PMII sebagai Manhaj Gerakan

Dalam kehidupan bermasyarakat, perlu kiranya setiap individu memiliki manhaj atau arah gerakan yang bertujuan untuk kebaikan. Bagi mahasiswa yang masih berproses di perguruan tinggi, tentu banyak arah dan gerakan yang ditawarkan. Baik yang nasionalis, religius, maupun gabungan dari nasionalis religius. Bahkan ada pula manhaj yang tidak jelas, dan mengklaim yang paling baik dan yang lain salah serta sesat. Jangan sampai menjadi mahasiswa yang tidak memiliki pegangan dan identitas yang jelas. Tidak hanya datang, duduk, diam di dalam ruang kuliah yang sunyi.

Mereka yang terlibat dalam gerakan-gerakan tersebut biasanya menyebut dirinya sebagai aktivis kampus. Mereka bergerak sesuai dengan ideologi yang mereka dapatkan selama pengkaderan berlangsung. Seperti halnya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), yang menjadi manhaj gerakan penulis sejak 1996 lalu. PMII menjadi manhaj yang hingga kini terus diperjuangkan dan menjadi pedoman hidup. Manhaj itu yakni dengan berpedoman pada dzikir, fikir dan amal sholeh.

PMII sebagai gerakan adalah sebuah pilihan atas beberapa pilihan yang ada. Mereka yang memilih PMII sebagai manhaj gerakan sangatlah beruntung. Selain alur keilmuannya sejalan dengan ahlussunah waljamaah ala Nahdlatul Ulama, juga ada kebebasan dalam berpikir, namun disertai dengan batasan-batasan yang jelas dan tidak kebablasan.

Selain itu, dengan aktif di PMII juga menjadi ajang silaturahim antarmahasiswa dari berbagai daerah, berbeda latar belakang suku dan adat istiadat yang berbhineka tunggal ika. Juga masuk menjadi keluarga besar mahasiswa ahlussunah waljamaah ala nahdliyah. Jaringan silaturahim dari seluruh Indonesia, juga menjadi ajang pembelajaran kaderisasi, dari tingkat rayon hingga pengurus besar di Jakarta. Setelah lulus sebagai mahasiswa pun jaringan alumni yang tersebar dari berbagai macam profesi, menjadi hubungan tersendiri yang terikat ideologi manhaj PMII.

Tentu saja dengan posisi tersebut, PMII menjadi gerakan mahasiswa yang tidak hanya berlabelkan nasionalis religius dengan label Islam dan Indonesianya, namun mengejawantahkannya dalam gerakan dan kehidupan sehari-hari. Dzikir, fikir dan amal sholeh adalah wujud dari gerakan dan manhaj tersebut. Dzikir, menjadi pengingat bahwa setiap makhluk tidak boleh lupa dengan Penciptanya. Bahwa dia ada, akrena ada yang menciptakannya.

Kita mempunyai kewajiban untuk berdzikir, agar tidak lupa dengan asal-usulnya. Bahwa kita adalah makhluk Tuhan, yang diciptakan untuk menyembah-Nya dan menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Kemudian dengan adanya akal pikiran yang diberikan Tuhan sang Pencipta, maka manusia harus mampu menggunakannya dengan baik. Pikiran dan kemampuan berfikirnya mengacu kepada aturan atas agama yang telah diturunkan melalui para nabi-Nya.

Dengan kemampuan berfikirnya tersebut, diamalkan sesuai menurut petunjuk dan dalil-dalil yang telah diwahyukan. Selanjutnya hasil olah pikir tersebut harus menjadi amal sholeh seorang hamba yang tunduk kepada Penciptanya. Bukan hanya berdiam dengan pikirannya tanpa aksi yang nyata. Atau hanya bisa menghujat tanpa memberikan solusi nyata untuk kehidupan yang lebih baik. Mereka yang mengamalkan dzikir, fikir dan amal sholeh, pasti mampu mewujudkan kehidupan yang lebih baik dibandingkan yang lainnya, yang tak memiliki konsep tersebut.

Dalam beberapa kasus, seperti yang penulis pegang teguh selama ini, selain mengamalkan dzikir, fikir dan amal sholeh, juga ada tindak lanjut dengan slogan kehidupan pribadinya, yakni diam, berpikir, baru bicara. Ini hanya salah satu bagian kecil dari penjabaran konsep dzikir, piki dan amal sholeh tersebut. Diam bukan berarti tak berpendapat, namun untuk membaca alur kehidupan yang ada, membaca buku dan kita yang menjadi petunjuk. Dari hasil bacaan itu, kemudian diolah menjadi pemikiran, yang tetap mengacu kepada wahyu Tuhan, baik secara langsung maupun melalui sabda nabi-Nya.

Bicara dilakukan seperlunya saja. Karena selain untuk menyampaikan hasil olah pikirannya, juga tujuan dari bicara itu yakni untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan. Jangan sampai mereka yang tidak benar dan tidak adil, menguasai kehidupan masyarakat. Tentu masing-masing individu kader PMII memiliki slogan hidup yang berbeda-beda, sesuai dengan minat dan bakat masing-masing. Berbahagialah mereka yang telah bergabung dalam PMII, rumah pergerakan yang menyatukan dalam kebaikan dan kebenaran. (*)

 

Muamar Riza Pahlevi, alumni PMII Airlangga Surabaya

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer