Bersalah dan Tak Bersalah
Oleh: M Riza Pahlevi
Bersalah berarti melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan kaidah hukum, adat maupun peraturan serta agama. Dikatakan bersalah jika seseorang dengan jelas dan gamblang melanggar aturan-aturan tersebut. Biasanya, mereka yang melakukan kesalahan terkena sanksinya, baik sanksi hukum, sanksi ada, sanksi administrasi maupun sanksi agama atau yang disebut dosa.
Dalam beberapa konteks, sering kali orang tidak menyadari kesalahannya. Bahkan ada yang merasa dia hanya jadi korban kesalahan orang lain, atau bahkan dipersalahkan saja tanpa melakukan perbuatan salah yang dimaksud. Seseorang juga bisa dianggap bersalah, padahal dia merasa melakukan suatu tindakan yang dianggapnya benar. Bersalah di sini tentu harus dilihat konteksnya pula.
Tidak bersalah, bukan berarti dia benar. Bisa saja dia bersalah dalam konteks yang lain, yang memang belum tentu dia lakukan sendiri. Namun dia dinyatakan bersalah karena tindakannya tersebut, itu bisa terjadi. Sekali lagi, tidak bersalah belum tentu benar, meskipun dia mengaku tidak bersalah.
Dalam kaidah hukum, seseorang dianggap bersalah ketika dianyatakan oleh pengadilan terbukti melakukan kesalahan yang dituduhkan kepadanya. Meskipun dalam kaidah hukum, yang dijadikan asas adalah asas praduga tak bersalah. Meskipun pada dasarnya, mereka yang dijerat hukum, sangat kuat diindikasikan melakukan kesalahan hukum. Sepertinya tidak mungkin seseorang yang tidak melanggar hukum, kemudian diproses hukum. Kalau pun ada, mungkin itu yang disebut rekayasa hukum. Itu pun harus dibuktikan secara hukum juga.
Mereka yang terkena kasus hukum, juga sering kali sudah divonis bersalah, dianggap kriminal dan disebut sebagai narapidana. Suatu hal yang mungkin dianggap negatif bagi sebagian masyarakat. Namun ada juga, mereka yang diproses hukum karena kasus politik atau konspirasi politik. Karenanya, dalam Orde Baru sering dikenal adanya narapidana politik. Mereka yang terkena kasus itu, biasanya orang-orang yang bertentangan dengan penguasa, suka mengkritik dan mungkin saja mau berbuat makar.
Persoalan hukum ini, tentu saja cukup pelik. Karena kadang orang yang bersalah mengaku tetap tidak bersalah. Bahkan muncul opini, bahwa seorang yang bersalah dianggap tidak bersalah. Muncul opini, bahwa dia hanya korban konspirasi politik tertentu. Namun jika hukum sudah berkata, maka sebaiknya hormai apa pun keputusan hukum. Apalagi Indonesia menyatakan diri sebagai negara hukum, segala sesuatu ahrus berdasarkan hukum. Jadi, kalau dia dinyatakan bersalah secara hukum, maka dia salah. Apalagi yang ebrsangkutan juga menyatakan dan mengakui kesalahannya tersebut.
Dalam norma adat, mereka yang dinyatakan bersalah tentu saja mereka yang melanggar aturan-aturan adat, yang sebagian besar tak tercatat. Biasanya, aturan adat ini mengikat sekelompok masyarakat tertentu atau suku bangsa tertentu. Bagian masyarakat lain, tingkah laku atau tindakan tertentu mungkin bukan suatu pelanggaran adat, namun bagi sebagian suku bangsa bisa saja tindakan itu merupakan pelanggaran adat. Sehingga sering kali, ada orang yang masuk dalam sekelompok masyarakat adat tertentu dianggap melanggar adat. Karena dia tidak tahu, bahwa tindakan itu melanggar adat, padahal di kelompoknya hal itu merupakan hal yang biasa, tidak melanggar adat.
