah Brebes.
Potensi-potensi lainnya bisa mendatangkan investor
pengolahan bawang merah, yang selama ini berada di luar Brebes. Begitu pula
dengan produk-produk yang menggunakan bawang merah sebagai salah satu bahan dasarnya.
Beberapa olahan bawang merah selama ini hanya dikenalkan lewat pameran-pameran
yang di luar daerah, yang diproduksi dengan jumlah terbatas. Sementara petani
atau masyarakat Brebes jarang yang mengenalnya. Padahal jika sudah dikenal di
masyarakat Brebes, maka otomatis akan dikenal luas di wilayah lain.
Itu hanya sebagian kecil potensi yang berasal dari
potensi alam yang ada di Brebes. Belum potensi dari daerah pegunungan, potensi
hutan dan perkebunan, serta pertambangan. Potensi seni dan budaya yang semakin
hilang, juga perlu mendapatkan perhatian lebih dari Pemkab. Seperti tari
Kuntulan, Sisingaan, Kuda Lumping, Buroq, dan lainnya. Pemkab perlu dan harus
melestarikan seni dan budaya itu di tengah-tengah masyarakat. Karena banyak
dari kita yang sudah tidak bisa menikmati seni dan budaya itu. Selain sudah
jarang pelaku seninya, juga membutuhkan biaya yang mahal untuk mendatangkannya.
Belum lagi penentangan dari kelompok tertentu, yang menganggap seni dan budaya
itu perbuatan syirik dan bid’ah.
Perlu digagas festival seni dan budaya saat
peringatan Hari Jadi Kabupaten atau peringatan hari besar lainnya. Sehingga
mereka bisa tampil dan mendapatkan penghasilan dari penampilannya tersebut. Karena
pelaku seni dan budaya itu juga membutuhkan penghasilan sehari-hari untuk
penghidupan keluarganya.
Mestinya, potensi-potensi itu yang dimiliki
Kabupaten Brebes itu, dengan potensi politik yang ada bisa berkembang dengan
baik. Dengan potensi politik, yakni dengan 50 kursi di DPRD, yakni 13 dari
PDIP, 9 dari PKB, 7 dari Golkar, 6 dari Gerindra, 4 dari PKS, 4 dari PPP, 3
dari PAN dan 3 dari Demokrat serta 1 Hanura, semakin memperkuat pembangunan di
Kabupaten Brebes. Karena tidak ada myoritas tunggal, sehingga pembangunan tidak
mungkin dikelola satu kelompok mayoritas. Juga sangat kecil kemungkinan
terjadinya persengkongkolan politik untuk kepentingan kelompok tertentu.
Potensi di bidang politik itu, tentunya semakin
membuka ide dan gagasan yang berbeda-beda dalam proses pembangunan di Kabupaten
Brebes. Karena masing-masing kelompok politik itu tentu akan bersaing
mendapatkan simpati pemilih dalam Pemilu. Sehingga dalam kebijakan politik yang
diambilnya pun akan berpihak kepada rakyat. Belum lagi tokoh-tokoh intelektual
dari Brebes, yang tersebar di berbagai daerah, jika dimintai ide dan gagasan
pasti akan diberikan. Tinggal bagaimana Pemkab di bawah kepemimpinan Bupati dan
Wakil Bupati, serta dinas dan instansi di dalamnya untuk mengeksekusi ide-ide
dan gagasan pembangunan tersebut.
Sungguh, potensi yang dimiliki Kabupaten Brebes
sangat luar biasa jika digali dan dikembangkan untuk kemajuan daerah. Banyak
orang yang mengatakan, jika Kabupaten Brebes dari dulu hingga sekarang, dari
masa anak-anak hingga sekarang punya anak, kondisinya masih ajeg, tidak ada perubahan
yang berarti. Bahkan fenomena banjir yang ada sejak dulu, sekarang pun kembali
menghantui Kota Brebes saat musim penghujan tiba.
Dibutuhkan semangat dari semua elemen masyarakat di
Kabupaten Brebes, mulai dari mahasiswa, santri, petani, pedagang, tokoh agama,
tokoh masyarakat, aktivis LSM, wartawan, birokrat dan politisinya untuk
membangun Brebes. Bukan hanya potensi kemiskinannya yang diangkat untuk
mendapatkan DAU yang besar, DAK yang terus menerus, serta program-program
pengentasan kemiskinan yang dilanggengkan. Brebes bangkit dan berubah lebih
baik, sangat bisa. (*)
Dimuat Radar Tegal Edisi 14-15 Januari 2020
Komentar
Posting Komentar