Hari Ibu dan Politik Perempuan

Setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu. Semua elemen masyarakat, termasuk lembaga pemerintah memperingatinya dengan berbagai macam cara. Pemerintah sendiri memperingatinya dengan menggelar upacara dan berbagai kegiatan seremonial. Sementara masyarakat memperingatinya dengan kreativitasnya masing-masing. Begitu tingginya posisi ibu, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan politik di negeri ini.

Lantas, bagaimana peran ibu dalam konteks politik saat ini? Apalagi di tengah tahapan Pemilu tahun 2024, yang juga banyak melibatkan perempuan. Seperti dalam kepengurusan partai politik, yang mewajibkan keterwakilan 30 persen perempuan. Begitu pula saat pendaftaran calon anggota legislatif, juga ada syarat minimal 30 persen keterwakilan perempuan. Pun dalam penyelenggaraan Pemilu, juga mempertimbangkan keterwakilan perempuan.

Ada beberapa catatan di peringatan Hari Ibu ini untuk semua politisi dan semua elemen yang peduli terhadap politik. Yang pertama, bahwa posisi kaum ibu sangat mulia di setiap elemen kehidupan manusia. Bahkan dalam ajaran agama Islam disebutkan bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Artinya, seseorang akan masuk surga atau tidak sangat tergantung bagaimana seseorang itu memperlakukan ibunya.

Ketika seseorang mampu memperlakukan ibunya dengan baik, maka seharusnya dia juga mampu bersikap baik dalam semua elemen kehidupan. Bagaimana dia bersosialisasi dengan masyarakat, bagaimana dia bersikap terhadap orang lain. Termasuk bagaimana sikap dia dalam berpolitik, baik sebagai pemilih maupun sebagai pelaku politik atau politisi.

Dalam beberapa hal, keterwakilan perempuan memiliki kelebihan dan kelemahan. Ini sangat tergantung dari sudut mana pandangan masalah perempuan ini diambil. Karena ada beberapa aliran dalam teori feminism. Bagi saya, kelebihan keterwakilan perempuan ini adalah adanya jaminan bagi kaum perempuan untuk aktif. Namun jaminan itu jangan lantas hanya sekedar nama, tanpa peran serta yang nyata dari perempuan tersebut.

Di sisi lain, kebijakan keterwakilan perempuan ini juga merugikan kaum laki-laki. Jika memang tidak ada perempuan yang terlibat aktif, ya jangan dipaksa. Seperti halnya dalam pendaftaran calon anggota legislatif, adanya kewajiban keterwakilan perempuan justru merugikan partai politik. Karena tidak semua perempuan mau bergabung ke dalam partai politik yang dimaksud. Akibatnya, partai politik itu bisa gagal mengajukan calegnya.

Bagi kaum ibu sendiri, yang aktif dalam berpolitik, maka sikap seorang ibu ini tentu akan mempengaruhi langkah-langkah dan kebijakan politiknya. Sebagaimana dia bersikap sebagai seorang ibu di dalam rumah tangganya. Bagaimana mengurus rumah tangga dengan baik, bagaimana mengurus dan memperlakukan anak-anaknya. Seorang politisi perempuan, pasti akan bersikap seperti seorang ibu. Jika tidak, maka dipertanyakan keibuannya.

Saat ini, mulai banyak politisi perempuan yang aktif, baik sebagai anggota legislatif maupun sebagai kepala daerah. Begitu pula dengan jabatan-jabatan di birokrasi, banyak kaum ibu yang menduduki jabatan eselon 1, eselon 2, eselon 3 dan lainnya. Mereka tingga menunjukkan peran dan kiprahnya, tanpa harus melupakan kodratnya sebagai perempuan dan ibu.

Dengan berkiprahnya kaum ibu di bidang politik, dan lembaga publik lainnya, banyak mendapat sorotan masyarakat. Ini harus menjadi cambuk bagi kaum ibu untuk bekerja lebih baik. Tidak membeda-bedakan dalam pelayanan, tidak korupsi, dan juga tidak menjadikan ke-perempuan-annya sebagai alasan tidak mampu bekerja dengan cepat.

Namun demikian, kaum laki-laki juga tidak boleh patah semangat, apalagi ngambek jika kaum perempuan muncul sebagai tokoh politik dan tokoh publik mengalahkan dirinya. Justru ini menjadi semangat agar jangan sampai kalah dengan kaum perempuan. Tapi tidak kemudian merendahkan dan mengabaikan kaum perempuan yang berkiprah di bidang politik dan kehidupan publik. Semuanya mempunyai peluang dan kesempatan yang sama, tanpa melupakan kodratnya masing-masing. 

Terbit di Panturapost 23 Desember 2022

Komentar

Postingan Populer