Antara Cebong, Kampret dan Kadal Gurun
Dunia
per-medsos-an kadang menjadi sumber pertama untuk mendapatkan informasi. Bahkan
tanpa mengecek ulang informasi yang beredar di medsos itu, mereka langsung
meneruskan informasi itu grup-grup medsos yang diikutinya. Ketika ditanya
apakah informasi itu valid atau tidak, tidak ada konfirmasi atau pun balasan.
Hilang dan ditinggal begitu saja. Lempar informasi, yang tidak tahu itu valid
atau tidak, terus ditinggal.
Sepertinya,
yang meneruskn informasi itu sengaja membuat orang penasaran atau pun opini
yang dia bangun itu tumbuh dan berkembang. Bahkan menimbulkan debat yang tak
berkesudahan di medsos, perang kata-kata dan istilah. Yang tidak kuat pun
terpaksa keluar dari grup. Sementara dia di sana tertawa-tawa dengan opini yang
dia bawa. Sementara pihak lain, kadang Cuma misuh-misuh gak karuan. Kadang ada
yang perang di medsos itu dibawa dalam dunia nyata, ada pula yang hanya cukup
dibuat ketawa sambil ngopi dan udud.
Nampaknya,
perang di medsos itu tidak lepas dari perang politik yang baru usai beberapa
waktu lalu, antara pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden. Tetapi
perang di medsos itu ternyata tidak berhenti hingga Pilpres berakhir. Kalau pendukung
partai politik sepertinya cair, tidak terpolarisasi. Mereka bahkan sangat akrab
dan kompak dalam setiap acara yang dihadiri mereka. Tidak ada istilah cebong
dan kampret yang keluar dari obrolan mereka saat bertemu di darat.
Di
situ kadang saya bertakon-takon (bertanya-tanya-red), apa yang dimaksud dengan
istilah-istilah tersebut. Bahkan sekarang muncul istilah terbaru, kadal gurun.
Entah apa maksudnya lagi. Tetapi sepertinya tidak ada upaya pembelaan atau pun
penolakan atas julukan yang disematkan kepada kelompoknya masing-masing. Mereka
sepertinya enjoy atau santai dengan julukan yang disematkan tersebut. Toh bukan
mereka yang meminta julukan tersebut, tapi oleh kelompok lain yang
berseberangan. Saya tidak merasa menyebut sebagai kelompok cebong atau kampret,
jadi selow saja, begitu mungkin pikirnya.
Yang
pasti, kelompok yang disebut cebong atau kecebong, tidak menolak ketika
dijuluki istilah itu. Begitu pula sebaliknya, yang disebut kampret pun tak
membela atau pun menolak istilah tersebut. Sama juga dengan istilah kadal gurun
yang sekarang muncul, juga tidak ada pembelaan atau pun penolakan atas julukan
tersebut.
Coba
kita telusuri makna dan istilah-istilah tersebut, baik secara bahasa mau pun
makna tersirat di dalamnya. Kita cari di Wikipedia. Ternyata istilah kecebong
adalah adalah berudu, yang berarti tahap pra-dewasa (larva) dalam daur hidup amfibia
dari katat atau kodok. Berudu eksklusif hidup di air dan berespirasi
menggunakan insang,
seperti ikan.
Tahap akuatik (hidup di perairan) inilah yang membuat amfibia memperoleh
namanya (amphibia = "hidup [pada tempat] berbeda-beda"). Kebanyakan
berudu herbivora,
memakan alga
dan bagian-bagian tumbuhan. Beberapa spesies merupakan omnivora
(pemakan segala).
Sedangkan dalam kasus perang di
medsos, di Indonesia, kecebong/cebong adalah label yang digunakan untuk
menyebut (dengan maksud mengolok) pendukung Joko Widodo
sejak Pilpres 2014 lalu. Sebutan
ini muncul dari kalangan oposisi dengan terinspirasi oleh fakta bahwa beliau
gemar memelihara kodok ketika menjadi wali kota Solo dan gubernur Jakarta. Oleh
karenanya, segelintir orang menyebut Jokowi sebagai 'raja kodok', sementara cebong/cebongers
untuk menyebut pengikutnya. Beberapa tokoh masyarakat telah mengusulkan agar
sebutan-sebutan ini dihentikan. Namun nyatanya mereka masih terbawa dalam
perang istilah ini di medsos sampai sekarang.
Sedangkan istilah kampret adalah
anak kelelawar dalam istilah Jawa.
