Sutil Geni Demokrasi
Program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan, dari Desa untuk Indonesia menjadi salah atu program KPU RI pada tahun 2021 ini. Program ini bertujuan menjadikan desa sebagai salah satu basis dalam pembangunan demokrasi. Desa sebagai bagian dari sistem pemerintahan yang terendah ini langsung bersentuhan dengan masyarakat. Apalagi, di desa sejak awal sudah tumbuh sistem demokrasi berupa pemilihan langsung kepala desa.
Desa sebagai basis dalam
pembangunan desa sangat tepat, sehingga layak menjadi program yang diagendakan
KPU. Karena dari desa itulah demokrasi akan terus tumbuh dan berkembang. Dengan
menjadikan desa sebagai basis pembangunan demokrasi, maka sebenarnya program
ini dalam bahasa Brebesan bisa disebut sutil
geni demokrasi. Istilah sutil geni
ini muncul dalam diskusi Selapanan di bawah asuhan KH Miftah Anwar. Dalam
diskusi yang digelar setiap Selasa Pon Rebo Wage tersebut, diharapkan muncul sutil geni-sutil geni dalam berbabagi aspek
kehidupan, termasuk demokrasi.
Sutil geni demokrasi berarti pemantik
api demokrasi, yang dimulai dari tingkat desa. Pengalaman desa dalam proses
demokrasi berupa pemilihan kepala desa sangat penting untuk dipertahankan.
Mengapa demokrasi di desa harus dipertahankan, karena dari desa itu lah sumber
api demokrasi dapat terus menyala. Jangan sampai sumber api itu padam karena
ulah segelintir politisi busuk yang tidak bertanggung jawab. Penyakit politisi
busuk ini harus dicegah, jangan sampai menular dan merusak demokrasi di desa.
Saat ini, sebagian demokrasi di
desa sudah mulai dikotori dengan praktek-praktek politik kotor, berupa politik
uang, sikap apatis terhadap politik, hingga masuknya ajaran yang menolak
demokrasi. Karenanya, dengan adanya desa peduli pemilu dan demokrasi ini,
diharapkan bara api demokrasi di desa yang masih murni tetap bertahan dan
menyala. Dari satu desa ini, selanjutnya menjadi sutil geni ke desa-desa lainnya.
Di desa, selain berlaku
undang-undang dan peraturan lainnya yang ditetapkan pemerintah, juga berlaku
hukum adat atau kebiasaan masyarakat setempat yang dijadikan pedoman. Meskipun
terkadang antara peraturan perundang-undangan dengan hukum adat sering
menimbulkan pro dan kontra. Kalau ada persoalan yang terjadi di masyarakat desa
tersebut, jika sudah diselesaikan secara adat, maka seharusnya tidak perlu
dilanjutkan secara hukum positif atau hukum yang berlaku di pemerintahan. Jika
ada yang memaksakan, maka seringkali muncul masalah baru di kemudian hari.
Maka sebenarnya Desa Peduli Pemilu
dan Pemilihan bukan hal yang baru. Bahkan bisa dikatakan, Pemilu di desa itu
berlangsung lebih demokratis dan berjalan sangat dinamis. Ini terbukti dari
perjalanan pemilihan kepala desa (Pilkades) yang sudah berjalan ratusan tahun
sejak jaman Belanda. Hampir-hampir tidak ada politik uang, untuk memenangkan
calon yang memang diinginkan oleh rakyat. Hanya akhir-akhir ini saja, itu pun
di beberapa desa saja, yang muncul politik uang untuk memenangkan calon
tertentu.
Dr Arie Sujito, Sosiolog UGM yang
menjadi narasumber dalam Webinar Desa Peduli Pemilu usai Soft Launching justru
mengatakan sebaliknya, Pemilu yang harus peduli desa. Karena selama ini
masyarakat desa, yang sudah sangat peduli terhadap Pemilu. Namun seringkali
usai Pemilu, masyarakat desa justru dilupakan dan ditinggalkan. Seharusnya,
usai Pemilu masyarakat desa menjadi prioritas dalam proses demokrasi yang
terjadi di pusat kota. Di sinilah pentingnya program Desa Peduli Pemilu dan
Pemilihan, yang kemudian berimbas secara poistif menjadi hasil dari Pemilu dan
Pemilihan juga peduli terhadap desa.
Program ini semua bisa terus
dikobarkan, dengan gerakan sutil geni
di beberapa desa yang mulai redup demokrasinya. Seperti terlihat dari hasil
Pemilu 2019 lalu, yang tingkat partisipasinya cukup rendah. Seperti di
Kabupaten Brebes, desa yang tingkat partisipasi paling rendah ada di Desa
Lembarawa, Kecamatan Brebes. Berdasarkan data yang ada, kehadiran pemilih yang
dihitung dari DPT hanya 44,89%. Sedangkan rata-rata tingkat partisipasi politik
pada Pemilu 2019 di Kabupaten Brebes hanya mencapai 71%, masih jauh dari
rata-rata nasional yang mencapai 81% lebih. Dari 17 kecamatan yang ada di
Kabupaten Brebes, tingkat partisipasi tertinggi ada di Kecamatan Salem, dengan
76,44%. Sedangkan tingkat partisipasi terendah ada di Kecamatan Bulakamba
dengan 67,16% dan Kecamatan Songgom dengan 67,20%. Inilah latar belakang
pentingnya program sutil geni
demokrasi di tingkat desa, agar bara api demokrasi di desa tidak padam.
Harapannya, dengan program ini bisa diteruskan, tidak hanya di satu desa saja,
tetapi di beberapa desa yang nyala api demokrasinya mulai redup.
Program sutil geni demokrasi di Kabupaten Brebes ini bertujuan agar tingkat
partisipasi bisa meningkat. Paling tidak, tingkat partisipasinya sama dengan di
tingkat nasional dalam setiap gelaran Pemilu maupun Pilkada. Meskipun
sosialisasi yang dilakukan KPU sudah maksimal, namun harus ada solusi yang
berupa kearifan lokal di tingkat desa. Sehingga apa yang menjadi tujuan Pemilu
dan Pilkada benar-benar bisa terwujud.
Desa adalah ujung tombak dari
pembangunan demokrasi. Mulai dari KPPS, PPDP, hingga PPS. Mereka harus mendapat
support secara langsung dan terus menerus, tidak menganggap mereka remeh
sebagai penyelenggara yang paling rendah. Namun harus menjadikan mereka sebagai
ujung tombak penyelenggara Pemilu dan juga pemantik api demokrasi paling awal,
dengan istilah sutil geni demokrasi.
Sutil geni demokrasi ini juga
bertujuan mengajak stoke holders hasil Pemilu menjadikan desa sebagai tujuan
dalam setiap programnya. Paling tidak, desa dengan masyarakatnya menjadi
perhatian yang serius, dengan program-program yang nyata dan hasilnya dirasakan
secara langsung oleh masyarakat. (*)
Terbit di https://suarabaru.id/2021/11/29/sutil-geni-demokrasi
Komentar
Posting Komentar