Di sinilah peran pentingnya komunikasi atau paling tidak mengetahui adat istiadat masyarakat tertentu. Bukan berarti kita bisa bertingkah seenaknya di tempat orang lain, yang justru ternyata melanggar adat masyarakat setempat.
Sementara dalam kaidah agama, seseorang dianggap bersalah karena melanggar norma-norma yang telah ditetapkan agama tersebut. Antar satu agama dengan agama lain tentu ada perbedaan dan keyakinan beragama itu sendiri tidak bisa dipaksakan. Karenanya, seseorang yang dianggap beragama, mestinya tetap mengacu pada agama yang dipeluknya, termasuk terhadap norma-norma agama yang berlaku. Di mana dalam beberapa tindakan tertentu, adalah tindakan yang melanggar norma agama atau dosa.
Berdosa atau tidaknya berdosa, teah diterangkan Tuhan melalui kitab-Nya secara jelas. Namun sering kali mereka, yang mengaku beragama justru tidak jarang melakukan perbuatan dosa. Bahkan ada yang cenderung menganggap tidak ada dosa, karena tidak terlihat dan tidak ada saksinya secara langsung. Meskipun dalam beberapa kasus, sanksi terhadap pelanggaran norma agama pun ada.
Di sini, dalam norma agama, kepercayaan terhadap Tuhan sangat mutlak. Mereka yang takut akan dosa, mestinya tidak akan melanggar norma-norma agama. Karena akan ada sanksinya kelask, di akhirat. Dan Tuhan sendiri yang akan memberikan sanksi kepada mereka yang telah melanggarnya.
Dalam beberapa hal, mungkin norma hukum dan norma ada, ada yang bertentangan dengan norma agama. Namun tentunya itu semua tidak bisa dipaksakan dan dicampuradukan. Yang pasti, mereka yang melanggar norma hukum, norma adat maupun norma agama pasti ada sanksinya. Jadi, jangan merasa tidak bersalah kalau memang melakukan kesalahan. Bertobat dan berniat untuk tidak melakukan kesalahan yang sama dan juga kesalahan-kesalahan yang lain. (*)
Bersalah berarti melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan kaidah hukum, adat maupun peraturan serta agama. Dikatakan bersalah jika seseorang dengan jelas dan gamblang melanggar aturan-aturan tersebut. Biasanya, mereka yang melakukan kesalahan terkena sanksinya, baik sanksi hukum, sanksi ada, sanksi administrasi maupun sanksi agama atau yang disebut dosa.
Dalam beberapa konteks, sering kali orang tidak menyadari kesalahannya. Bahkan ada yang merasa dia hanya jadi korban kesalahan orang lain, atau bahkan dipersalahkan saja tanpa melakukan perbuatan salah yang dimaksud. Seseorang juga bisa dianggap bersalah, padahal dia merasa melakukan suatu tindakan yang dianggapnya benar. Bersalah di sini tentu harus dilihat konteksnya pula.
Tidak bersalah, bukan berarti dia benar. Bisa saja dia bersalah dalam konteks yang lain, yang memang belum tentu dia lakukan sendiri. Namun dia dinyatakan bersalah karena tindakannya tersebut, itu bisa terjadi. Sekali lagi, tidak bersalah belum tentu benar, meskipun dia mengaku tidak bersalah.
Dalam kaidah hukum, seseorang dianggap bersalah ketika dianyatakan oleh pengadilan terbukti melakukan kesalahan yang dituduhkan kepadanya. Meskipun dalam kaidah hukum, yang dijadikan asas adalah asas praduga tak bersalah. Meskipun pada dasarnya, mereka yang dijerat hukum, sangat kuat diindikasikan melakukan kesalahan hukum. Sepertinya tidak mungkin seseorang yang tidak melanggar hukum, kemudian diproses hukum. Kalau pun ada, mungkin itu yang disebut rekayasa hukum. Itu pun harus dibuktikan secara hukum juga.