Berasal dari kingdom Animalia, Filum Chordata, Kelas Mammalia, Ordo
Chiroptera, Subordo Microchiroptera.
Sedangkan dalam perang medsos, kelompok yang diistilahkan kampret adalah para
pendukung Prabowo Subianto. Istilah itu disematkan karena kampret tidur dengan
kepala di bawah atau terbalik, tergelantung. Sehingga pemikirannya pun dianggap
terbalik seperti halnya kampret yang tdiurnya terbalik.
Lha, terus kadal gurun siapa lagi ini? Kita cari di
Wikipedia dulu istilah kadal gurun ini. Kadal adalah reptilia
yang paling sukses berkembang di dunia dan dapat (bahkan sering) dijumpai di
semua habitat: hutan, gurun pasir, padang rumput, kebun, sawah, daerah berawa,
bahkan di pemukiman dan kota-kota, dimanapun selama kadal bisa menemukan
makanan kesukaan mereka. Beberapa spesies seperti Iguana laut bahkan hidup
di pantai dan memakan rumput laut sebagai makanan utamanya.
Istilah
kadal gurun ini untuk mengolok-olok kelompok yang merupakan bagian dari
kelompok kampret, mantan barisan pendukung Prabowo Subianto. Sepertinya
diarahkan untuk pendukung gerakan khilafah, yang berasal dari Arab dan
sekitarnya. Sementara pendukung khilafah di daerah Arab sendiri sudah
tersingkir, bahkan dilarang. Sehingga mereka pun lari dan menyebar ke negara-negara
lain, termasuk Indonesia. Sehingga muncul istilah kadal gurun. Lagi-lagi kelompok
mereka juga tidak menolak disebut kadal gurun.
Istilah-istilah
atau julukan itu memang menjadi yang popular di Indonesia. Hampir setiap orang
atau kelompok memiliki julukan. Ada yang tujuannya baik, memuliakan, ada pula
yang bertujuan megolok-olok dan menjatuhkan. Seperti dikutip dari Wikipedia, Nama julukan atau nama panggilan (Inggris:
nickname) adalah nama seseorang yang bukan nama asli yang diberikan oleh orang tuanya.
Julukan
bersifat tidak resmi, tetapi bersifat sosial
dalam suatu komunitas tertentu. Nama julukan bisa jadi diambil dari bagian dari
nama orang itu sendiri dan/atau bahkan sama sekali tidak ada kaitannya dengan
nama orang tersebut, misalnya berasal dari bagaimana seseorang melihat atau
dari sesuatu yang biasa mereka kerjakan. Nama julukan bisa saja terdengar dan
terasa kasar serta tak menyenangkan, khususnya apabila digunakan orang yang
membenci orang yang dijulukinya. namun sebaliknya dapat terdengar dan terasa
manja bila dipakai oleh orang yang yang mencintai atau menyayangi orang
tersebut. Penulis
surat kabar
dalam media,
seperti TV
memiliki peran yang sangat besar dalam memasyarakatkan nama julukan orang-orang
terkenal.
Dalam kasus cebong, kampret dan
kadal gurun ini, nampaknya terkait dengan kelompok pilihan politik dan ideologi
di Indonesia, yang sedang berkembang. Istilah-istilah ini cepat menyebar
melalui medsos. Bahkan banyak meme-meme yang berkembang di masyarakat terkait dengan
julukan-julukan tersebut.
Julukan-julukan itu sepertinya tidak
akan hilang, selama polarisasi ideologi di negera ini tidak ditahan dalam ranah
privat. Bahkan mungkin akan semakin berkembang ketika gelaran Pemilu masih ada.
Kelompok-kelompok pendukung pasangan calon presiden pasti akan tetap ada. Entah
apa lagi nanti julukan-julukan itu akan disematkan pada masing-masing kelompok
pendukung tersebut.
Yang jelas saya tidak mau dijuluki
cebong, kampret atau pun kadal gurun. Nama saya jelas, Muamar Riza Pahlevi,
nama pemberian orang tua. Kalau mau dijuluki, cukup MRP saja, atau dulu ketika
menjadi wartawan, kode saya di belakang tulisan adalah riz. Sepertinya Mas
Muhammad Abduh, Pemred Radar Tegal saat itu yang membuat kode itu. Mungkin
masih banyak yang rindu tulisan berkode riz. Sekarang saya tulis saja di setiap
tulisan saya pakai riz. (riz)
Komentar
Posting Komentar