Menumbuhkan Literasi dalam Situasi Stay At Home
Pemerintah telah menetapkan status
bencana nasional dalam kasus penyebaran covid 19 di Indonesia. Sejumlah langkah
telah dilakukan, mulai dari pengeluaran Perppu hingga penerapan Pembatasan
Sosial Bersekala Besar (PSBB). Salah satu cara pencegahan covid 19 itu adalah
dengan kebijakan stay at home, berdiam diri di rumah. Menteri Pendidikan pun
mengeluarkan kebijakan dengan pembelajaran di rumah hingga beberapa pekan.
Para tenaga pendidikan pun terpaksa
melakukan pembelajaran secara daring kepada para siswa maupun mahasiswa. Baik
berupa ujian maupun tugas-tugas harian, dilakukan secara daring atau online. Sejumlah
pekerja, baik formal maupun informal pun juga wajib stay at home. Stay at home
ini menjadi salah satu strategis dalam pencegahan penularan covid 19, yang
korbannya sudah mencapai sekitar 5000 orang di Indonesia.
Bagi sebagian sebsar orang, berdiam
diri di rumah dalam jangka waktu yang lama itu membosankan dan bahkan bisa
membuat stress bagi yang tidak bisa mengelola dengan baik. Bagi mahasiswa,
siswa atau pun pekerja kantoran, bisa melakukan pembelajaran atau pekerjaan
secara daring atau work from home. Salah satu upaya positif dalam mengusir
kebosanan selama program stay at home tersebut yakni dengan literasi. Ini bisa
dilakukan para siswa, mahasiswa dan santri yang sudah pulang ke rumah
masing-masing.
Literasi adalah istilah umum yang
merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca,
menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian
tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, literasi tidak
bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa. (Wikipedia) Literasi
di Indonesia memang masih rendah, terbukti Indonesia menempati ranking 60 dari 61 negara dalam hal literasi dan membaca. Namun,
berdasarkan hasil survei World Culture Index Score 2018, kegemaran membaca
masyarakat Indonesia meningkat
signifikan. Indonesia menempati
urutan ke-17 dari 30 negara. (www.wartaekonomi.co.id)
Untuk menumbuhkan peringkat literasi tersebut, dengan
kebijakan stay at home sebenarnya sangat mendukung. Dosen dan guru tidak hanya
melulu memberikan tugas terkait dengan tema pelajaran saja, namun juga dapat
memberikan tugas membaca buku tertentu, kemudian menyadurnya atay membuat
synopsis atas buku yang dibacanya tersebut. Langkah itu bisa dijadikan
pengganti ulangan atau pun ujian akhir semester. Perpustakaan yang ada di
masing-masing sekolah bisa menjadi rujukan utama dalam program peningkatan
literasi ini. Namun yang terjadi saat program stay at home dilaksanakan, sejak
pertengah bulan Maret lalu, pelajar dan mahasiswa langsung diliburkan begitu
saja. Baru menyusul tugas-tugas yang harus dilakukan selama di rumah, yang
hingga kini belum jelas kapan berakhir.
Meskipun saat ini e-book sudah banyak, dan bisa
dibuka di hand phone, namun kurang efektif jika halaman yang dibaca mencapai
ratusan halaman. Kelelahan fisik, mata yang capai menjadi kekurangan dalam
program literasi melalui e-book. Namun itu bisa dilakukan, sebagai langkah
cepat untuk mengatasi kebosanan dan alternatif pemberian tugas kepada peserta
didik. Tidak ada kata terlambat dalam upaya untuk meningkatkan program literasi
ini. Saat ini, sejumlah kegiatan pun dilakukan secara daring, doa bersama
secara daring, meeting kantor dilakukan secara daring, semuanya bisa dilakukan
secara daring dengan teknologi yang ada di genggaman.
Peningkatan program literasi ini, tidak hanya
kewajiban lembaga pendidikan saja, namun LSM maupun NGO yang bergerak di bidang
literasi pun bisa ikut menjalankannya. Misalnya dengan lomba membuat synopsis
buku tertentu, atau membuat lomba penulisan artikel populer maupun pendidikan. Bisa
juga dengan membuat cerpen dan sejenisnya. Semua dilakukan secara daring dari
rumah masing-masing. Dengan hadiah yang cukup lumayan, tentu peserta akan
banyak yang tertarik. Perpusnas pun sudah memiliki Perpusnas Digital Library,
yang bisa diakses dari mana saja.
Bagaimana dengan masyarakat yang
masih jauh dari teknologi daring? Langkah-langkah peningkatan literasi tetap
bisa dilakukan dengan mengirim buku-buku ke rumah warga yang mau meningkatkan literasi
tersebut. Beberapa program sebelum wabah covid 19 ini merambah seluruh dunia,
langkah peningkatan literasi sudah banyak. Mulai dari polisi yang menjalankan
perpustakaan keliling, hingga perpustakaan keliling milik pemerintah. Apakah
itu tidak berbahaya untuk penularan covid 19? Saya kira tidak, jika semua
pelaku itu menerapkan standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan
kementerian kesehatan.
Stay at home dengan program
literasi ini menjadi salah satu cara yang cukup efektif dalam rangka pencegahan
covid 19 di Indonesia. Karena mereka akan betas di rumah, dengan kegiatan yang
positif dan bermanfaat. Tidak hanya sekedar bermain hand phone atau nonton film
saja di rumah. Tinggal kemauan saja dari kementerian dan dinas terkait untuk
menjalankan program yang sangat mudah tersebut, baik secara daring maupun
manual. Artinya tidak ada kesulitas atau halangan yang bisa mencegah
terlaksananya program tersebut.
Dengan program literasi tersebut,
tidak hanya menaikkan rating membaca masyarakat Indonesia saja, tetapi juga
akan meningkatkan pengetahuan dan juga mengamankan penularan covid 19 yang
murah dan efektif. Dengan literasi ini, juga diharapkan akan muncul
penulis-penulis baru untuk menambah bahan-bahan bacaan masyarakat, khususnya
untuk siswa dan mahasiswa di Indonesia. Akhirnya, selamat membaca dan menulis
dari rumah saja. (*)
Diterbitkan Panturapost, Selasa, 14 April 2020
Komentar
Posting Komentar