Mereka yang terkena kasus hukum, juga sering kali sudah divonis bersalah, dianggap kriminal dan disebut sebagai narapidana. Suatu hal yang mungkin dianggap negatif bagi sebagian masyarakat. Namun ada juga, mereka yang diproses hukum karena kasus politik atau konspirasi politik. Karenanya, dalam Orde Baru sering dikenal adanya narapidana politik. Mereka yang terkena kasus itu, biasanya orang-orang yang bertentangan dengan penguasa, suka mengkritik dan mungkin saja mau berbuat makar.
Persoalan hukum ini, tentu saja cukup pelik. Karena kadang orang yang bersalah mengaku tetap tidak bersalah. Bahkan muncul opini, bahwa seorang yang bersalah dianggap tidak bersalah. Muncul opini, bahwa dia hanya korban konspirasi politik tertentu. Namun jika hukum sudah berkata, maka sebaiknya hormai apa pun keputusan hukum. Apalagi Indonesia menyatakan diri sebagai negara hukum, segala sesuatu ahrus berdasarkan hukum. Jadi, kalau dia dinyatakan bersalah secara hukum, maka dia salah. Apalagi yang ebrsangkutan juga menyatakan dan mengakui kesalahannya tersebut.
Dalam norma adat, mereka yang dinyatakan bersalah tentu saja mereka yang melanggar aturan-aturan adat, yang sebagian besar tak tercatat. Biasanya, aturan adat ini mengikat sekelompok masyarakat tertentu atau suku bangsa tertentu. Bagian masyarakat lain, tingkah laku atau tindakan tertentu mungkin bukan suatu pelanggaran adat, namun bagi sebagian suku bangsa bisa saja tindakan itu merupakan pelanggaran adat. Sehingga sering kali, ada orang yang masuk dalam sekelompok masyarakat adat tertentu dianggap melanggar adat. Karena dia tidak tahu, bahwa tindakan itu melanggar adat, padahal di kelompoknya hal itu merupakan hal yang biasa, tidak melanggar adat.
Di sinilah peran pentingnya komunikasi atau paling tidak mengetahui adat istiadat masyarakat tertentu. Bukan berarti kita bisa bertingkah seenaknya di tempat orang lain, yang justru ternyata melanggar adat masyarakat setempat.
Sementara dalam kaidah agama, seseorang dianggap bersalah karena melanggar norma-norma yang telah ditetapkan agama tersebut. Antar satu agama dengan agama lain tentu ada perbedaan dan keyakinan beragama itu sendiri tidak bisa dipaksakan. Karenanya, seseorang yang dianggap beragama, mestinya tetap mengacu pada agama yang dipeluknya, termasuk terhadap norma-norma agama yang berlaku. Di mana dalam beberapa tindakan tertentu, adalah tindakan yang melanggar norma agama atau dosa.
Berdosa atau tidaknya berdosa, teah diterangkan Tuhan melalui kitab-Nya secara jelas. Namun sering kali mereka, yang mengaku beragama justru tidak jarang melakukan perbuatan dosa. Bahkan ada yang cenderung menganggap tidak ada dosa, karena tidak terlihat dan tidak ada saksinya secara langsung. Meskipun dalam beberapa kasus, sanksi terhadap pelanggaran norma agama pun ada.
Di sini, dalam norma agama, kepercayaan terhadap Tuhan sangat mutlak. Mereka yang takut akan dosa, mestinya tidak akan melanggar norma-norma agama. Karena akan ada sanksinya kelask, di akhirat. Dan Tuhan sendiri yang akan memberikan sanksi kepada mereka yang telah melanggarnya.
Dalam beberapa hal, mungkin norma hukum dan norma ada, ada yang bertentangan dengan norma agama. Namun tentunya itu semua tidak bisa dipaksakan dan dicampuradukan. Yang pasti, mereka yang melanggar norma hukum, norma adat maupun norma agama pasti ada sanksinya. Jadi, jangan merasa tidak bersalah kalau memang melakukan kesalahan. Bertobat dan berniat untuk tidak melakukan kesalahan yang sama dan juga kesalahan-kesalahan yang lain. (*)
Komentar
Posting Komentar